A Barbaric Proposal Chapter 92
- 6 Sep
- 7 menit membaca
Diperbarui: 8 Sep
ā»Keracunan (1)ā»
[Randall] "Bukan berarti kami tidak menyambut kepulangan Lord Weroz."
Randall berbicara dengan nada tegas.
[Randall] "Perselisihan dengan para penjaga... yah, saya sudah siap untuk itu. Bagi saya pribadi, saya senang Lord Weroz ada di sini. Wakil Komandan itu, saya tidak tahu apa yang dia makan, tapi di usianya yang matang dia punya sikap kolot... Ah, anggap saja Anda tidak pernah mendengarnya. Bagaimanapun, tidak ada bukti kuat, tapi perasaan saya tidak nyaman. Bukan terhadap para penjaga, melainkan orang-orang yang membawa Lord Weroz."
Liene sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan Randall. Ia setuju bahwa butuh waktu untuk semua orang beradaptasi.
[Liene] "Selain identitas mereka yang tidak jelas, apa alasan lain dirimu merasa curiga?"
[Randall] "Hmm... Jika saya harus mengatakannya, mereka tidak menyebutkan jumlah uang."
[Liene] "Mereka tidak menginginkan imbalan?"
[Randall] "Coba pikir, Putri. Apa yang diharapkan oleh orang-orang yang menemukan pasien di jalan dan membawanya? Uang, atau kehormatan atas perbuatan baik. Jika mereka menginginkan uang, mereka harusnya menyebutkan angkanya. Nauk bukan tempat yang mudah dijangkau. Mereka pasti menghabiskan banyak uang untuk perjalanan sejauh ini. Tapi mereka tidak meminta apa pun."
Klima, yang berdiri diam seperti bayangan di belakang Liene, mengangguk.
[Klima] "P-Perasaan saya tidak enak... Sangat tidak enak. Aneh saja."
[Randall] "Bungsu, kenapa kau gugup? Apa kau sakit?"
[Klima] "T-Tidak, itu... Saya hanya k-khawatir..."
Randall justru terkejut.
[Randall] "Bukankah dia biasanya tidak berbicara seperti ini?"
[Liene] "Tapi Klima, kau selalu berbicara seperti ini kepadaku."
[Klima] "Tidak... T-Tidak seperti itu..."
Randall menghela napas prihatin.
[Randall] "Kenapa kau tegang sekali? Jika ada penyusup, mereka akan bertanya, 'ada apa dengan orang ini?'"
[Klima] "S-Saya akan melakukan yang terbaik. Saya akan melakukannya."
[Randall] "Ya, ya."
Pembicaraan mereka sempat menyimpang, tetapi mereka harus mengambil keputusan.
[Liene] "Kalau begitu, begini saja. Karena sudah terlalu malam, biarkan mereka menginap. Besok, setelah menjamu mereka, kita suruh mereka pergi."
[Randall] "Itu... yah, mau bagaimana lagi. Tapi kita harus tetap mengawasi mereka."
[Liene] "Cobalah agar mereka tidak menyadarinya."
[Randall] "Tentu saja."
Setelah pembicaraan selesai, malam semakin larut.
[Liene] "Sepertinya Lord Tiwakan akan kembali lebih malam."
Liene bertanya sambil lalu, dan wajah Randall justru memerah.
[Randall] "Ada waktu tempuh dari dan ke kuil, jadi wajar saja."
[Liene] "Tentu."
Karena Klima terus mengatakan ia merasa aneh, Liene juga mulai terbawa perasaan yang sama.
[Liene] "Kalau begitu, aku akan pergi. Aku serahkan semuanya padamu."
[Randall] "Jangan terlalu khawatir, Putri. Kami akan menjaga semuanya dengan baik sampai Tuan kembali."
Hari ini terasa sangat sibuk. Ketika Liene hendak kembali ke istana utama, seorang penjaga mendekat.
[Penjaga] "Putri. Seseorang dari Kerajaan Sharka telah tiba. Mereka meminta gerbang dibuka."
[Liene] "Apa?"
