;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 90

  • 6 Sep
  • 6 menit membaca

※Kekuatan yang Hilang※

[Fermos] "Gila, benar-benar gila. Dia bajingan kejam. Menipu seorang anak kecil. Bukan, itu bahkan lebih dari sekadar penipuan, lebih tepatnya adalah pengkhianatan."

Fermos yang jarang marah, meninggikan suaranya. Ia menatap Liene.

[Liene] "Aku tidak bisa membantahnya."

Kejahatan keluarga Kleinfelter tidak ada habisnya. Dengan kekuasaan yang mereka bangun, mereka menghisap kerajaan yang sekarat ini seperti lintah.

Ayah Liene menjadi raja dengan bantuan kekuatan itu. Black berkata ia tidak peduli, tetapi Liene merasa tidak akan pernah bisa memaafkan darah yang mengalir di nadinya.

[Black] "Jangan pikirkan yang tidak-tidak."

Black langsung tahu apa yang membuat wajah Liene masam.

[Black] "Bukan salahmu jika keluarga Kleinfelter terlahir dengan watak buruk."

[Liene] "Aku tahu. Tapi..."

[Black] "Jika kau tahu, sudah cukup. Tidak perlu ada kata-kata lain."

[Liene] "..."

[Black] "Setiap kali berpikir seperti itu, aku akan menciummu. Di mana pun kita berada."

Kata-kata Black yang tegas membuat Liene tersenyum miris, meski situasinya tidak lucu.

[Liene] "Jangan bicara seolah ciuman adalah segalanya. Ciuman tidak akan menyelesaikan masalah."

[Black] "Tapi bisa membungkam mulutmu."

[Liene] "Membungkam mulut tidak akan membuat masalahnya hilang."

[Black] "Masalahnya akan hilang. Karena aku akan terus menciummu seumur hidupku."

[Liene] "..."

Alasan konyol macam apa itu?

Namun, kedua tangannya lebih dulu memeluk Black.

Mau bagaimana lagi.

Jika pria ini akan terus berpegang pada alasannya yang tidak masuk akal seumur hidupnya, aku harus menurutinya. Jika itu yang harus kulakukan.

Tangan Black membelai punggung Liene dengan lembut.

[Black] "Ayahku bukanlah raja yang baik, bahkan dalam ingatanku. Perbuatan keluarga Kleinfelter memang berdasarkan ambisi, tapi mereka pasti memiliki alasan untuk melibatkan bangsawan lain."

[Liene] "Apa alasannya... apa ada hubungannya dengan 'mencuri kekuatan dewa'?"

[Black] "Mungkin."

[Liene] "Kardinal pasti tahu apa maksdunya."

Liene menemukan petunjuk. Ia mengangkat wajahnya yang tadi tersembunyi di dada Black.

[Liene] "Kau bilang Ternan Kleinfelter pernah datang ke kuil. Dia tidak mungkin bisa masuk tanpa ketahuan. Pasti ada seseorang yang menyelundupkannya. Kardinal saat itu mungkin tahu apa yang terjadi."

[Fermos] "Ah, mungkin saja! Kalau begitu, kita harus pergi ke kuil sekarang!"

Fermos menaikkan kacamatanya, suaranya meninggi.

[Fermos] "Menurut dugaan saya, pasti berhubungan dengan anomali di Nauk."

[Liene] "Anomali?"

[Fermos] "Semua ini tidak mungkin kebetulan. Pemberontakan terjadi 21 tahun lalu, dan kekeringan di Nauk juga dimulai 21 tahun lalu. Bukankah Anda mengatakan itu 'kekuatan dewa'? Hujan berada di bawah kendali dewa.."

Liene tertegun, seolah ia baru saja dipukul.

Sungguh tidak bisa dipercaya.

[Liene] "Apa... manusia bisa mencurinya? Maksudku, apa manusia bisa mencuri hujan...?"

[Fermos] "Secara logika, itu tidak mungkin. Tapi pasti ada sesuatu. Ah, saya seharusnya langsung menindaklanjuti ketika Tuan mengatakan akan membawa para ahli iklim. Jika saja itu dilakukan, kita akan lebih mudah mendapatkan jawaban."

Itu juga hal yang mengejutkan.

[Liene] "Kau memikirkan sudah memirkannya sejauh itu?"

Liene menoleh cepat ke arah Black.

[Black] "Aku berencana melakukannya perlahan-lahan. Waktu kita masih banyak."

[Liene] "Hah... Seberapa jauh lagi kau akan membuatku terkejut? Aku sama sekali tidak memikirkan hal seperti itu."

[Black] "Kau juga pasti akan memikirkannya. Jika tidak ada Kleinfelter."

[Liene] "Akan kubuktikan."

Liene memeluk Black lagi. Black tersenyum pelan, seolah gemas dengan Liene.

[Liene] "Aku juga akan melakukan sesuatu. Ini hal yang seharusnya kulakukan."

