A Barbaric Proposal Chapter 91
- 6 Sep
- 7 menit membaca
ā»Kembalinya Werozā»
-Raja mencuri kekuatan dewa.
Apakah mungkin? Bagaimana bisa manusia mencuri air?
Tenggelam dalam pikirannya, Liene tanpa sadar mencengkeram rambutnya. Ia terkejut ketika jari Klima menyentuh keningnya.
[Liene] "Kenapa...?"
[Klima] "Ugh, a-ah... Tidak! Maksud saya, tangan saya...!"
Klima tampak lebih terkejut daripada Liene. Ia buru-buru mundur dan mengibas-ngibaskan tangannya.
[Klima] "Tangan saya hanya... Saya tidak bermaksud... hanya... hanya... karena ada kerutan..."
[Liene] "Oh..."
Liene mengangguk seolah mengerti.
[Liene] "Baiklah. Aku mengerti maksudmu. Tapi jangan lakukan itu lagi."
Apa yang dilakukan Klima sama seperti apa yang Liene lakukan pada Black hari ini. Menghilangkan kerutan di kening yang terlihat menyakitkan. Meskipun ia tidak bisa mengatakan perasaan Klima sama persis dengan perasaannya, ia tidak membutuhkan orang lain selain Black untuk melakukan hal serupa.
[Klima] "S-Saya mengerti... Maafkan saya."
Klima menundukkan kepalanya dalam-dalam.
[Liene] "Aku tidak marah karena kau peduli pada kerutanku. Hanya saja, kau tidak perlu melakukannya."
[Klima] "S-Saya mengerti."
Klima mundur dengan wajah yang sangat menyesal. Liene baru menyadari seberapa dekat mereka tadi. Merasa suasana canggung, Liene mengalihkan pembicaraan.
[Liene] "Kau bersama Nyonya Henton sebelum ke sini, kan? Bagaimana keadaannya? Sudah jauh lebih baik?"
[Klima] "Y-Ya. Ibu saya sudah jauh lebih..."
[Liene] "Jauh lebih...?"
Saat itulah.
Tiba-tiba, mata Klima memancarkan kilatan dan ia membekap mulut Liene.
[Liene] "..."
[Klima] "Sst."
Klima berkata dengan suara yang sangat pelan kepada Liene yang terkejut dan mencoba melepaskan tangannya.
[Klima] "Sepertinya ada seseorang di luar."
[Liene] "..."
Klima mematikan lilin dengan telapak tangannya tanpa suara. Kegelapan mencekam menyelimuti mereka.
[Black] "Aku merasa tidak nyaman."
Itu saat-saat ketika tangga kuil yang belum selesai terlihat samar-samar.
Bahkan saat ia berlari dengan kecepatan menakutkan, Black melontarkan kata-kata itu pada dirinya sendiri.
[Fermos] "Apa ada... Hah... masalah?"
Fermos sudah terbiasa dengan hal itu. Black adalah tipe orang yang tidak pernah memberikan kelonggaran, baik pada musuh maupun pada pengikutnya.
[Black] "Henton. Nama barunya Renfel, kan?"
[Fermos] "Maksud Tuan si bungsu kita yang lucu?"
Black menoleh ke arah Fermos dengan ekspresi terkejut.
[Black] "Lucu?"
[Fermos] "Semua orang, hah, menganggapnya lucu karena kita sudah lama tidak punya anggota termuda."
[Black] "Bukankah dia... mengabdi dengan membabi buta?"
[Fermos] "Ah, hah, justru itu yang membuatnya semakin lucu, bukan? Dia seperti anak burung yang mengikuti induknya."
[Black] "Masalahnya, induknya itu Liene."
[Fermos] "Ah, begitu... Ternya itu maksud Tuan."
Fermos menelan suara erangan dalam hati.
Semua orang sudah menyadari bahwa Klima, yang diberi nama baru Renfel, sangat buta pada Putri Liene. Di tengah kelas, ia yang biasanya fokus, terkadang tiba-tiba melamun. Itu terjadi ketika ia melihat sekilas Putri Liene dari jauh.
Alasan ia menjadi 'bungsu' dari Tiwakan, terlepas dari usianya, adalah karena keinginannya untuk menjadi ksatria pelindung Arsak.
