;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 99

  • 16 Sep
  • 7 menit membaca

※Petunjuk※

[Liene] Ā "Aduh."

Saat berjalan, Liene menyadari bahwa labirin itu terbagi menjadi dua bagian: area perangkap dan jalan setapak.

Area perangkap dipenuhi benda-benda keras menonjol yang melukai kakinya, sedangkan jalan setapaknya rata. Ia merasa telapak kakinya tidak sakit sama sekali. Ia yakin jalur yang rata ini akan membawanya ke kastil.

[Liene] "..."

Liene berhenti sejenak di tempat jalur setapak berakhir.

[Liene] "Di sini, perangkapnya berhenti."

Ia meraba-raba lantai dan dinding dengan cermat, berharap dapat menemukan petunjuk tentang perangkap di sana.

Ujung kukunya sudah pecah dan berdarah karena terus meraba kegelapan, tetapi Liene tidak menyadari rasa sakitnya.

[Liene] "Jika perangkap ini membutuhkan kunci… berarti pasti ada gembok di suatu tempat."

Ia meraba sekeliling sejauh yang bisa dijangkau, tetapi tidak ada yang terasa seperti gembok.

[Liene] "Apa bukan di sini tempatnya...?"

Meskipun sedikit kecewa, Liene kembali melangkah.

[Liene] "Aku akan mengikuti jalan setapak ini saja."

Menemukan jalan setapak saja sudah merupakan keberuntungan besar. Ia khawatir Weroz atau Laffit akan mengejarnya dari dalam kegelapan, tetapi untungnya hal itu tidak terjadi.

Semakin jauh ia menyusuri tanah yang rata, keyakinannya semakin kuat. Beberapa saat kemudian, ia mulai menaiki tangga.

[Liene] "Jalanku ternyata benar. Sebentar lagi aku akan sampai di kastil."

Tangan dan kakinya dipenuh luka, tetapi Liene terus berlari menaiki tangga hingga napasnya terengah-engah.

Saat hampir mencapai puncak, ia melihat cahaya redup memancar dari ujung tangga.

Di hadapannya, ada pintu batu yang mengeluarkan aroma lumut. Liene khawatir pintu itu terkunci.

Namun, saat ia mendorongnya, ia mendapati pintu itu terbuka. Di baliknya, terdapat tangga batu yang sangat sempit dan curam.

Untungnya, tangganya tidak panjang. Setelah menaiki beberapa anak tangga, ia sampai di sebuah ruangan kecil yang hanya cukup untuk berdiri.

[Liene] "Di mana ini?"

Liene tidak tahu di mana ia berada, tetapi tempat itu terasa tidak asing. Ia merasa jika diberi sedikit petunjuk, ia bisa mengenalinya.

Tang! Tang!

Liene mengetuk dinding di sekitar celah kecil yang mengeluarkan cahaya. Pintu yang ia ketuk terbuat dari besi yang tidak terlalu tebal dan terkunci dari luar.

[Liene] "Sial."

TANG! TANG!

Liene mengetuk pintu itu lebih keras.

[Liene] "Apa ada orang di luar?"

TANG! TANG!

[Liene] "Tolong buka pintu ini!"

TANG! TANG!

Tidak ada respons. Tampaknya tidak ada orang di luar sana.

[Liene] "Haa..."

Liene hampir terjatuh karena putus asa. Jika ia jatuh di sini, ia akan terguling ke bawah. Ia Ā berhati-hati duduk di sisi tangga yang curam.

[Liene] "Jika aku menunggu, pasti akan ada orang yang datang. Aku akan mendengar langkah kaki. Bukankah terowongan ini terhubung dengan galeri raja? Siapa pun yang lewat pasti akan mendengar suaraku. Ah, tunggu. Apa ada orang di kamar tidur kami sekarang?"

*T/N: Galeri raja adalah ruang penghubung kamar Liene dan kamar Black

Tidak mungkin Black akan menunggu di kamar tidur setelah ia menghilang. Jika Black tidak ada, tidak mungkin ada orang lain yang akan datang ke kamar mereka.

[Liene] "Menunggu tidak ada gunanya."

