;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 88

  • 5 Sep
  • 7 menit membaca

※Sesuatu yang Ditinggalkan※

[Liene] "Di tempat berbahaya seperti itu? Tidak masuk akal. Pasti banyak orang di sana yang menyimpan perasaan tidak baik terhadap Nyonya Henton."

[Black] "Itu hanya dugaan. Menurutku, tidak ada tempat lain baginya untuk pergi. Tapi jika ia benar-benar ada di kediaman Kleinfelter, kau tidak perlu khawatir. Ada Fermos di sana."

[Liene] "Nyonya Henton pernah bekerja di sana untuk waktu yang lama... mungkin ia meninggalkan sesuatu."

[Black] "Mungkin saja."

[Liene] "..."

Sesuatu yang harus ia ambil kembali, tapi selama ini tidak pernah ia bicarakan.Ā Artinya, ada rahasia besar yang masih ia simpan.

Liene khawatir apakah itu sisa-sisa masa lalu yang masih meberikan luka. Nyonya Henton baru saja bisa melewati kesedihannya.

Bagaimana jika hal buruk terjadi padanya?

[Black] "Sebaiknya kau tidak ikut. Pinggangmu akan semakin sakit jika menunggang kuda."

[Liene] "Tidak akan sesakit itu."

Liene menggelengkan kepalanya pada Black, yang menaikkan alisnya seolah tidak percaya.

[Liene] "Jika sesuatu terjadi pada Nyonya, aku juga harus tahu."

[Black] "Kalau begitu, berjanjilah. Setelah kita kembali, kau akan mengeluh manja sepuasnya."

[Liene] "Kedengarannya aneh... Siapa yang tadi tidak mendengarkan keluhanku?"

[Black] "Justru itu. Kau harus melakukannya agar aku tidak melakukan hal yang sama lagi."

Nyonya Flambard memang berada di sana, dan tahu persis apa yang mereka bicarakan.

[Ny. Flambard] "Saya akan memastikan Yang Mulia tidak memaksakan diri. Jadi, ayo kita pergi sekarang."

Akhirnya, Nyonya Flambard pun ikut pergi ke kediaman Kleinfelter. Sementara itu, pasukan penjaga mulai mencari Nyonya Henton di dalam dan luar istana.

[Fermos] "Ugh... Bukankah kita sudah sepakat Anda tidak akan datang?"

Perbedaan waktu tidak terlalu jauh. Ketika Fermos baru saja berhasil mendobrak gerbang utama kediaman Kleinfelter, Black dan Liene tiba.

[Black] "Rencananya berubah. Ada perlawanan?"

[Fermos] "Ya, Tuan. Entah kenapa mereka tidak mau membukakan pintu. Sepertinya akan ada keributan besar."

[Black] "Artinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan di dalam."

[Liene] "Apa kalian tidak melihat Nyonya Henton?"

[Fermos] "Hah? Apa yang Anda katakan, Putri? Nyonya Henton?"

[Liene] "Artinya, kalian tidak melihatnya. Jadi, dia tidak ada di sini, atau dia datang diam-diam."

Nyonya Henton mungkin ada di suatu tempat di dalam rumah, di balik pintu dan jendela yang tertutup rapat.

[Fermos] "Hmm... Jika itu benar, masalah akan semakin rumit. Mereka bisa saja menyanderanya... Ah, jangan-jangan itu alasan mereka tidak mau membuka pintu."

[Black] "Jangan terburu-buru menyimpulkan. Apa yang mereka sembunyikan mungkin bukan Nyonya Henton. Keluarga ini punya banyak sekali rahasia."

[Fermos] "Anda benar. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah membuka pintu. Jika mereka menyandera Nyonya, mereka pasti akan menggunakannya sebagai tawar-menawar terlebih dahulu. Kita bisa meresponsnya saat itu."

Saat Fermos selesai bicara, Klima berlari dengan tergesa-gesa dari kejauhan.

