A Barbaric Proposal Chapter 84
- 1 Sep
- 7 menit membaca
ā»Malam PernikahanĀ (1)ā»
Satu hal yang pasti, Putri Sharka tidak senang melihat Komandan Tiwakan menikah.
Laffit bangkit berdiri.
[Laffit] "Kapan? Sekarang?"
Melihatnya, pamannya menggelengkan kepala seolah tidak percaya.
[Paman] "Tunggu, tenanglah. Walaupun dia bilang lebih cepat lebih baik, kau tidak bisa menemui Putri Sharka dengan penampilan seperti ini. Benar, kan?"
[Laffit] "...Sialan."
Laffit mengeraskan ekspresinya, mendekati pamannya, dan mencengkeram lengannya.
[Laffit] "Ayo pergi."
[Paman] "Dengan penampilanmu itu? Kau tidak dengar apa yang kukatakan?"
[Laffit] "Aku dengar. Makanya, ayo pergi ke rumah paman dulu."
[Paman] "Kenapa?"
[Laffit] "Pasti ada satu pakaian yang bisa kupakai di rumahmu."
[Paman] "Apa? Tunggu dulu. Aku sudah memberimu uang selama ini, dan sekarang kau juga meminta pakaian?"
[Laffit] "Jangan banyak bicara, ayo jalan."
Bruk!Ā Laffit mendorong punggung paman yang seumuran dengannya.
Cahaya lilin berkedip. Laffit melangkah ke kamar tidur Putri Sharka lewat tengah malam. Tidak mungkin ada orang luar tanpa status yang bisa masuk ke istana pangeran pada jam seperti ini, apalagi itu kamar tidur Putri. Namun, hal itu terjadi. Artinya Putri Sharka punya alasan yang sangat mendesak untuk bertemu dengan Laffit.
[Laffit] "Ada urusan apa Anda memanggil saya?"
Berkat pamannya, Laffit kini kembali ke penampilan tampannya. Rambut panjang menutupi wajahnya yang berantakan, menciptakan bayangan.
Putri Sharka, Blini Based, tertawa sinis bagai seekor binatang buas.
[Blini] "Aku pikir kau butuh hiburan."
[Laffit] "Jadi, Anda akan menghibur saya?"
[Blini] "Tidak."
[Laffit] "...?"
Putri Blini mengulurkan tangannya ke arah Laffit.

[Blini] "Kau yang harus menghiburku."
[Laffit] "..."
Laffit menggigit bibirnya, lalu mendekat dan memegang tangan Putri Blini. Namun, ia bingung harus berbuat apa. Ia tidak tahu apa yang wanita ini inginkan darinya.
[Laffit] "Bolehkah saya bertanya mengapa Anda butuh hiburan?"
Ketika ia bertanya dengan ragu, Putri Blini menusukkan kukunya. Kukunya menancap di punggung tangan Laffit. Melihat Laffit meringis kesakitan, Blini berkata,
[Blini] "Bodohnya. Pantas saja kau tidak bisa menghentikan pernikahan itu, padahal sudah kuberikan informasi."
Mata Laffit langsung berubah.
[Laffit] "Bukankah informasi itu sama sekali tidak berguna?"
[Blini] "Apa katamu?"
[Laffit] "Seperti yang Anda katakan, informasi itu tidak punya peran sama sekali dalam membatalkan pernikahan! Jika dia memang datang untuk balas dendam, tidak mungkin dia bersikap seperti pria yang gila akan cinta!"
[Blini] "...Pria yang gila akan cinta?"
Mata Putri Blini menyipit.
[Blini] "Dia?"
[Laffit] "Ya."
Laffit yang tidak bisa menahan diri, melepaskan tangan Putri Blini. Jejak kuku yang jelas terlihat di antara ibu jari dan jari telunjuknya.
[Laffit] "Anda seharusnya memberi saya pasukan, bukan informasi. Jika saja..."
[Blini] "Jika saja begitu, kau tidak akan bisa berdiri di sini dan membual padaku. Lehermu pasti sudah dipenggal sejak lama."