Fermos tidak melihatnya sebagai masalah. Sama seperti ia bisa menjadi pengawal yang sempurna karena masa lalunya sebagai pembunuh, perasaan butanya yang lebih dalam dari sekadar kasih sayang, akan memainkan peran penting dalam melindungi sang Putri.
[Fermos] "Justru itu, kita bisa menyerahkan keselamatan Putri padanya. Si bungsu tidak akan punya niat buruk..."
[Black] "Aku tahu."
[Fermos] "Lalu?"
[Black] "Aku tidak suka, siapa pun itu."
[Fermos] "Ah..."
Fermos, yang tidak tahu apa-apa tentang romansa, akhirnya mengerti apa yang Black katakan.
Jadi maksudnya, dia hanya tidak suka setiap bajingan yang berkeliaran di dekat Putri Liene.
Apa dia memang orang seperti ini sejak awal...? Mungkin iya. Hanya aku saja yang tidak tahu.
[Fermos] "Kalau begitu, kita ganti pengawal Putri dengan orang lain?"
[Black] "...Tidak. Henton yang terbaik."
[Fermos] "Itu sudah jelas. Kita sudah mencapai kesimpulan itu."
[Black] "Tapi aku tetap tidak suka."
[Fermos] "..."
Fermos memutuskan untuk mengalihkan topik. Black juga tidak menyuruhnya mencari alternatif lain. Dia hanya tidak bisa menahan diri untuk mengeluh karena merasa tidak nyaman.
Ah, jadi Tuan juga bisa mengatakan hal-hal tidak penting seperti ini...
[Fermos] "Mengenai Kardinal."
Syukurlah, topiknya berhasil dialihkan. Bagaimanapun, ini hal yang lebih penting. Atau mungkin bagi Tuannya, yang lainnya lebih penting. Terserahlah.
[Fermos] "Saya sudah memikirkannya, tapi masih ambigu. Apa Anda percaya padanya?"
[Black] "Tidak."
Jawabannya begitu cepat sehingga Fermos terkejut.
[Fermos] "Apa Anda yang mengangkatnya menjadi Kardinal?"
[Black] "Dia kebetulan cocok. Berkat dia, pernikahan dan masalah perjanjian sialan itu selesai."
[Fermos] "Ya, benar. Lalu, 21 tahun lalu, apakah Kardinal Manau berada di pihak mereka?"
[Black] "Setahuku, iya."
Ksatria Henton, yang memeluknya, berkata:
-Dewa akan mengingat apa yang kalian lakukan.
Seseorang dari keluarga Kleinfelter menyeringai dan menjawab:
-Entahlah. Sepertinya para pendeta akan mengurus murka dewa untuk kami.
-Jika dewa mengutuk keturunan Gainers, maka bukankah kita yang menghancurkan keturunan mereka adalah utusan dewa?
Saat itu, ia samar-samar menyadari. Meskipun Henton percaya mereka akan selamat di kuil, ia tahu mereka tidak akan bisa.
Kardinal adalah mulut dewa. Dialah yang mengumumkan berkat atau kutukan dari dewa. Orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung, yaitu para pendeta yang dimpimpin oleh kardinal, justru berada di pihak pemberontak.
[Fermos] "Kalau begitu, kondisi tubuhnya... mereka pasti berselisih di tengah jalan."
[Black] "Salah satu dari dua kemungkinan. Mereka berselisih, atau dia hanya dimanfaatkan dan dibuang sejak awal."
[Fermos] "Kedua kemungkinan itu masuk akal, tapi bukankah lukanya terlalu banyak? Lukanya terlihat seperti bekas penyiksaan, bukan untuk membunuh."
[Black] "Penyiksaan... masuk akal. Mereka pasti menduga Manau tahu sesuatu."
[Fermos] "Pasti. Tapi penyiksaan itu tidak berhasil, jadi mereka mengangkat Kardinal baru dan mengambil alih kuil... Hmm, kalau begitu, sayang sekali. Sepertinya Kardinal Manau juga tidak tahu apa-apa."
[Black] "Tetap saja, kita harus bicara dengannya. Setidaknya kita bisa tahu kunci apa yang dimaksud."
[Fermos] "Ah, Anda benar."
Di antara percakapan mereka, Tiwakan tiba di depan tangga kuil. Mulai dari sini, mereka harus berjalan kaki.