Ia harus membuka pntu itu dan keluar entah bagaimana caranya.

[Liene] "Aku butuh sesuatu untuk membukanya."

Ia mendekatkan matanya ke celah dan mencari cara untuk membukanya. Masih sangat gelap, jadi ia tidak bisa melihat dengan jelas.

[Liene] "Ah, tunggu. Suara apa itu...?"

Suara samar yang ia tunggu-tunggu, suara langkah kaki, kini terdengar.

[Liene] "Aku di sini!"

TANG!

Saat itulah Liene kembali mengetuk pintu besi.

TANG! TANG!

Suara yang beberapa kali lebih keras dari ketukannya menggelegar dari ruangan di sebelah. Suaranya tidak langsung, melainkan bergema seolah datang dari balik dinding.

[Pria] "Agh! Arggh!"

Terdengar juga jeritan seseorang.

BRAK! BUK!

Liene yakin itu suara seseorang yang membentur dinding.

[Black] "Bicaralah."

Terdengar suara yang berbeda dari jeritan tadi, suara yang rendah dan jelas.

Perasaan lega dan gembira membanjiri hati Liene. Suara itu milik Black. Black berada di ruangan sebelah.

[Liene] "Lord Tiwakan!"

TANG! TANG!

Namun, suara Liene sepertinya tertutup oleh suara keras dari ruangan sebelah.

[Dieren] "Apa... Aku sudah mengatakan semua yang kutahu! Aku tidak tahu apa-apa sebelum menerima surat itu. Aku sungguh tidak tahu apa-apa... Semua ini perbuatan Baiyar. Dia yang membawa racun dan merencanakan semua ini... Aku bahkan tidak tahu ada campur tangan komandan penjaga Nauk."

[Black] "Kau pikir aku punya banyak waktu luang?"

[Dieren] "Tentu tidak, kenapa kau tiba-tiba menjadi seganas ini?"

Suara Black terdengar lebih rendah, kasar, dan sangat lelah.

[Black] "Waktu yang seharusnya kugunakan untuk mencari istriku justru kuhabiskan untuk mendengarkanmu. Jangan buang waktuku. Siapa orang yang disembunyikan Putri Blini di kereta kuda?"

[Dieren] "Aku... aku sungguh tidak tahu... Aku baru saja bangun setelah pingsan karena racun. Bagaimana aku bisa tahu apa yang sedang terjadi?"

Terdengar desahan napas lelah dari Black.

[Black] "Kalau begitu kau tidak berguna."

Setelah itu, terdengar suara keras yang tidak Liene kenali, kemudian terjadi keheningan mencekam.

[Dieren] "Aaaaarggh! Arggh!"

Jeritan Dieren bergema panjang.

[Liene] "Lord Tiwakan!"

Liene mengetuk pintu besi lebih keras.

TANG! TANG!

Aku di sini! Cukup buka pintu ini!

[Dieren] "Aaaaaaarggh! Arggh!"

Jeritan Dieren sangat keras. Namun, suara Black yang rendah dan lelah tetap terdengar jelas.

[Black] "Pegang dia. Kali ini..."

Kata-kata Black selanjutnya menghilang. Jeritan Dieren pun terputus, seolah terpotong begitu saja.

[Liene] "Apa dia bisa mendengarku?"

TANG! TANG!

[Liene] "Lord Tiwakan?"

Liene mengetuk pintu besi dengan ragu.

TANG! TANG!

[Liene] "Aku di sini!"

TANG! TANG!

Pintu itu dibuka paksa.

[Liene] "Ah..."

Yang terlihat berikutnya adalah pandangan mata biru Black yang mengalir seperti air.

Sebelum Liene bisa mengatakan apa pun, tubuhnya sudah terangkat.

Saat ia sadar, ia sudah berada dalam pelukan pria itu, tanpa diberi kesempatan untuk bernapas.

[Liene] "Ah... rasanya nyaman."

Sentuhan lengan kokoh yang memeluknya terasa paling menenangkan di dunia ini.