[Laffit] "Apa Kerajaan Sharka tidak bisa menghadapi pasukan tentara bayaran Tiwakan?"
[Blini] "Tentu saja tidak. Bukan hanya Sharka, tapi tidak ada satu pun kerajaan yang bisa menghadapinya sendirian."
Putri Blini berbicara dengan tegas.
[Blini] "Kau seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Kau pasti hidup nyaman di desa kecilmu."
Laffit sampai melupakan bahwa wanita di hadapannya adalah Istri seorang Pangeran, lalu menggeram.
[Laffit] "Jangan sembarangan bicara. Saya..."
[Blini] "Yah, baguslah. Jadi kau berani menyerangnya tanpa berpikir. Semua pria yang kukenal terlalu pengecut. Tidak ada satu pun yang berani melawannya seberani dirimu."
Laffit tidak tahu apakah itu pujian atau hinaan.
[Laffit] "Apa yang Anda inginkan dariku?"
[Blini] "Tunjukkan keberanianmu. Apakah kau punya keberanian untuk merebut wanita itu dari pelukan Dewa Perang?"
Mata Laffit membelalak.
[Laffit] "Itu... artinya Anda akan membantu Saya?"
[Blini] "Kita akan saling membantu. Kau mendapatkan wanitanya, dan aku akan menghancurkannya."
[Laffit] "Baiklah."
Laffit tidak berpikir dua kali. Semua ini bukan lagi karena ia mencintai atau menginginkan Liene. Ia hanya tidak ingin hidup sengsara sebagai orang asing miskin di Kerajaan Sharka. Ia harus mengambil kembali semua yang direbut oleh Tiwakan. Gelar, kehormatan, kekayaan. Bahkan harga dirinya yang telah hancur.
[Laffit] "Apa yang harus saya lakukan?"
Seolah sudah menunggu, Putri Blini menunjuk pintu di samping tempat tidurnya.
[Blini] "Jika kau membuka pintu itu, kau akan menemukan kamar tidur suamiku."
Laffit tahu itu.
[Blini] "Suamiku akan tidur seperti orang mati. Hari ini dia memanggil tiga pelacur."
[Laffit] "..."
Wajah Laffit mengeras. Ia tahu keluarga bangsawan Sharka hidup bebas dan penuh kemewahan. Namun, ia tidak pernah membayangkan seorang pangeran yang baru menikah satu tahun bisa dengan santainya memanggil pelacur ke kamarnya. Pangeran Sharka sudah memiliki dua selir yang diakui, itu saja sudah menjadi penghinaan untuk Putri, tapi suaminya bahkan memanggil pelacur.
[Blini] "Jangan gunakan pisau karena akan meninggalkan jejak. Bantal akan lebih baik."
Dengan bantal, ia bisa mencekiknya tanpa meninggalkan luka. Tidak akan ada yang curiga itu pembunuhan. Dokter tidak akan pernah mencurigai atau memeriksa bulu yang masuk ke hidung mayat.
[Laffit] "Lalu... setelahnya?"
[Blini] "Untuk sementara, para pewaris akan saling bertarung. Aku akan diam-diam menunggu sampai mereka saling membunuh, lalu aku akan melahirkan seorang anak. Setelah anakku lahir, aku akan menjadi wali raja. Maka kerajaan ini akan menjadi milikku. Perang atau apa pun, aku bisa melakukannya sesuka hatiku."
[Laffit] "Apa Anda yakin sudah hamil?"
[Blini] "Tidak."
Putri Blini tersenyum tanpa suara.
[Blini] "Tapi hari ini adalah hari yang baik untukku mengandung anak."
Jari-jarinya yang putih dan panjang menekan dada Laffit.
[Blini] "Jika kau berhasil kembali dari ruangan itu, kau akan mendapat kehormatan menjadi ayah dari anakku."
[Laffit] "..."