Buk... buk... buk.
Suara langkah kaki yang jelas berhenti.
Tok... tok.
Lalu terdengar suara ketukan.
[Wakil Komandan] "Putri. Apa Anda ada di dalam?"
[Liene] "..."
Liene mengenali suara itu. Aneh, tapi itu suara Wakil Komandan Pasukan Penjaga. Liene memberi isyarat agar Klima melepaskan tangan dari mulutnya. Klima yang terlambat menyadari siapa itu, dengan tergesa-gesa melepaskan tangannya.
[Liene] "Ya. Masuk."
Wakil Komandan yang masuk tampak bingung.
[Wakil Komandan] "...? Apa yang Anda lakukan di tempat gelap seperti ini? Dan pria itu..."
[Liene] "Saya sedang membaca arsip kerajaan, tapi lilinnya jatuh dan mati. Saya jadi bingung. Dia orang yang ditugaskan oleh Lord Tiwakan untuk mengawal saya secara pribadi."
[Wakil Komandan] "Oh, jadi begitu? Saya belum mendengar apa pun tentang pengawal pribadi..."
[Liene] "Itu diputuskan setelah pernikahan. Omong-omong, ada urusan apa kau datang selarut ini? Apa terjadi sesuatu?"
[Wakil Komandan] "Ya, Putri. Lord Weroz sudah kembali. Sepertinya lebih baik menyampaikannya sekarang..."
[Liene] "Astaga! Lord Weroz?"
Ia adalah orang yang tidak terdengar kabarnya selama lebih dari sebulan.
Liene bangkit dari tempat duduknya.
[Liene] "Apa dia sudah sampai di istana? Di mana dia? Apa dia ingin bertemu denganku?"
[Wakil Komandan] "Itu... ada masalah."
[Liene] "Masalah apa?"
[Wakil Komandan] "Dia terluka parah."
[Liene] "Terluka... Seberapa parah?"
[Wakil Komandan] "Sampai sulit untuk bergerak... Untuk sementara, kami sudah menempatkannya di barak penjaga."
Artinya, ia terbaring di tempat tidur.
Liene mengangguk.
[Liene] "Kalau begitu, aku akan ke sana. Tolong antar aku ke sana."
[Wakil Komandan] "Baik, Putri."
Wakil Komandan membungkuk dan berbalik.
Klima dengan hati-hati mencengkeram ujung jubah Liene dari belakang.
[Klima] "Bagaimana kalau besok pagi..."
[Liene] "Kenapa? Apa ada alasanya?"
[Klima] "Tidak, hanya... karena sudah terlalu malam."
[Liene] "Lord Weroz orang yang sangat penting bagiku. Aku tidak bisa mengabaikannya hanya karena sudah larut malam."
[Klima] "Kalau... begitu..."
Klima melepaskan cengkeramannya dari jubah Liene, seolah tidak ada pilihan lain. Namun, wajahnya tetap kaku. Entah mengapa, ia merasa aneh sejak beberapa saat yang lalu.
[Klima] "H-Hati-hati..."
Liene mengira Klima hanya gugup karena ini tugas pertamanya sebagai pengawal.
Dia menutup mulutnya dan mematikan lilin seolah akan terjadi sesuatu yang besar, tetapi yang muncul hanyalah Wakil Komandan Pasuka Penjaga.
[Liene] "Aku mengerti."
Liene sedikit menggenggam tangan Klima untuk meyakinkannya. Ia masih tidak percaya Weroz sudah kembali.
[Wakil Komandan] "Ini dia, Putri. Dia masih belum sadar."
Weroz terbungkus oleh bidai dan perban.
[Liene] "Astaga... Bagaimana dia bisa terluka seperti ini?"
Ada suasana aneh di barak penjaga yang terletak di bawah tembok istana. Sejak Tiwakan diberi nama baru Ksatria Pelindung Arsak, ada persaingan yang tidak terlihat antara mereka dan penjaga yang sudah ada.
Tiwakan ingin membubarkan penjaga yang tidak berguna, sementara para penjaga memperlakukan mereka seperti penyusup asing. Seluruh pasukan bayaran mendapatkan gelar ksatria, membuat posisi para penjaga semakin canggung.