[Black] "Aku akan menunggu."

Fermos menyela.

[Fermos] "Umm... Hubungan kalian sangat baik, dan, um, saling mengangkat martabat satu sama lain sebagai penguasa adalah hal yang sangat, sangat, sangat baik, tetapi mohon ingat bahwa ada hal yang lebih mendesak. Akan lebih efektif jika Tuan sendiri yang bertemu Kardinal, karena Tuan-lah yang tahu apa yang terjadi di masa lalu."

[Black] "Aku juga berpikir begitu."

[Fermos] "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang? Tidak ada alasan untuk menunda."

Tidak ada alasan untuk menunda. Terlebih lagi, sekarang Ternan Kleinfelter menghilang. Lebih cepat mereka bertindak, lebih baik.

[Black] "Baiklah." [

Liene] "Aku ikut."

Liene melepaskan pelukannya.

[Black] "Tidak. Kau tetap di sini."

[Liene] "Kenapa? Siapa tahu aku tahu sesuatu."

[Black] "Mungkin saja, tapi Kleinfelter ada di luar sana. Aku tidak bisa membiarkanmu terekspos begitu saja, karena kita tidak tahu orang seperti apa dia."

Liene merasa Black terlalu berhati-hati, tetapi ia tidak bisa menentangnya. Ia juga tahu perasaan itu. Perasaan yang membuatnya tidak bisa membiarkan orang yang ia sayangi menginjakkan kaki di perairan dangkal sekalipun.

Karena aku juga akan melakukan hal yang sama.

[Black] "Kita bisa membuat langkah lebih cepat jika kau tetap di dalam istana."

[Liene] "Baiklah."

Liene berjinjit dan memeluk leher Black.

[Liene] "Kalau begitu, cepatlah kembali. Sampai membuatku terkejut."

Black memeluk pinggang Liene dan mengangkatnya sedikit. Ia tahu seberapa tinggi yang paling nyaman bagi Liene untuk memeluk lehernya.

[Black] "Akan kulakukan. Jadi, kau juga buat aku terkejut."

[Liene] "Bagaimana caranya?"

[Black] "Aku serahkan padamu."

[Liene] "Hmm... Aku tidak yakin bisa membuatmu terkejut."

[Black] "Rasanya tidak. Kau adalah orang yang paling sering membuatku terkejut dari semua orang yang pernah kutemui."

Black berbisik pelan sambil menekan telinga Liene dengan bibirnya.

[Black] "Aku berangkat."

Ini hanya perjalanan singkat ke kuil, tapi mengapa terasa begitu menyakitkan?

Aku sepertinya sudah tidak bisa menoleransi perpisahan dari pria ini, walaupun hanya sebentar.

[Liene] "Cepat kembali."

[Black] "Kalau kau terus begini, aku tidak akan bisa pergi."

Black tersenyum dan menurunkan Liene. Namun, tidak seperti gerakannya yang lembut, matanya terus menatap Liene dengan intens.

[Black] "Jangan tidur, tunggu aku."

[Liene] "Akan kulakukan."

Black meninggalkan tatapan yang seolah menempel di kulit Liene, lalu pergi menuju kuil.

[Klima] "J-Jangan takut. Saya datang ke sini karena disuruh berada di samping Anda."

Black pergi, dan bulan sudah terbit. Biasanya, ini waktu untuk bersiap-siap tidur. Tapi malam ini, Liene tidak ingin tidur. Kini, ia tidak lagi ingin tidur sendirian di ranjang.

Ia duduk di dekat jendela, tanpa mandi atau berganti pakaian. Tak disangka, Klima datang.

[Liene] "...? Saya tidak takut. Tapi kenapa kau di sini? Kau seharusnya berada di sisi Nyonya Henton."

[Klima] "I-Ibu saya bersama temannya... Ah, maksud saya, ada nyonya lain... Ah, tapi saya harus berada di samping Putri."

[Liene] "Siapa yang bilang?"

[Klima] "Pangeran Fernand... Tidak, Tuan. Dan juga wakilnya."

Liene tidak tahu, tapi karena Klima pernah dilatih sebagai pembunuh. Karena ia adalah pembunuh yang ulung, ia juga bisa menjadi pelindung yang baik.

Black tidak melupakan kejadian saat Liene menghilang di dalam istana Nauk. Ia juga tahu bahwa keluarga Kleinfelter akan melakukan apa saja.

Namun, melihat Klima yang lugu, sulit dipercaya bahwa ia adalah seseorang yang disiapkan untuk menjadi pembunuh. Ditambah lagi, di dekat Liene, lehernya akan memerah dan ia akan gagap, membuatnya terlihat lebih canggung.

Ini sepertinya dimulai sejak Liene memberinya kue lezat.

[Liene] "Ah, kebetulan sekali. Aku tidak bisa tidur dan berencana melihat-lihat arsip kerajaan. Mau menemaniku?"