Laffit menggertakkan giginya. Untuk mendapatkan kembali apa yang telah direnggut darinya, ia harus membunuh Pangeran Sharka. Jika ia gagal, ia akan mati tercabik-cabik sebagai pembunuh dari negara lain.
[Laffit] "Satu pertanyaan."
Ini pilihan yang berisiko, jadi ia harus memastikan. Ia harus tahu apakah Putri Blini memiliki niat yang sama dengannya.
[Laffit] "Mengapa Anda ingin menghancurkannya?"
[Blini] "Karena aku ingin memilikinya."
[Laffit] "..."
[Blini] "Saat dia masih begitu prima, aku tidak bisa memilikinya. Aku harus merusaknya, meskipun akan menyakitkan."
Mata yang biasanya menyipit dan sulit ditebak, kini bersinar seperti batu opal hitam. Ini bukanlah kebohongan. Meski tindakannya gila, keinginannya murni.
Laffit mengangguk sekali. Sesaat kemudian, ia menarik rahang Putri Blini dan menciumnya seolah ingin menelan lidahnya.
[Laffit] "Hangatkan hasratmu dan tunggulah. Aku akan kembali."
Putri Blini mengeluarkan lidahnya yang berbekas ciuman dan tertawa serak.
Krieeet.Ā
Laffit membuka pintu yang dihiasi bingkai hitam seperti batas neraka dan melangkah ke memasukinya.
Satu hal yang pasti, nyanyian lebih dari seribu orang itu tidak selaras sama sekali. Namun, ia tidak bisa melewatkan satu nada pun. Lagu yang dinyanyikan oleh rakyat Nauk di bawah teras adalah hadiah pernikahan untuk Liene.
[Liene] "Ah... Ya ampun."
Setelah satu lagu selesai, lagu lain dimulai kembali. Liene mendengarkan lagu-lagu itu, separuh menangis dan separuh tersenyum. Setiap kali ia tersenyum dan melambaikan tangannya, suara nyanyian menjadi lebih keras. Karenanya, ia belum mengganti gaun pengantinnya.
[Liene] "Sepertinya ini tidak akan berakhir sampai fajar."
Bulan sudah terbit di langit. Black mendekat dari belakangnya. Liene sempat mengira ia akan mengganti pakaian, tapi Black juga masih mengenakan pakaian pengantinnya.
[Liene] "Aku juga khawatir. Aku takut mereka akan terus bernyanyi sampai terkena embun pagi."
Lengan Black melingkari pinggangnya dengan alami. Liene menyandarkan kepalanya di bahu Black. Rambutnya yang disanggul dan dihiasi banyak jepit permata terasa berat.
Sejujurnya, seluruh tubuhnya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana ia bisa melewati seluruh prosesi pernikahan yang dimulai sejak pagi. Pernikahannya diadakan di kapel istana.
Prosesinya sangat panjang karena upacara penobatan juga dilakukan, di mana Black dan para tentara bayaran Tiwakan dianugerahi kastil dan gelar. Setelahnya, mereka naik kereta ke kuil untuk menandatangani sumpah dan menyegelnya di altar.
Mereka mendengarkan restu dari Kardinal yang tidak biasa panjangnya, lalu kembali ke istana. Namun, kali ini, kereta berhenti di depan Jembatan Aini, dan mereka melintasi jembatan itu dengan berjalan kaki.
Orang-orang yang berbaris di sisi lain jembatan mengucapkan selamat. Prosesi pernikahan berakhir setelah mereka menjabat tangan setiap orang. Kemudian, mereka kembali naik kereta ke istana dan mengadakan pesta. Mungkin tidak pernah ada pesta sebesar ini di Nauk.
Jalan dari gerbang istana ke ruang perjamuan tidak pernah dihiasi dengan bunga dan sutra. Tidak pernah ada makanan dan minuman yang menumpuk seperti gunung dan dibagikan secara adil ke seluruh rakyat, bahkan kepada mereka yang tinggal di tanah paling miskin.
Kapel istana pasti menjadi tempat paling indah yang pernah dibangun. Benar-benar sebuah festival besar yang dihadiri seluruh rakyat di kerajaan. Bahkan tikus yang diam-diam tinggal di kandang kuda pun mabuk oleh minuman lezat.