[Penjaga] "Mereka tidak ingin bertemu Anda, melainkan membawa surat untuk putra Grand Duke Alito yang ada di sini."
[Liene] "Oh..."
Liene ingat bahwa saudari Dieren adalah putri Kerajaan Sharka. Kalau begitu, mereka adalah utusan yang tidak bisa ditolak.
[Liene] "Periksa identitas mereka dan buka gerbang. Pastikan para penjaga menemani mereka saat masuk."
[Penjaga] "Baik, Putri."
Kerajaan Sharka adalah negara yangĀ terletak paling dekat dengan Nauk, dan kini mereka menikmati kejayaan yang telah pudar dari Nauk selama dua puluh tahun terakhir. Karena kekeringan, banyak bangsawan dan pedagang meninggalkan Nauk dan pindah ke Sharka.
Atas dasar itu, beberapa keluarga memiliki ikatan kekerabatan dan bahkan berbagi nama yang sama di antara kedua negara. Namun, meskipun begitu dekat, hubungan antar kerajaan mereka jarang terjadi. Mungkin karena satu pihak selalu merugi dalam hubungan itu.
Bagi Kerajaan Sharka, Nauk bagaikan sarang lebah yang tidak perlu diganggu. Jika mereka menunggu, madu akan datang dengan sendirinya. Mereka tidak perlu menyerang atau memprovokasi Nauk. Karena kekeringan dan kesulitan yang dialami, kekayaan Nauk dan rakyatnya terus mengalir ke Sharka secara alami.
[Liene] "Tapi sekarang tidak lagi."
Sharka bukan lagi tempat yang terisolasi, terputus dari aliansi dan hubungan politik dengan negara lain. Dengan Lord Tiwakan menjadi saudara angkat Pangeran Dieren dan pernikahan Putri Blini dengan Pangeran Sharka, isolasi Sharka pun berakhir. Kini, bahkan Nauk pun memiliki hubungan dengan mereka.
Ditambah lagi, ada keluarga Kleinfelter yang diasingkan di Sharka. Meskipun mereka telah kehilangan status dan kekayaan, dan tidak punya kekuatan, Kerajaan Sharka tetap harus diwaspadai karena benih keluarga Kleinfelter belum sepenuhnya musnah.
[Liene] "Kita tidak bisa berpura-pura tidak tahu."
Liene bergumam pelan sambil mengetuk pintu kamar Dieren.
[Dieren] "Putri? Ada urusan apa Anda datang?"
Pintu segera terbuka. Pelayan segera mengantar Liene masuk tanpa berkata-kata.
Dieren duduk di sofa, berhadapan dengan utusan kerajaan. Di tangannya, ada surat dari Sharka.
Setelah menerima sapaan, Liene duduk di seberangnya dan menunjuk surat itu dengan matanya.
[Liene] "Kerajaan Sharka kini tidak bisa lagi disebut negara asing bagi Nauk. Saya datang untuk melihat apakah ada masalah yang perlu kita bicarakan."
[Dieren] "Masalah... Begitu."
Dieren meremas surat itu dengan tangannya. Liene terkejut melihat tangan pangeran yang bergetar, lalu memanggilnya.
[Liene] "Pangeran?"
[Dieren] "...Suami saudariku meninggal. Tiga hari yang lalu... Tidak, sudah sehari, jadi empat hari yang lalu..."
[Liene] "Itu... Maksud Anda Pangeran Bassed dari Kerajaan Sharka?"
[Dieren] "Ya."
Sungguh berita yang mengejutkan.
[Liene] "Sepengetahuan saya, dia masih muda dan sehat... Apa ada kecelakaan?"
[Dieren] "Kecelakaan... Saya tidak tahu. Tidak ada detailnya di sini. Sepertinya saudari saya menulisnya dengan tergesa-gesa."
Jelas dia berbohong.
Isi surat itu memang memuat kabar kematian suaminya yang mendadak. Namun, itu hanyalah permulaan. Selebihnya, surat itu memuat hal-hal gila yang sangat mencerminkan watak saudarinya.