[Klima] "Ibuku, ibuku ada di dalam? Eh, kenapa?"

Ia juga tampak tidak tahu sama sekali bahwa ibunya menghilang.

[Liene] "Kami tidak yakin. Penjaga juga sedang mencarinya. Jangan terlalu khawatir."

[Klima] "Ah, tapi... di dalam sana... kenapa ibu..."

Klima menghentakkan kakinya, sebuah gerakan yang tidak cocok dengan tubuhnya yang besar.

Aku tidak menyadarinya karena ia terlalu kurus dan membungkuk, tapi ia sebenarnya tinggi. Kini, wajahnya yang sudah tidak muram, memancarkan kebaikan yang alami. Dalam sekejap, Klima menjadi orang yang berbeda.

Sangat kejam melihat orang sebaik dia harus hidup seperti itu.

Masa lalu yang menyakitkan kembali terlintas di benak Liene. Ia menepuk lengan Klima.

[Liene] "Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Karena memang seharusnya begitu."

Masa lalu tidak akan kembali mengganggu masa kini. Ia tidak akan membiarkannya terjadi.

[Klima] "..."

Seperti orang yang sangat terkejut, Klima menatap Liene sejenak, lalu berkata.

[Klima] "Jika ibu saya ada di sana... Jika itu benar, mungkin dia menggunakan jalan itu."

[Fermos] "Apa? Ada jalan lain?"

[Klima] "Ya. Jalan yang biasa saya lewati... saat saya melakukan pekerjaan. Ibu juga mengetahuinya."

[Fermos] "Oh..."

[Klima] "Tapi jalannya sempit. Hanya bisa dilewati satu orang... dan kita harus terus membungkuk..."

[Fermos] "Apa? Kenapa kau tidak memberitahu kami dari tadi!"

[Klima] "Tidak ada yang bertanya..."

[Fermos] "Ah! Tentu saja kami tidak bertanya karena kami tidak tahu! Baiklah, kalau begitu kita akan masuk lewat jalan itu. Di sini, kita akan tetap mendobrak pintu untuk mengalihkan perhatian. Apa Anda ingin pergi sendiri, Tuan?"

[Black] "Tidak. Kirim Randall."

[Fermos] "Di luar dugaan. Saya pikir Anda pasti akan pergi... Ah, benar juga. Ada Putri. Saya mengerti."

Liene memegang lengan Black.

[Liene] "Aku juga ikut. Kalau itu bisa membuat kita menemukan Nyonya lebih cepat."

[Black] "Tidak boleh. Itu sebabnya aku bilang aku akan tetap di sini. Jangan harap kau bisa ikut."

[Liene] "Tidak berbahaya. Kau ada di sana bersamaku."

[Black] "Bahkan jika ada sepuluh diriku di sana, aku tidak akan membiarkanmu ikut. Selama kita tidak tahu apa yang terjadi di dalam."

[Liene] "Tapi..."

Fermos yang mendengar perdebatan mereka hanya menggelengkan kepala. Sementara itu, Nyonya Flambard mengangguk, seolah mengerti.

[Fermos] "Saya akan mengirim Randall. Jangan berdebat lagi. Lagipula, salah saya karena bertanya."

Kemudian, Randall dan tiga prajurit lainnya masuk ke kediaman Kleinfelter dipandu oleh Klima.

Mereka menemukan keheningan, dan ruangan-ruangan kosong dengan pintu-pintu yang terkunci rapat.

Nyonya Henton ditemukan di sebuah ruangan di sayap terpisah, dengan luka tusuk.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 88: Sesuatu yang Ditinggalkan. Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Liene] "Nyonya, Nyonya? Sadarlah? Nyonya Henton!"

[Ny. Henton] "...Putri?"

Nyonya Henton sadar setengah hari setelah ia dipindahkan ke istana.

[Liene] "Haa... Syukurlah."

