;
top of page

Bastian Chapter 109

  • 6 hari yang lalu
  • 6 menit membaca

※Perhitungan Tanpa Rugi※

Warning: Chapter ini mengandung adengan kekerasan dan pemaksaan. Adik-adik dilarang mendekat !!!

Odette telah melakukan yang terbaik untuk melawan, tetapi pada akhirnya, ia tidak bisa mengatasi kekuatan Bastian. Pria itu merobek gaunnya dari tubuhnya, tidak memberinya kesempatan untuk melawan.

Sentuhannya yang keji mencengkeram pakaian dalamnya membuat kulitnya merinding, bahkan melalui sarung tangan Bastian.

Terperangkap dalam teror, Odette melawan dengan liar seperti binatang yang terpojok. Bastian menghargai usahanya dengan sedikit mundur, tetapi hanya untuk menyerangnya lagi dengan taktik yang berbeda. Tekad Odette untuk menimbulkan kerusakan sebanyak mungkin patut diacungi jempol, tetapi pada akhirnya, ia bukan tandingan Bastian.

Bastian menikmati bermain-main dengannya dan menjadi penasaran tentang apa yang akan Odette lakukan jika diberi kelonggaran yang cukup. Seperti yang diharapkan, Odette memanfaatkan kesempatan itu.

"Aku ingin tahu apakah Nick Becker yang malang tahu bahwa ia menikahi saudari seorang pembunuh," kata Bastian, menjulang di atas wanita yang melangkah mundur.

Odette berhenti dalam langkahnya menuju pintu. Ia membeku dan tidak bisa mengambil langkah lagi. Bahkan responnya tidak bertentangan dengan prediksi Bastian.

"Bukankah dia ayah dari anak yang dikandung Tira? Putra bungsu dari keluarga tukang kayu yang dihormati, yang memiliki tempat penebangan kayu di luar kota? Tapi itu hanya yang kudengar."

Bastian sudah tahu segalanya.

Odette terengah-engah, terlalu sadar akan langkah kaki yang datang menghampirinya.

"Orang tuanya cukup tidak senang dengan fakta bahwa istri putra bungsu mereka adalah putri haram Duke Dyssen. Namun, mereka tidak punya pilihan selain menerimanya karena anak yang sudah ada di dalam kandungan. Aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan jika mereka mengetahui bahwa saudari menantu mereka telah mencoba membunuh sang ayah."

"Apa kau mengancamku sekarang?" kata Odette di sela isakan.

"Lebih seperti nasihat, sungguh," kata Bastian dengan tenang. "Masalah itu tidak menggangguku. Aku akan mencapai tujuanku, dan terserah padamu seberapa banyak kau berkorban. Meskipun dipikir-pikir, mungkin lebih baik jika Tira Byller membatalkannya, melemparkan keluarga kecilmu ke dalam kehancuran yang lebih besar."

"Tolong, jangan libatkan Tira."

"Sepenuhnya terserah padamu."

Bastian memberi Odette tatapan keinginan yang keji. Panas di bawah kulit Odette berubah menjadi warna pinkĀ cantik yang menyenangkan mata Bastian. Di atas segalanya, ia ingin melihat Odette tersiksa kesakitan.

Fakta bahwa, ketika didorong ke tepi jurang, Odette masih tidak akan meninggalkan keluarganya sangat memuaskan baginya. Rasa sakit kehilangan anak pertama Odette akan terasa lebih manis saat itu terjadi.

"Silakan, jika kau mau," kata Bastian, mengambil langkah mundur dari Odette. "Benar-benar akan membantuku jika kau lari. Itu akan memberiku alasan untuk menghancurkan apa yang tersisa dari keluargamu."

"Apa kau benar-benar akan menghancurkan hidupmu untuk wanita yang kau benci?" kata Odette.

"Kau tampaknya salah memahami sesuatu. Aku tidak akan rugi apa-apa. Aku akan membayar sebanyak yang harus kubayar dan, di atas itu, aku akan mendapatkan seorang anak dengan darah bangsawan setingkat Kaisar. Kerugian apa yang ada untukku?"

