;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 100

  • 17 Sep
  • 8 menit membaca

※Keberadaan Cincin※

Setelah berpikir panjang, Liene hanya tahu satu hal: ia tidak ingin mengubah hubungan mereka karena alasan yang belum terjadi.

Pikirannya melayang.

Jika kau menderita karena kutukan itu, hatiku akan sangat tersiksa, tetapi rasa sakitnya tidak akan lebih menyakitkan daripada kehilangan dirimu.

[Black] "Apa yang kau pikirkan sampai memasang wajah seperti itu?"

Liene tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Lalu, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Black dan berbisik pelan.

[Liene] "Soal kunci yang Kleinfelter bicarakan. Sepertinya aku tahu benda itu apa."

[Black] "Kunci?"

Black bertanya bukan karena ia tidak tahu, melainkan karena terkejut.

[Black] "Aku dengar orang yang menculikmu adalah komandan penjaga. Apa dia tahu tentang kuncinya?"

[Liene] "Bukan. Aku menemukannya setelah mencari di arsip istana."

[Black] "Tercatat di arsip? Kalau begitu, kunci itu bukanlah sebuah rahasia."

[Liene] "Aku tidak tahu apakah kunci itu benar-benar terkait dengan kekuatan Dewa. Tapi, ada cincin keluarga kerajaan Gainers yang dikatakan mirip sebuah kunci. Cincin yang memiliki ukiran lambang kerajaan yang memanjang seperti kunci."

[Black] "..."

Raut wajah Black sedikit berubah.

[Liene] "Apa kau sudah tahu?"

[Black] "Tidak, aku tidak tahu seperti apa kuncinya... tapi aku tahu cincin itu."

Sebuah ekspresi aneh muncul di wajah Black saat mengatakan ia tahu tentang cincin itu.

[Liene] "Cincinnya seperti apa?"

Saat Liene hendak bertanya lebih jauh, Nyonya Flambard bergegas kembali dari kamar mandi.

[Nyonya Flambard] "Tuan Putri! Airnya sudah hangat. Mari kita ke kamar mandi sekarang."

Black yang sedari tadi duduk di tepi ranjang, langsung mengangkat Liene.

[Black] "Kita akan membahas detailnya setelah kau selesai mandi."

[Liene] "Itu yang membuatku khawatir. Apa ada cerita yang sangat mengerikan atau menyedihkan di baliknya?"

Perkataan Liene hanya setengahnya bercanda. Namun, Black tidak tersenyum.

[Black] "Aku juga khawatir."

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Aku khawatir kau akan sangat sedih atau menjadi ketakutan setelah mendengarkan ceritanya."

Setelah mendengarnya, Liene tidak bisa bertanya lebih jauh.

Apa yang akan membuatnya merasa sedih atau ketakutan dari cerita tentang cincin keluarga Gainers?

Black mendudukkan Liene di tepi bak mandi. Sepanjang waktu itu, ekspresinya gelap, membuat Liene merasa gelisah.

Setelah Liene masuk, terjadi sedikit ketegangan.

Nyonya Flambard sudah siap membantu Liene mandi, tetapi Black ikut campur. Ia mengatakan jika Nyonya Flambard sudah membantu Liene melepas pakaian, maka memandikan Liene adalah tugasnya.

Wajah Nyonya Flambard terlihat kesal dan frustrasi, sementara Randall tampak bingung. Ia menahan Black yang hendak masuk ke kamar mandi dan berkata,

[Randall] "Yang Mulia. Saya tidak akan mengatakan ini jika saya tidak punya firasat buruk, tapi... apakah Anda lupa? Komandan penjaga dan Kleinfelter masih belum ditangkap."

[Black] "Aku tahu. Bukankah sudah kuperintahkan untuk menangkap mereka?"

[Randall] "Ya, tentu saja. Kami sedang mencari mereka... Tapi, apa menangkap saja sudah cukup?"

Black yang ia kenal tidak akan pernah bermalas-malasan saat ada musuh yang harus dikejar. Meskipun Randall tidak bisa menyebut kegiatan memandikan istrinya sebagai kemalasan, ini sangat berbeda dari Black yang biasa ia kenal.

[Black] "Kita sudah memutus rantai utamanya."

Otak di balik semua ini adalah Baiyar. Karena ia sudah tertangkap, tidak banyak hal yang bisa Weroz dan Lafitte lakukan.