Surat itu tidak menunjukkan sedikit pun jejak kesedihan atas kematian mendadak suaminya. Saudarinya telah memulai sebuah pertaruhan berbahaya yang tujuannya bahkan tidak diketahui. Di saat seharusnya ia mati-matian mempertahankan posisinya, ia justru berpikir untuk menciptakan kekacauan di negara orang lain.
[Liene] "Saya turut berduka. Lalu, apakah Anda akan pergi ke Kerajaan Sharka? Apa upacara pemakamannya sudah selesai?"
[Dieren] "Sepertinya sudah. Saya... Ya, sepertinya begitu. Kebetulan Kerajaan Sharka lebih dekat dari Nauk daripada Grand Duchy, jadi saya akan tinggal di sana sebentar untuk menghibur saudari saya."
[Liene] "Meskipun saya belum pernah bertemu Putri Mahkota Sharka, saya mohon sampaikan belasungkawa terdalam saya, mengingat hubungan antara Tiwakan dan Grand Duchy Alito."
[Dieren] "Akan saya sampaikan."
[Liene] "Kapan Anda akan berangkat?"
[Dieren] "Besok... Tidak, mungkin saya harus segera berangkat begitu semuanya siap."
[Liene] "Jika ada yang bisa saya bantu, beri tahu saya. Saya akan membantu dengan sepenuh hati."
[Dieren] "Terima kasih, Putri. Kalau begitu, saya akan mengirim pesan jika butuh bantuan. Saya harap Anda tidak menganggapnya tidak sopan meskipun sudah larut malam."
[Liene] "Dalam situasi seperti ini, tidak ada kata 'tidak sopan'."
Pangeran Alito, yang tidak lagi memuji-muji penampilan Liene, kini menjadi lebih masuk akal. Aneh rasanya mengapa ia dulu sering bertindak di luar nalar.
[Liene] "Baiklah, kalau begitu. Saya undur diri.""
Ketika Liene bangkit, Dieren berlutut untuk memberi hormat. Setelahnya, pelayan dan utusan dari Sharka juga melakukan hal yang sama.
Klima, yang tidak tahu etiket, hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mengikuti Liene keluar.
Klek.
Klima menutup pintu dengan tangannya dan berbisik.
[Klima] "Aneh sekali. Pria itu."
[Liene] "Siapa?"
[Klima] "Utusan tadi."
Sejak tadi, Klima terus mengatakan semuanya aneh.
[Liene] "Aneh kenapa?"
[Klima] "Hanya... ekspresinya..."
[Liene] "Ekspresinya?"
[Klima] "Dia terus menatap Anda, seolah-olah dia pura-pura tidak melihat. Itu sangat aneh, dan begitu juga dengan tangannya."
[Liene] "Tangannya?"
[Klima] "Dia terus mengepalkan salah satu tangannya. Itu sangat aneh."
Semuanya terasa janggal, namun tidak bisa dijelaskan dengan pasti.
[Liene] "Jika begitu, kita harus tetap waspada."
[Klima] "Harus berhati-hati. Ini benar-benar aneh."
Kecemasan keluar dari bibir Liene.
[Liene] "...Semoga Lord Tiwakan segera kembali."
Hanya beberapa jam sejak Black meninggalkan istana, tetapi rasanya sudah berhari-hari.
[Utusan] "Hampir saja ketahuan."
Utusan dari Kerajaan Sharka membuka tangannya yang mengepal. Di dalamnya ada sebuah botol kecil. Sangat kecil sampai tidak jelas untuk apa kegunaannya.
[Dieren] "Apa-apaan ini! Ini gila!"
Dieren melemparkan surat yang tadi ia remas.

Keringat dingin dari telapak tangannya telah membasahi dan meninggalkan noda di seluruh surat.
[Baiyar] "Sst, Pangeran. Jika Anda bicara sekeras itu, orang di luar bisa mendengarnya."
Utusan yang dikirim oleh saudari Dieren bukanlah orang Kerajaan Sharka. Dia pelayan yang telah lama melayani saudarinya.