Sentuhan kain yang bergesekan di pipinya, jari-jari yang mencengkeramnya sedikit menyakitkan, dan napas Black yang kasar membasahi telinganya—semuanya terasa begitu nyaman.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 99: Petunjuk. Baca Novel A Savage Proposal Chapter 99 Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Black] "Kau sudah aman."

Black akhirnya berbicara. Suaranya bergetar seperti ombak.

[Liene] "Ya... tidak terjadi apa-apa padaku."

[Black] "Haaa..."

Black menghela napas panjang, kemudian melepaskan pelukannya sedikit dan menatap wajah Liene dari dekat.

[Black] "Tak seorang pun akan mengerti betapa berharganya hadiah yang telah Putri berikan padaku."

Ucapannya menunjukkan betapa leganya pria itu, sama seperti Liene.

Black terus mengatakan dia telah menerima sesuatu, padahal Liene hanya kembali pulang, ia tidak memberikan apa pun.

Ia tidak punya pilihan lain selain kembali. Liene tidak pernah bermaksud memberikan pria itu hadiah. Namun, pria itu terus berkata seolah-olah ia telah menerima sebuah hadiah.

Liene membenamkan wajahnya di leher Black dan berkata:

[Liene] "Betapa menawannya dirimu saat ini, tak seorang pun yang akan mengerti."

Setelah itu, segalanya menjadi kacau.

[Klima] "Tuan Putri...! Tuan Putri...!"

Pertama, Klima menangis dengan suara sangat keras. Nyonya Flambard hanya bisa menelan ludah dengan wajah pucat, sementara Nyonya Henton, sang pasien, menopang Nyonya Flambard.

Tiwakan tidak berkata apa-apa, tetapi wajah mereka menunjukkan keinginan untuk berpelukan dan menangis bersama.

Black membatu seperti patung, sibuk memeriksa tangan dan kaki Liene.

Sementara itu, tabib di tengah mereka terlihat seperti ingin mati.

Di tengah kekacauan, Liene melihat percikan darah di wajah dan pakaian Black.

[Liene] "Ada darah di pakaianmu."

[Black] "Apa?"

[Liene] "Di sini dan di sana. Di sini juga. Banyak sekali. Apa kau terluka?"

[Black] "Itu..."

Black tampak canggung dan terdiam.

[Liene] "Biarkan aku melihatnya."

Liene mencoba melepaskan pakaiannya yang berlumuran darah, tetapi Black menghentikannya.

[Black] "Bukan aku yang terluka."

[Liene] "Kalau begitu... Ah, Pangeran Dieren."

[Black] "..."

Black dengan canggung memalingkan wajah.

Darah itu adalah jejak dari upaya Black untuk memotong kaki Dieren. Ia berencana memotong kaki Dieren dan mengirimkan satu potong kepada Putri Blini dan satu kepada Grand Duke sebagai peringatan.

Selama keberadaan Liene tidak dapat dipastikan, ia ingin memastikan mereka berdua tidak akan berani bertindak gegabah.

Untungnya bagi Dieren, Black mendengar suara Liene tepat pada waktunya, sehingga kapak hanya menancap di pahanya.

Tentu saja, bagi orang yang tidak pernah hidup di medan perang, perbuatannya mengerikan dan barbar. Black tidak ingin Liene melihat sisi dirinya yang mengerikan.

[Black] "Dia tidak terluka parah. Nyawanya tidak dalam bahaya. Aku hanya membuatnya sedikit ketakutan."

Jika Dieren mendengar pernyataan itu, ia pasti akan mengamuk selama tiga hari.

[Liene] "Tapi jika benar, Kerajaan Sharka... Oh, ya! Kerajaan Sharka akan mengirim pasukan! Mereka membuatku gila. Bagaimana aku bisa melupakan hal sepenting itu? Pasukan Kerajaan Sharka akan segera sampai di perbatasan..."

[Black] "Itu tidak akan terjadi."

Liene yang berbicara dengan sangat cepat, seketika terdiam melihat ekspresi Black.

[Liene] "Kau... sudah mengetahuinya?"

[Black] "Aku sudah menduganya, jadi aku mengirim pasukan Nauk lebih dulu. Barusan ada kabar, pasukan Bassed telah mundur bahkan sebelum mereka menginjakkan kaki di perbatasan."