Di antara semua itu, momen yang paling jelas dalam ingatannya adalah saat Black melepaskan cadar yang menutupi wajahnya di dalam kereta pernikahan tanpa atap. Itu terjadi saat Liene mengatakan ia tidak bisa melihat orang-orang yang bersorak karena cadarnya.
[Black] "Kalau begitu, lepas saja."
Black mencabut pin yang menahan cadar seolah tidak ada masalah.
[Liene] "Eh, cadar seharusnya dilepas bersamaan saat gaun pengantin. Itu melambangkan kesucian pengantin wanita dan kesempurnaan pernikahan."
Black tersenyum kecil melihat wajah Liene yang sepenuhnya terbuka.
[Black] "Bagiku, wajah ini yang paling sempurna. Apa lagi yang kubutuhkan?"
Liene tidak ingat apa jawaban yang ia berikan. Mungkin ia tidak bisa berkata apa-apa.
[Black] "Tetaplah seperti yang kau inginkan."
Pandangannya menjadi jernih, dan ia bisa melihat apa yang ingin ia lihat. Yang terbaik adalah melihat Black yang mengenakan pakaian pengantin dengan jelas.
[Liene] "Kau selalu membuatku terkejut."
Ketika ia berbisik di telinga Black, Black menjawab dengan mengaitkan jari-jarinya.
[Black] "Tidak akan sebanyak yang kau lakukan padaku."
Setelah semua momen itu, tibalah saat ini.
[Black] "Suruh mereka berhenti sebelum suara mereka serak."
Black dengan lembut mencabut jepit permata dari rambut Liene yang bersandar di bahunya. Setiap kali satu jepit terlepas, kulit kepalanya yang tertarik pun terasa lebih rileks.
[Liene] "Aku tidak tahu bagaimana menghentikan mereka. Mereka semua terlihat sangat bahagia."
[Black] "Mereka melakukannya untuk membuatmu bahagia. Jadi beritahu mereka kalau ada hal lain yang membuatmu bahagia selain mendengarkan nyanyian mereka."
[Liene] "Bagaimana caranya?"
[Black] "Seperti ini."
Setelah melepaskan semua jepit permata dan membiarkan rambut Liene tergerai, Black kembali melingkarkan lengannya di pinggang Liene. Dengan satu tangan menopang punggungnya, Black menekan bibirnya dan menghisapnya dengan lembut. Seolah sihir, nyanyian di bawah teras berhenti.
[Liene] "Ah, ini agak..."
Ciuman yang membuat Liene gila berlangsung cukup lama. Saat Black melepaskan bibirnya, kedua pipi Liene memerah.
Memalukan.Ā Semua orang pasti tahu betapa aku mencintai pria ini.
[Black] "Sekarang kau bisa berbalik dan melambaikan tangan. Mereka akan pergi dengan senang hati."
[Liene] "..."
Liene yang awalnya canggung, berbalik dan tersenyum cerah saat melambaikan tangan kepada kerumunan di bawah teras. Sesuai perkataan Black, orang-orang yang berhenti bernyanyi terlihat sangat gembira.
[Liene] "Bagaimana kau tahu?"
[Black] "Tahu apa?"
[Liene] "Kalau ciuman tadi akan berhasil?"
Black membalikkan tubuh Liene dan tersenyum, membuat Liene merinding.
[Black] "Kau yang pertama, tapi mereka sudah pernah menikah."
[Liene] "Apa maksudmu?"
[Black] "Artinya aku sudah gila menunggumu malam ini."
Tuk.Ā Black menutup pintu teras di belakangnya.
Tuk.Ā Tali yang mengikat tirai terlepas dan menutupi jendela sepenuhnya.
[Black] "Mulai sekarang, fokuslah hanya padaku."
[Liene] "..."
Liene tanpa sadar menelan ludah. Mata Black yang lembut kini terlihat sedalam kegelapan.
Komentar