Melihat Nyonya Henton membuka mata, Liene duduk lemas di lantai. Di sisi lain, Klima menggenggam tangan ibunya dan menangis tanpa suara.

[Ny. Flambard] "Astaga, Putri!"

Nyonya Flambard, yang baru saja kembali dengan membawa air bersih, bergegas menghampiri Liene. Meskipun panik, ia tidak menumpahkan setetes pun air.

[Ny. Flambard] "Akhirnya! Dia sudah sadar!"

Nyonya Flambard, yang tadinya ingin membantu Liene, melihat Nyonya Henton sudah bangun dan akhirnya menumpahkan air dari baskom.

[Ny. Flambard] "Oh, tidak, apa yang harus kulakukan!"

Air mengalir ke lantai, membasahi ujung gaun kedua Nyonya. Biasanya, ia akan sigap mengatasi kecelakaan kecil seperti ini, tapi sekarang ia terlihat panik seperti ada yang rusak dalam dirinya.

[Ny. Flambard] "Ya ampun, ya ampun..."

[Ny. Henton] "Jangan panik, pegang baskomnya dengan benar. Aku tidak mati."

Nyonya Henton, yang hampir meninggal, terlihat lebih tegar dari keduanya.

Liene dan Nyonya Flambard akhirnya tersadar dan dengan panik membersihkan lantai lalu memanggil tabib.

Yang datang bukanlah tabib, melainkan Fermos. Ia berkata bahwa ia tahu lebih banyak tentang luka tusuk daripada tabib mana pun.

[Fermos] "Lepaskan tanganmu."

Fermos melirik Klima, yang masih memegang tangan ibunya seperti patung dan menangis.

[Fermos] "Sudah kubilang dia tidak akan mati. Lepaskan saja tanganmu dan diamlah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa jika tubuh besarmu menempel seperti itu."

[Klima] "..."

Klima dengan enggan melepaskan tangan ibunya.

Klima adalah satu-satunya calon kesatria untuk Pasukan Ksatria Pelindung Arsak. Ia berkata bahwa setelah membunuh begitu banyak orang, sekarang ia ingin melindungi seseorang. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan, tetapi pada akhirnya ia menemukan tempatnya di Tiwakan.

Tiwakan, yang untuk pertama kalinya memiliki calon kesatria, merasa sangat bersemangat. Mereka begitu antusias memberikan pelajaran ksatria sampai-sampai berlebihan.

Berkat itu, Klima menjalani hari-hari yang sangat sibuk, hingga ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada ibunya.

Itulah mengapa ia merasa sangat bersalah.

[Fermos] "Saya akan memeriksa lukanya, Nyonya. Di sini, kan?"

Fermos melepaskan perban dengan lebih terampil daripada seorang tabib dan memeriksa luka tusuknya. Luka itu berada di antara tulang rusuk kiri, dan jika posisinya sedikit saja salah, nyawanya tidak akan tertolong.

[Fermos] "Lukanya bersih tapi dalam, jadi sepertinya ditusuk dengan pisau yang tajam. Itu bukan dilakukan oleh pelayan, melainkan prajurit pribadi, kan?"

[Ny. Henton] "..."

Wajah Nyonya Henton terlihat rumit. Seolah-olah ia ingin membuka mulutnya, tapi tidak bisa.

[Fermos] "Saya bertanya karena saya sudah tahu, jadi Anda tidak perlu menjawab jika tidak mau. Tapi, Anda sangat beruntung. Lukanya sudah bersih, dan sudah didisinfeksinya. Sekarang tinggal meminum obat dan beristirahat. Jika Anda beristirahat selama sebulan, Anda akan sembuh total."

Ini kabar baik. Fermos, yang sudah memastikan lukanya tidak terinfeksi, mengoleskan obat dan membalutnya kembali dengan rapi.

[Fermos] "Obatnya sudah cukup, jadi oleskan dua hari lagi. Saya akan memeriksanya saat itu. Jika Anda tidak ingin lukanya terbuka, jangan banyak tertawa dan tidurlah dengan posisi lurus. Mengerti?"