Kata ā€˜mundur’ tidak sepenuhnya tepat.

Faktanya, pasukan Bassed dibantai dan hanya menyisakan satu orang hidup-hidup. Orang itu akan kembali ke Kerajaan Sharka untuk melaporkan apa yang terjadi.

[Liene] "Ah... Syukurlah."

Liene menghela napas, lalu memeluk leher Black.

[Liene] "Aku pikir akan terjadi hal yang buruk."

Ia selamat karena Black ada di sana. Ucapan Weroz semuanya bohong. Darah Gainers tidak boleh diusir dari Nauk. Mereka harus berada di sini.

[Liene] "Aku sangat lega. Sungguh."

Karena keberadaan dirimu.

Black sedikit ragu, lalu bertanya:

[Black] "Jadi... kau baik-baik saja dengan apa yang kulakukan?"

[Liene] "Apa maksudmu?"

[Black] "Soal melukai Pangeran Dieren."

[Liene] "Aku percaya kau melakukannya karena memang diperlukan."

[Black] "Benar. Perbuatanku memang diperlukan."

Black bersyukur Dieren tidak ada di ruangan itu.

[Liene] "Kalau begitu, lepaskan aku sekarang."

Black memegang erat lengan yang memeluknya.

[Black] "Tidak bisakah kita seperti ini sebentar?"

[Liene] "Aku juga ingin, tapi kau banyak terluka. Lukamu harus segera diobati."

Nyonya Flambard, yang sedari tadi mencari kesempatan untuk bicara, langsung berseru.

[Nyonya Flambard] "Benar! Meskipun saya sangat bahagia Putri sudah kembali dengan selamat, tangan dan kaki Putri sudah waktunya dibersihkan!"

[Liene] "Ah..."

Liene begitu lelah hingga ia tidak menyadari kondisinya. Tangan dan kakinya sangat kotor dan penuh luka. Ia merasa dirinya mengotori tempat tidur yang putih bersih.

[Liene] "Kalau begitu, aku akan ke kamar mandi."

[Nyonya Flambard] "Baik, Putri! Tunggu sebentar. Saya akan siapkan air hangat."

Nyonya Flambard bergegas ke kamar mandi.

Sementara itu, Klima akhirnya berhasil berhenti menangis. Salah satu tentara bayaran, yang merasa kasihan pada tangisan Klima, menepuk punggungnya.

[Black] "Bagaimana kau bisa kehilangan sepatumu?"

Black memegang kaki Liene yang keluar dari selimut dan bertanya.

Liene tidak tahu bahwa Black sedang berpikir untuk memotong kaki siapa pun yang mencuri sepatunya.

[Liene] "Aku sendiri yang melepasnya."

[Black] "Kau tidak lihat, kakimu jadi terluka?"

[Liene] "Aku pikir akan lebih mudah untuk menemukan jalan keluar."

[Black] "...Kau menemukan cara untuk menemukan jalan keluar."

Liene mengangguk.

[Liene] "Aku tahu jalan itu rahasia... Apa kau marah karena aku menemukannya?"

[Black] "Tidak mungkin aku marah. Aku hanya kagum. Kagum pada Putri yang bisa menemukan jalan pulang tanpa alas kaki."

Black mencium kening Liene, yang membuat Liene harus mendorongnya sedikit.

[Liene] "Tolong jauhkan dirimu sedikit. Ada yang ingin aku bicarakan."

[Black] "Bicara saja seperti ini. Bukan mulutmu sedang tidak kucium."

[Liene] "Aku juga mau, tapi ini masalah serius."

Keduanya menyadari bahwa mereka sama-sama ingin berdekatandan dan saling menatap sambil tersenyum geli.

[Black] "Silakan."

Black berbicara sambil menjauhkan bibirnya, seolah mengalah.

Liene menatap wajahnya dari jarak sangat dekat.

...Bukankah mereka bilang semua keturunan Gainers akan gila dan mati muda?

Apakah pria ini akan mengalami hal yang sama?

Lalu, apa yang harus kulakukan?

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page