[Klima] "Saya akan mengantar Anda ke mana pun. Ke mana pun."

Liene sedikit tersenyum melihat wajah Klima yang memerah saat ia menjawab dengan serius.

[Liene] "Terima kasih, Lord Renfel."

Setelah pernikahannya, Liene memanggil Klima dengan nama barunya. Secara teknis, Klima belum menjadi ksatria, tapi sebagai bentuk penghormatan kepada Ksatria Henton, putranya juga diberi gelar 'Lord'.

[Liene] "Silakan duluan. Kita harus pergi ke kantor Raja."

[Klima] "T-Tidak, saya harus di belakang... Maksud saya, saya tidak tahu jalannya, jadi Putri harus di depan..."

[Liene] "Ah, begitu. Kalau begitu, tolong ambilkan lilin. Lorongnya pasti gelap."

[Klima] "Y-Ya, ya."

Klima mengambil lilin yang masih menyala dan memberikannya pada Liene.

[Liene] "Aduh, itu panas! Kau harus memegang tempat lilinnya!"

Liene buru-buru mengambilnya. Seperti anak yang dimarahi, Klima mengangkat bahunya.

[Klima] "A-Aku tahu... Ah, tidak apa-apa jika aku memegang yang panas. Aku sudah sering melakukannya, jadi tidak terasa sakit lagi."

[Liene] "Mencengkeram lilin yang panas dengan tangan kosong adalah bagian dari doa pertobatan?"

[Klima] "Salah satunya."

[Liene] "...Kau bilang kau tidak akan melakukan doa pertobatan lagi. Jadi, jangan pegang lilin panas."

[Klima] "S-saya mengerti."

Leher belakang Klima kembali memerah tanpa alasan.

[Liene] "Ayo, sekarang."

Karena ia berjalan di depan, Liene tidak menyadari bahwa Klima, yang mengikutinya dengan patuh, tidak pernah lengah saat ia melihat ke arah koridor yang gelap.

Ketika Liene memikirkan arsip kerajaan, ia tidak terlalu menganggapnya serius. Ia hanya ingin tetap terjaga sampai Black kembali dan berpikir harus melakukan sesuatu.

Saat ia melihat-lihat arsip, niat ringannya menghilang. Liene tenggelam dalam dokumen-dokumen itu.

Ia bahkan tidak menyadari bahwa rambutnya hampir terbakar karena terlalu dekat dengan api lilin untuk membaca tulisan yang pudar.

Jika Klima tidak terkejut dan merebut lilin itu, sebagian rambutnya pasti sudah terbakar.

Karenanya, Klima harus memegang lilin panas itu dengan tangan kosong lagi. Akhirnya Liene sadar dan menyerahkan lilin sepenuhnya pada Klima.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 90: Kekuatan yang Hilang. Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Klima] "Apa... apa yang Anda cari?"

[Liene] "Curah hujan. Mereka selalu mencatatnya setiap kali hujan turun."

[Klima] "Seberapa sering hujan yang turun?"

[Liene] "Benar."

Liene teringat bahwa Klima lebih tua dari Black.

[Liene] "Apa kau punya ingatan saat masih kecil? Lebih dari 20 tahun yang lalu. Apakah sering hujan saat itu?"

[Klima] "Hujan... um... Saya tidak yakin. Sepertinya lebih sering daripada sekarang... Tapi hujan turun berbeda setiap musim..."

[Liene] "Catatannya juga begitu."

Jika dibandingkan, sekarang memang sedang kekeringan. Musimnya juga, dan hampir tidak pernah hujan.

Namun, bahkan dengan catatan dari tahun-tahun sebelumnya, curah hujan tidak jauh lebih tinggi dari sekarang. Ada banyak hari di mana hujan tidak turun dalam waktu yang lama.

Satu-satunya perbedaan adalah tidak ada catatan Sungai Evert mengering.

[Liene] "Lihat di sini. Dikatakan bahwa saat itu tidak hujan selama lebih dari setengah tahun. Tapi panen dan pajak yang dibayarkan ke istana tidak berkurang."

[Klima] "Apa...?"

[Liene] "Meskipun tidak hujan, air tidak kekurangan. Berbeda dengan sekarang."

[Klima] "Oh...? Kenapa... kenapa bisa?"

[Liene] "Itu yang tidak kuketahui."

Sungai Evert mengalir melimpah, dan sembilan air terjunnya menciptakan pelangi yang indah setiap hari. Berdasarkan pajak saat itu, Nauk benar-benar tempat yang makmur.

Hujan yang sedikit juga menjadi masalah, tetapi terlalu banyak hujan juga menyulitkan pertanian. Nauk memang bukan tempat yang sering diguyur hujan, tetapi air selalu berlimpah. Nauk adalah tanah yang diberkati oleh dewa.

[Liene] "Kenapa sungainya mengering? Bersamaan dengan sembilan air terjunnya."

Seolah-olah seseorang telah mengambil semua air yang ada.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page