Berkat Fermos, orang-orang sudah tahu bahwa Kleinfelter adalah dalang di balik hilangnya Liene. Tidak ada bangsawan yang berani mencoba menyelamatkan Ternan Kleinfelter yang tergantung di alun-alun Dewa.

Masalah yang akan muncul adalah ketika Putri Blini mengamuk, tetapi hal itu belum mendesak.

Bagi Black, tidak ada alasan untuk mengorbankan waktu yang ia miliki bersama Liene sekarang.

[Black] "Jika ada masalah, uruslah sendiri. Jika kau tidak sanggup, panggil Fermos."

[Randall] "Tidak! Itu... apa maksud Anda? Tentu saja saya sanggup! Baik, Yang Mulia!"

Randall yang akhirnya mengerti, membungkuk dalam-dalam lalu menghilang dengan cepat.

[Nyonya Flambard] "...Sepertinya keputusan Anda sudah bulat, kali ini saya akan mengalah."

Setelah Randall pergi, Nyonya Flambard juga tidak bisa menghentikan Black.

[Nyonya Flambard] "Tuan Putri sangat lalai dengan luka-luka kecil, jadi Anda harus merawatnya dengan baik."

[Black] "Aku tahu."

Black masuk ke kamar mandi. Nyonya Flambard merasa sedikit sedih karena ia merasa kehilangan Liene, tetapi juga merasa senang melihat betapa bahagianya Black.

[Nyonya Flambard] "Saya akan menyiapkan pakaian untuknya."

Nyonya Flambard menggelengkan kepalanya pelan saat berjalan menuju kamar tidur.

[Liene] "Mereka berdua belum tertangkap, ya."

Percakapan di luar kamar mandi terdengar sampai ke dalam.

[Black] "Jangan khawatir. Mereka akan segera tertangkap, dan meskipun butuh waktu, mereka tidak akan bisa berbuat banyak."

Sama seperti sebelumnya, Liene duduk di tepi bak mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Ia tidak masuk ke dalam bak karena luka-lukanya.

Black mendekat sambil menggulung lengan baju.

[Liene] "Aku tidak khawatir. Hanya saja..."

[Black] "Hanya saja?"

[Liene] "Aku rasa akan lebih baik jika Nyonya saja yang memandikan diriku."

Black mengabaikan permintaan halus Liene.

[Black] "Tidak akan lebih baik."

[Liene] "Akan lebih baik. Aku lupa, aku tidak bisa masuk ke dalam bak mandi."

[Black] "Apa itu masalah?"

[Liene] "Ya. Aku merasa malu bahkan saat di dalam air, dan sekarang aku lebih malu lagi."

[Black] "Kalau begitu masuklah. Aku tidak akan mengalah."

[Liene] "Tidak bisa. Kakiku sakit jika terkena air."

Dengan luka seperti itu, tentu saja kakinya akan terasa sakit saat menyentuh air.

[Black] "Kalau begitu begini saja."

[Liene] "Bagaimana?"

Black melepas mantel dan sepatunya, lalu mengangkat Liene.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 100: Keberadaan Cincin. Baca Novel A Savage Proposal Chapter 100 Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Liene] "Astaga, apa yang akan kau lakukan?"

[Black] "Mendudukkanmu di dalam bak."

Black masuk ke dalam bak mandi sambil menggendong Liene. Ia mendudukkan Liene di pangkuannya seperti di sebuah kursi, lalu dengan hati-hati meletakkan kaki Liene di tepi bak.

[Liene] "Ah..."

Liene tidak pernah membayangkan akan ada cara seperti itu. Ia juga tidak pernah membayangkan akan berada di dalam bak mandi bersamanya.

Handuknya tipis, dan airnya hangat. Perasaannya menjadi terusik.

[Liene] "Ini... justru lebih memalukan."

[Black] "Kau malu karena terlihat?"

[Liene] "Ya... benar."

[Black] "Sekarang tidak ada yang terlihat."

'Tidak terlihat' apanya?

Masalahnya bukan lagi tentang apa yang terlihat, melainkan fakta bahwa tubuhnya menggunakan tubuh Black sebagai tempat bersandar.

Ini sangat aneh. Bukankah air hangat seharusnya membuat tubuh rileks dan mengantuk? Tapi aku bahkan tidak bisa bernapas. Pria ini membuatku terlalu peka akan kehadirannya.

Black mengangkat tangannya, dan suara gemericik air memenuhi ruangan. Ia menuangkan air hangat sedikit demi sedikit ke kaki Liene yang bertumpu di tepi bak mandi.