Hanya sedikit penjaga yang memiliki gelar ksatria. Meskipun secara teknis Ksatria Kerajaan dan Penjaga memiliki tugas yang berbeda, pekerjaan para penjaga tidak sebanding dengan Tiwakan.
Akhirnya, Fermos dan Radall memutuskan untuk mereformasi tugas para penjaga. Meskipun pertahanan istana menjadi lebih kuat, ketidakpuasan para penjaga semakin besar.
Kepulangan Weroz terjadi di tengah situasi ini. Jika ia kembali sendirian, suasananya mungkin berbeda. Namun, karena ia sulit bergerak, ia dibawa oleh orang lain. Identitas orang yang membawanya tidak diketahui. Berdasarkan pedang yang mereka bawa, mereka terlihat seperti ksatria, tetapi ketegangan terlihat jelas.
Tentu saja, Tiwakan mengawasi mereka. Para penjaga bersikeras bahwa mereka harus diperlakukan sebagai tamu, karena mereka adalah pahlawan yang membawa Weroz kembali.
[Wakil Komandan] "Saya tidak tahu. Menurut orang-orang yang membawanya, mereka menemukan Lord Weroz tergeletak di jalan dan ia meminta mereka untuk membawanya kembali ke Nauk saat ia sadar."
[Liene] "Begitu."
Liene menatap Weroz dengan wajah sedih.
Dalam arti tertentu, Weroz telah berjuang sia-sia selama sebulan terakhir. Rahasia Tiwakan yang ia coba cari akhirnya diketahui oleh Liene, dan menjadi luka samar yang mereka rawat bersama. Liene khawatir akan merasa lebih putus asa ketika Weroz bangun.
[Liene] "Di mana dokternya? Apa dia sedang dalam perjalanan?"
[Wakil Komandan] "Itu... Sebenarnya sudah malam, jadi saya ingin bertanya pada Anda."
[Liene] "Begitu. Tolong segera kirim seseorang. Meskipun sepertinya ia sudah diobati, kita tidak tahu kapan, jadi kita butuh dokter."
[Wakil Komandan] "Saya mengerti. Akan saya lakukan."
[Liene] "Bagaimana dengan orang-orang yang membawa Lord Weroz? Apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?"
[Wakil Komandan] "Kami sudah menempatkan mereka di barak penjaga. Mereka sepertinya menginginkan imbalan, jadi saya juga ingin bertanya pada Anda..."
Ekspresi Wakil Komandan menjadi kaku tanpa sadar.
[Wakil Komandan] "...Tapi pihak Tiwakan mengatakan untuk memberi mereka uang dan mengusir mereka. Padahal mereka tamu kita."
Liene membaca isi hati Wakil Komandan dari ekspresinya.
Wakil Komandan tidak menyetujui keputusan Tiwakan.
[Liene] "Apa alasan mereka mengatakan itu?"
[Wakil Komandan] "Alasannya mereka tidak bisa menjamin identitas mereka. Apa lagi jaminan yang lebih baik daripada mereka membawa Lord Weroz kembali?"
[Liene] "Apa yang mereka inginkan?"
[Wakil Komandan] "Mereka mengatakan sangat lelah dari perjalanan dan ingin beristirahat. Akan sulit mencari tempat menginap jika mereka pergi sekarang. Apa gunanya uang? Mereka tidak bisa menggunakannya sekarang."
[Liene] "Aku akan bicara dengan Tiwakan. Tolong bawa dokter. Para penjaga, fokuslah pada kondisi Lord Weroz."
[Wakil Komandan] "Putri... Apa Anda membela pihak Tiwakan?"
[Liene] "Tuan. Apa kau tahu nama baru Tiwakan adalah Ksatria Pelindung Arsak? Mengatakan aku bersikap memihak, itu tidak benar."
[Wakil Komandan] "...Saya salah bicara. Saya akan melakukan yang Anda perintahkan."
Wakil Komandan mengalah. Dia orang yang setia, tetapi saat ini, ketidakpuasannya terhadap Tiwakan lebih besar.
Liene mengalihkan pandangan darinya dan meraih tangan Weroz yang terbaring di tempat tidur.
[Liene] "Lord Weroz... Kau sudah berjuang keras. Aku yakin kau akan segera pulih."
[Weroz] "..."
Di bawah cahaya lilin yang redup, kelopak mata Weroz sedikit bergetar.

Komentar