"Bagaimana kau bisa berpikir untuk menggunakan seorang anak seperti itu? Kau, dari semua orang, kupikir akan mengerti bagaimana rasanya bagi seorang anak kehilangan ibunya."

"Ah, ya, jangan khawatir. Anak itu tidak akan pernah tahu Sandrine bukanlah ibu kandungnya. Ia akan tumbuh dengan baik, sama seperti diriku."

"Kau tumbuh dengan baik? Kau?"

"Yah, seperti yang kau lihat," kata Bastian, dengan senyum tenang.

Odette bergoyang seolah berada di ambang kehancuran, menstabilkan dirinya di belakang kursi. Ia tahu ia harus melarikan diri, tetapi kakinya tidak mau patuh. Ia tidak bisa menyerah, belum. Tersesat dalam neraka emosional yang telah dibentangkan Bastian di depannya, Bastian mendekatinya dan mulai melepaskan pakaian dalam Odette.

"Haruskah aku membebaskanmu?" katanya, melepaskan tali korsetnya.

Odette mulai melawan lagi, tetapi pertarungan itu tidak bersamanya kali ini. Ia merasa seolah-olah melayang di atas awan gelap mati rasa, dan pada saat indranya kembali, ia sudah terbaring di tempat tidur, menatap ke langit-langit.

Odette meronta saat Bastian merobek korsetnya dan melemparkannya, bersama dengan gaun biru dan roknya, ke lantai. Bastian kemudian melepas sarung tangannya, dan jam tangannya dilemparkan di samping bantal.

Wajah Bastian terlihat saat ia naik ke atas tubuhnya yang lemas. Ia menatapnya dengan senyum jahat dan kilau di matanya.

"Bastian, tolong..." kata Odette dengan gumaman yang lemah menyedihkan.

Ia mengangkat pandangannya dari bagian ke bawah pada tubuh Odette yang menggigil. Odette merasakan air mata mengalir di pipinya dan dadanya berdebar dengan isakan yang hampir tak tertahankan. Senyum sinis terbentuk di bibir Bastian. Ia semakin menikmati rasa sakit dirasakan Odette dan setiap kali ia memohon, hanya semakin membuatnya bergairah.

Bibir Bastian membentuk senyum. Kenangan dimanipulasi oleh wanita seperti penyihir ini muncul. Ia menyadari ia ragu-ragu padahal ia bisa saja memilikinya sejak lama, menyatakan persyaratan dalam perjanjian yang tidak pernah benar-benar dipedulikan. Yang ia takutkan adalah merusak hubungan mereka, tidak pernah memenangkan hati Odette. Kekhawatiran itu menghantuinya pada malam-malam tanpa tidur di samping istrinya yang sedang tidur, mungkin berasal dari malam Bastian memenangkannya di tempat perjudian.

"Bastian," ia memohon sekali lagi, tanpa emosi kecuali keputusasaan.

Strategi yang cerdik ia miliki, matanya yang berkaca-kaca memanggil namanya sekali saja cukup untuk memenangkan simpati dan kesenangan Batian. Bagi Odette ia adalah orang bodoh. Tapi, sayangnya, momen itu sudah lama berlalu.

Seperti binatang yang kelaparan, Bastian merobek celana dalamn Odette dan melemparkannya ke samping, mengabaikan permohonannya.

Odette menjerit saat Bastian menciumnya dengan agresif, seperti binatang yang kelaparan. Ia melepaskan ikat pinggangnya, dan rengekan serta perjuangan Odette hanya semakin memicu kegembiraannya.

"Aaakkh...!"

Sebuah tangisan tajam terdengar saat tangan Bastian, yang sebelumnya mencengkeram dadanya, menyelinap di antara kaki Odette. Ia meredam teriakan Odette dengan ciuman, menjelajahi kekeringan di bawahnya.

Odette menangis kesakitan saat ia mencengkeram ujung lengan bajunya. Bastian melirik jam tangannya. Ia harus cepat, ia ada janji dengan Kaisar.

Dengan cepat, ia membalikkan Odette dan memanjat ke atasnya, secara paksa meregangkan kakinya.