[Black] "Hatiku sakit melihatmu terluka."

Ah... tidak bisa menjawabnya dengan 'hatiku juga sakit'... Ini berbahaya karena mengancam benteng pertahanan emosionalku.

[Liene] "Kau tidak perlu merasa seperti itu. Saat terluka aku tidak merasakan sakit sama sekali."

Bibir Black menekan leher Liene.

[Black] "Jangan pernah berpikir untuk berjalan dengan kaki ini lagi. Aku akan membawamu ke mana pun kau pergi."

Meskipun tidak geli, tubuh Liene terus berkedut.

[Liene] "Kau mau merawatku seharian? Kau punya banyak hal penting untuk dikerjakan, kan?"

[Black] "Akan kulakukan. Karena bagiku, hal terpenting sekarang adalah merawat dirimu."

Ah... kata-kata seperti itu juga tidak boleh.

Liene menelan ludah dan mengubah topik.

[Liene] "Ayo kita lanjutkan pembicaraan tadi. Apa cerita menyedihkan di balik cincin itu?"

[Black] "...Aku belum mau menceritakannya."

Black menggosok kaki Liene yang terluka dengan perlahan, lalu mencium bahu Liene yang telanjang.

[Black] "Bagaimana jika kita bicarakan setelah selesai mandi?"

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Aku khawatir kau akan ketakutan."

Ucapannya terdengar konyol. Memangnya seberapa menakutkan ceritanya? Pria ini melebih-lebihkan, sangat tidak cocok untuknya.

[Liene] "Itu tidak masuk akal, kan? Jika cerita mengenai cincin, pasti sudah terjadi sangat lama, jadi tidak mungkin aku akan ketakutan."

[Black] "Lebih bagus jika kau marah."

Napas panasnya bercampur dengan desahan, lalu mengalir di bahu Liene.

[Black] "Bagaimanapun, kita bicarakan setelah mandi. Aku belum siap menghadapi Tuan Putri yang ketakutan."

[Liene] "...Tidak. Ceritakan sekarang saja."

Pria ini aneh. Kenapa dia terus mengucapkan hal seperti itu? Hingga membuatku cemas.

[Liene] "Jika menundanya tidak akan mengubah apa pun, lebih baik kita bicarakan sekarang."

Black menghentikan ciumannya.

[Black] "Kalau begitu, berjanjilah satu hal padaku."

[Liene] "Apa?"

[Black] "Jika kau harus bereaksi, berjanjilah kau akan marah."

[Liene] "...? Bagaimana jika aku tidak marah?"

[Black] "Dirimu yang tidak marah adalah hal paling menakutkan bagiku."

Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan.

Black dengan lembut mengusap kaki Liene yang menjulur keluar dari bak mandi. Rasa perih yang Liene rasakan saat menyentuh air kini memudar.

[Liene] "Aku tidak tahu kenapa kau berkata begitu, tapi jika ada situasi yang membuatku marah, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk marah."

[Black] "Kau sudah berjanji."

Black menarik Liene lebih dekat di dalam air, lalu dengan perlahan mulai bercerita.

[Black] "Cincin raja. Cincin yang dikenakan oleh raja saat penobatannya."

Ksatria Henton, yang melarikan diri dari pembantaian di tempat perburuan, menyerahkan cincin itu kepada Black. Cincin yang menjadi simbol Gainers dan identitas seorang raja.

Raja Pembrovin menyerahkan beban yang disebut Nauk kepada putranya yang sakit-sakitan, yang baru berusia delapan tahun.

[Black] "Saat itu, menjaga cincin cukup sulit bagiku."

Ia ditemukan oleh sekelompok pedagang saat tergeletak di antara mayat-mayat.

Saat itu, daerah di perbatasan Nauk, yang merupakan kerajaan terkaya di selatan, selalu ramai dengan pasar.

Bantuan datang dengan harga. Pedagang itu mengambil Black, menunggunya sadar, lalu menjualnya ke seorang pedagang budak di Kota Blue Waren.

[Black] "Aku tidak punya tempat untuk menyembunyikan cincin, jadi aku menyisipkannya ke dalam lukaku. Luka di sisi tubuhku."

Nada suara Black datar, tetapi Liene gemetar tanpa henti. Ia tidak bisa diam, jadi ia berbalik dan memeluk erat bahu Black.

[Liene] "Bagaimana... kau bisa menahannya? Pasti rasanya sangat sakit."