Saudari Dieren menerima Baiyar sebagai hadiah pernikahan. Ia mantan budak dari Kerajaan Lekes. Ayah mereka pasti akan berteriak, āLebih baik ambil semua emas dengan sekop saja!ā (sang ayah lebih rela kehilangan harta benda daripada melihat putrinya membawa budak ke istana), namun ia tetap tidak bisa mematahkan kekeraskepalaan putrinya.
Nama Baiyar bahkan terdengar rendahan, tapi ia tidak berusaha mengubahnya.
[Dieren] "Jawab aku! Kenapa saudariku mengirim surat kematian suaminya dan meminta Putri Nauk dibawa pergi! Bahkan dengan racun berbahaya seperti Kabino!"
[Baiyar] "Anda keliru. Kami membutuhkan Kabino untuk membawanya. Dia tidak akan mudah dibujuk dalam keadaan sadar."
[Dieren] "Jadi, kenapa!"
[Baiyar] "Saya tidak tahu sejauh itu. Saya hanya mengikuti perintah Putri Alito."
Meskipun saudarinya sudah menikah, ia masih memanggilnya 'Putri Alitoā.
Dieren yakin Baiyar sudah lama bersekongkol dengan saudarinya. Ia tidak peduli, tetapi ia merasa jijik melihat pria itu berlagak seolah ia adalah segalanya bagi saudarinya.
[Dieren] "Apa kau sedang mempertaruhkan leherku demi hal yang bahkan kau tidak mengerti? Apa kau lupa kalau ini sarang Tiwakan?"
[Baiyar] "Itu akan menjadi urusan saya."
[Dieren] "Memangnya kau siapa sampai bisa mengurusnya?"
[Baiyar] "Saya yang akan memberikan racunnya. Anda hanya perlu memanggil Putri Nauk ke kamar ini pada waktu yang tepat."
[Dieren] "Gila... Apa kau pikir rencanamu akan berhasil? Apa kau pikir Tiwakan akan diam saja?"
[Baiyar] "Pemimpin mereka tidak ada di tempat, kan?"
[Dieren] "...Apa?"
Dieren terkejut, bukan karena ia tidak tahu Black tidak ada, tetapi karena Baiyar, yang baru saja tiba, tahu keberadaan Black.
[Dieren] "Bagaimana... Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
[Baiyar] "Saya tidak tiba hari ini. Saya sudah datang lebih awal dan mengawasi situasi."
[Dieren] "Apa? Sejak kapan kau ada di sini?"
[Baiyar] "Saya berangkat sebelum Pangeran Bassed meninggal."
[Dieren] "Apa... Kau gila..."
Mengirim surat kematian sebelum suaminya meninggal berarti ia tahu suaminya akan mati. Pangeran Based tidak menderita penyakit yang mematikan, jadi hanya ada satu kesimpulan: saudarinya membunuhnya.
[Dieren] "Dia membunuhnya... Baiklah. Anggap saja dia sudah muak dengan suaminya yang lemah dan suka main perempuan. Dia adalah saudariku, jadi mungkin dia bisa melakukannya. Tapi kenapa dia menculik Putri Liene? Apa dia tahu siapa Putri Liene? Mengapa dia... Sialan."
Wajah Dieren berkerut saat ia melanjutkan kalimatnya.
[Dieren] "Dia belum menyerah. Dia masih menginginkan pemimpin Tiwakan."
Baiyar mengulangi kata-katanya dengan senyum ambigu yang tidak mengiyakan atau menolak.
[Baiyar] "Seperti yang sudah saya katakan, saya akan mengurus semuanya. Anda hanya perlu melakukan satu hal."
[Dieren] "...Jika aku menolak?"
[Baiyar] "Tidak akan ada yang berubah. Saya membawa racun, saya bawahan Putri Alito, dan saya adalah utusan yang datang untuk menemui Anda."
Artinya, mereka sudah berada di perahu yang sama.
[Baiyar] " Grand Duke juga berpikiran sama. Sudah beberapa tahun ini Grand Duke mengatakan bahwa emas yang dikirim ke Tiwakan sangat disayangkan."
[Dieren] "..."
Hanya ada satu pemikiran yang terlintas di benak Dieren saat ini: Seharusnya ia pergi sejak Black melepaskan tangannya.
Komentar