[Ny. Henton] "...Ka...mar... itu... adalah... kamarnya."

Nyonya Henton membuka mulutnya perlahan.

[Liene] "Nyonya? Apa yang Anda katakan?"

[Ny. Henton] "Kamar tempat saya ditusuk, adalah kamar pria itu."

[Liene] "Pria itu...? Siapa dia?"

Nyonya Henton mengangkat kepalanya dengan cepat.

Luka yang belum sembuh terlihat berkobar di matanya.

[Ny. Henton] "Pria itu... Ternan Kleinfelter."

Ternan Kleinfelter adalah kepala keluarga Kleinfelter 21 tahun lalu.

Kematiannya terlalu mendadak. Putra sulungnya, yang juga ayah Laffit, juga meninggal pada waktu yang hampir bersamaan.

Semuanya terjadi 21 tahun lalu, dan waktunya bertepatan dengan pemberontakan. Ini tidak bisa dianggap kebetulan.

[Ny. Henton] "Di rumah itu, saya ditugaskan merawat orang yang ternyata tidak mati."

Ternan Kleinfelter ternyata tidak meninggal. Ia hanya menderita stroke. Satu-satunya bagian tubuh yang bisa ia gerakkan adalah matanya.

[Ny. Henton] "Seorang kepala keluarga menderita penyakit seperti itu, jadi mereka memutuskan untuk menganggapnya sudah mati."

Di masa sekarang, kita menyebutnya penyakit. Namun kala itu, penyakit tanpa sebab biasanya dianggap sebagai kutukan dari dewa. Maka, sudah sewajarnya bagi mereka untuk menghindari penyebutan nama orang yang dikutuk oleh dewa.

[Ny. Henton] "Selama 20 tahun, saya memberi makan, memakaikan pakaian, dan memandikan tubuh yang seperti mayat."

Nyonya Henton tidak pernah melupakan bahwa ia adalah musuhnya. Namun, ia diawasi dengan ketat, jadi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan selama bertahun-tahun adalah mencampur atau membuang obat yang seharusnya ia berikan.

[Ny. Henton] "Dia sungguh sulit untuk mati, dia bertahan begitu lama. Saat saya meninggalkan rumah itu, ia masih hidup. Saya pergi ke sana hari ini karena..."

Wajah Nyonya Henton berubah masam.

[Ny. Henton] "Saya berpikir, penyelesaiannya harus ada di tangan saya..."

Ternan Kleinfelter tidak memotong leher Ksatria Henton dengan tangannya sendiri. Ia juga tidak menusuk jantung putra keduanya, atau menahan putra sulungnya dan suaminya sebagai sandera. Namun, Nyonya Henton membutuhkan seseorang untuk disalahkan dan dikutuk.

Dan orang itu adalah Ternan Kleinfelter.

[Ny. Henton] "Saya pergi untuk membunuhnya. Tapi... Tapi pria itu sudah bangun. Ia memegang tongkat, tapi ia bisa berdiri sendiri dan... menatap saya."

Kepala pelayan yang membantu Ternan Kleinfelter kemudian memerintahkan prajurit pribadi untuk membunuh Nyonya Henton. Saat ia jatuh tersungkur karena luka tusuk, yang ia lihat adalah punggung Ternan Kleinfelter yang pergi hidup-hidup.

Rasanya sangat menyakitkan. Melepaskan musuhnya tanpa bisa melakukan apa-apa.

Itulah mengapa kediaman mereka kosong.

Ketika Ternan Kleinfelter sudah bisa menggerakkan tubuhnya lagi, ia pasti mengumpulkan aset yang tersisa dan melarikan diri ke suatu tempat.

Sama seperti istana Nauk yang memiliki beberapa jalan rahasia, begitu juga dengan kediaman Kleinfelter. Ia pasti bersembunyi di suatu tempat, menghindari mata Tiwakan.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page