[Black] "Rasa sakitnya tidak bertahan lama. Lukanya membusuk dan aku ketahuan."

[Black] ā€œDan terima kasih sudah memelukku, tapi kakimu jadi terendam air."

[Liene] "Tidak apa-apa. Sekarang sudah tidak sakit."

Luka ini bahkan tidak bisa disebut sakit, dibandingkan dengan apa yang kau alami.

Kau mengalaminya sendirian, di usia delapan tahun. Sedangkan aku, aku punya dirimu di sisiku saat aku terluka. Aku punya banyak orang lain yang bisa memanjakanku.

Bagaimana bisa aku mengatakan luka ini terasa sakit?

[Black] "Tetap tidak boleh terendam air. Meskipun kau tidak merasakan sakit sekarang, kau akan kesulitan nanti. Proses penyembuhannya juga akan lebih lama."

Black memegang kaki Liene yang basah dan mengubah posisinya, menempatkan kakinya kembali di tepi bak.

Sebelum itu, ia membungkuk dan meninggalkan ciuman singkat di pergelangan kaki Liene. Ciuman yang lebih menyakitkan daripada lukanya, hingga membuat Liene hampir menangis.

[Black] "Jangan lupakan janjimu untuk marah."

Suara rendah Black bergema di belakangnya.

Liene menggigit bibirnya erat-erat dan menahan tangis.

[Black] "Cincin itu direbut."

Pedagang budak mengambil cincinnya.

Lukanya membusuk, dan ia menderita demam selama berhari-hari. Pikirannya berubah beberapa kali setiap hari. Kadang ia ingin bertahan hidup dan mendapatkan kembali apa yang direbut darinya, kadang ia hanya ingin menyerah.

[Black] "Aku melihat kesempatan dan melarikan diri."

Ia mengambil keuntungan dari kelalaian penjaga saat lukanya belum sembuh. Ia tidak punya tujuan pasti. Ia juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya merasa harus terus bergerak. Jika berhenti, ia akan kalah.

[Black] "Mungkin aku hanya tidak ingin hidup sebagai budak."

Ia terus berlari, melarikan diri, hingga tumbuh dewasa.

Di usia empat belas tahun, ia memalsukan umurnya dan bergabung dengan kelompok tentara bayaran kecil.

[Black] "Grup tentara bayaran tidak pernah bertahan lama. Aku harus terus berpindah dari satu grup ke grup lain setiap beberapa bulan, terkadang setahun sekali, terkadang tiga sampai empat tahun."

Di usia tujuh belas tahun, senjata sudah tidak terasa berat baginya. Medan perang terasa lebih akrab daripada kota. Sekitar saat itulah nama Black mulai dikenal.

Suatu hari, grup tentara bayarannya kalah dalam pertempuran. Setengah dari mereka tewas, dan sisanya, termasuk Black, ditangkap sebagai tawanan perang.

Tawanan yang tidak bisa membayar tebusan biasanya dijual kepada pedagang budak. Tentara bayaran yang kuat adalah komoditas favorit bagi para pedagang.

Pedagang budak yang membeli Black dan empat tentara bayaran lainnya kebetulan adalah pedagang budak yang sama dari Kota Blue Waren.

[Black] "Aku beruntung."

Black tertawa kecil dan menceritakan bagaimana empat tentara bayaran mengobrak-abrik rumah pedagang budak itu.

Memilih budak dengan kualitas terlalu bagus justru menjadi bumerang. Para tentara bayaran dengan mudah mengalahkan penjaga yang disewa oleh pedagang budak.

Black mengorek keberadaan cincin dari si pedagang budak, yang tubuhnya gemetar ketakutan memohon agar nyawanya diampuni.

Pedagang itu mengatakan bahwa ia sudah menjual cincinnya sejak lama.

Saat itu Black menyadari bahwa penampilannya sudah banyak berubah, karena pedagang budak bahkan tidak mengenalinya.

Di usia delapan belas tahun, pada hari itu, Black mendapatkan empat pengikut pertamanya. Tiga di antaranya adalah tentara bayaran yang ditangkap bersamanya, dan satu lagi adalah seorang budak yang membantunya melarikan diri dari pedagang budak.

Dialah Fermos.

Mereka memulai dengan lima orang, berpartisipasi dalam perang yang menguntungkan selama beberapa tahun, dan jumlah mereka terus bertambah.

Ketika usianya dua puluh tiga tahun, orang-orang mulai memanggil kelompok yang dipimpinnya dengan nama Tiwakan.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page