Tangisan kesakitan dan erangan kasar meletus sekaligus. Bastian tidak peduli lagi dengan perasaan Odette, itulah jawabannya untuk lagu Siren yang Odette nyanyikan.

Percintaan penuh gairah mereka, berakhir dengan erangan teredam Bastian. Odette mati-matian berusaha melepaskan diri, menyebabkan Bastian menarik pinggangnya lebih erat, menggagalkan upayanya. Seperti kupu-kupu yang ditusuk, ia mengepak dengan lemah sebelum akhirnya ambruk, kelelahan.

Ia telah melakukannya dengan wanita ini.

Dengan tindakan selesai dan tubuhnya mendingin, Bastian merasakan akal sehat kembali dan kenyataan dari apa yang baru saja ia lakukan merasuk. Ia melihat ke Ā arah Odette, yang meringkuk di tempat tidur, terisak. Tawa hampa keluar darinya.

Ia merasa seolah-olah telah melakukan perjalanan jauh dan luas, hanya untuk menemukan apa yang ia cari kembali ke awal. Ia dipenuhi dengan kelegaan. Transaksi disimpulkan dengan cara yang seharusnya dimulai.

Ketika Bastian bangun, Odette terbaring di tempat tidur seolah-olah pingsan. Bastian berguling dari tempat tidur dan merapikan dirinya. Mengatur celana dan ikat pinggangnya, memasukkan kemeja dan menyikat kerutan, semua yang ia butuhkan untuk mendapatkan kembali ketenangannya, kontras yang jelas dengan kekacauan yang ditinggalkan Odette.

Ia pergi ke kamar mandi untuk membasuh aroma Odette dari jari-jarinya, menyesuaikan dasi dan mansetnya. Selain mengganti cincin kawinnya, tidak ada lagi yang menarik perhatiannya.

Ketika ia kembali ke kamar tidur, Odette telah bergerak di sepanjang tempat tidur, tidak diragukan lagi untuk keluar dari bercak basah berdarah yang ia sebabkan.

Itu tidak luar biasa, tidak istimewa.

Ia tidak pernah berpikir bahwa pria seperti Franz bisa memenangkan hati wanita yang sombong seperti dirinya, bahkan Count Xanders pun tidak.

Setidaknya Bastian bisa menghilangkan semua keraguan tentang siapa ayah dari anak itu. Odette adalah wanita yang tidak mengenal pria lain. Sesuatu yang akan tetap tidak berubah sampai akhir pernikahan mereka.

"Aku akan menyampaikan salammu kepada istana dan memberi tahu mereka bahwa aku menghargai hadiah berharga yang dianugerahkan Kaisar kepadaku," ia mencibir, mendekati tempat tidur dan mengambil sarung tangannya, yang tergeletak di antara tumpukan pakaian Odette.

Odette tetap diam, mengabaikannya, membuat pemandangan seprai yang kusut, dipenuhi sisa-sisa pertemuan mereka, semakin menghibur.

Bastian mengenakan sarung tangannya dan berbalik untuk meninggalkan ruangan, hanya untuk melihat buket bunga yang jatuh di lantai. Meskipun kecelakaan, ia membuat pilihan sadar untuk meninggalkan buket itu. Ia meninggalkan ruangan, bersama dengan aroma mawar manis, yang kini terinjak oleh sepatunya.

Suara langkah kakinya yang berirama bergema melalui koridor malam yang tenang.

JANGAN DI-REPOST DI MANA PUN!!!

TL Corner:

Bastian's actions were utterly horrific. It was despicable, vile, monstrous, and purely malicious. He committed a brutal assault, he literally r**ed her. There is no justificationĀ for what he did. There's no way he can redeem himself. I know Odette made a mistake, but she absolutely did not deserveĀ that. She betrayed him to protect her sister, not for her own gain. Her sister, who is irritating and hates Odette for an unknown reason, even cut ties with her, despite her big sacrifice.

It was her first time, he should have been gentle. Odette has already suffered immensely, and in the next few chapters, Bastian only makes her agony worse. So, brace yourself for the intense angst and anxiety.


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page