;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 83

  • 31 Agu
  • 7 menit membaca

※Tuan Putri Sharka※

[Dieren] "Sialan, dasar manusia laknat."

Bruk!Ā Dieren menggebrak meja dengan gelasnya. Pelayannya terkejut dan melihat sekeliling.

[Pelayan] "Yang Mulia... Mungkin ada yang mendengar."

[Dieren] "Biarkan saja. Tidak mungkin dia berpikir aku tidak akan mengumpat setelah melakukan hal seperti itu. Manusia seperti dia pasti sudah tahu dan sengaja melakukannya."

[Pelayan] "Kalau begitu... haruskah saya laporkan kepada Grand Duke?"

Karena Dieren terus saja mengumpat, pelayannya menyarankan untuk melapor.

[Dieren] "Terus, mau apa?"

[Pelayan] "Meskipun dia sudah jadi saudara dari keluarga bangsawan, tetap saja ada perbedaan status yang jelas. Grand Duke tidak akan membiarkan hal ini begitu saja."

[Dieren] "Ayahku? Dia justru akan bilang aku anak yang tidak tahu diri."

[Pelayan] "..."

Pelayan itu pun terdiam. Memang benar, apa yang dilakukan Lord Tiwakan adalah hal yang tidak pantas. Mengirim makanan terlebih dahulu tanpa undangan sama saja dengan mengatakan tidak ingin makan bersama. Dieren memaksa masuk dan akhirnya dipermalukan.

Kadang-kadang, pelayan itu heran dengan Dieren. Ia tidak mengerti bagaimana Pangeran bisa tidak takut di depan Komandan Tiwakan. Sepertinya, Dieren terlalu percaya pada hubungan palsu yang mereka sebut "saudara angkat." Padahal jelas sekali Komandan Tiwakan menganggap Dierean orang yang merepotkan.

[Dieren] "Sial. Aku sudah menata rambutku dengan susah payah."

[Pelayan] "..." Ah, sekarang aku mengerti. Ada alasan lain kenapa dia melakukan hal tidak pantas seperti itu.Ā 

Ternyata, tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan makanan, tapi untuk bertemu Putri Liene. Pelayan itu mencemooh dalam hati. Bagaimana bisa Dieren percaya ada wanita yang akan berpaling padanya, mengabaikan Komandan Tiwakan? Sepertinya karena dia tumbuh terlalu dimanjakan sebagai satu-satunya putra Grand Duke.

[Pelayan] "Yang Mulia. Besok adalah hari pernikahan."

Pelayan itu menambahkan dengan hati-hati. Dia tahu Dieren memiliki banyak wanita, tapi jika wanita itu akan menikah dengan Komandan Tiwakan, dia harus berpikir dua kali.

[Dieren] "Apa hubungannya? Justru ini sebuah kesempatan."

[Pelayan] "..."

Menyalahkan takdir, pelayan itu menggigit bagian dalam pipinya untuk menyembunyikan ekspresinya.

[Dieren] "Pernikahan paksa, bukan? Kudengar ada banyak pertumpahan darah saat dia melamar. Tidak ada wanita waras yang akan menerima lamaran sebrutal itu. Jika ada pilihan lain, maka hati sang Putri akan berubah."

[Pelayan] "Tapi Yang Mulia, Anda sudah lihat sendiri. Komandan Tiwakan dan Putri Nauk tampak sangat akrab."

[Dieren] "Mereka hanya berpura-pura."

Mungkin Yang Mulia yang tidak waras, pikir pelayan itu.

[Dieren] "Kau juga melihatnya, kan? Saat kita masuk ke ruang makan. Apa yang sedang dia lakukan."

Terlalu jelas.Ā 

Dieren menyuruh tentara bayaran yang mengumumkan kedatangannya untuk mundur dan membuka pintu ruang makan dengan paksa. Di dalam, hanya ada sepasang kekasih yang akan menikah keesokan harinya. Mereka duduk bersebelahan, saling berhadapan. Melihat bibir mereka yang sama-sama basah, Dieren tahu mereka baru saja berciuman sesaat sebelum pintu dibuka.

[Dieren] "Bangsawan gila mana yang mau berciuman saat makan? Saudara angkatku itu pasti tidak bisa meninggalkan kebiasaan biadabnya dan Tuan Putri tidak punya kekuatan untuk menolaknya.

[Pelayan] "..."

[Dieren] "Jika dia tahu ada pilihan lain, dia mungkin akan berubah pikiran."

Sepertinya Dieren sudah memutuskan untuk percaya pada pemikirannya sendiri.

[Dieren] "Bagaimana aku bisa memberitahunya bahwa akulah pilihan tepat?"

Dieren membelai dagunya dan matanya berbinar. Pelayan itu menunduk diam dan berdoa kepada Tuhan agar nyawanya selamat.

[Liene] "Tadi rasanya baik-baik saja, tapi sekarang entah kenapa aku merasa bersalah."

Makan malam yang terputus kini berlanjut di kamar tidur. Secara resmi, ini kamar pasangan, tapi karena sedang direnovasi untuk pernikahan, kamar itu terasa tidak nyaman. Mereka berdua sepakat untuk menjadikan kamar itu sebagai tempat pribadi mereka.

[Black] "Kau tidak perlu merasa bersalah."

Black berkata tegas, merujuk pada Pangeran Dieren. Liene menggigit anggur yang disodorkan Black dan tersenyum canggung.

Ternyata pria ini sangat tidak suka padanya.Ā Padahal dia adalah pria yang begitu lembut. Tapi dia akan berubah saat berhadapan dengan Dieren.

Faktanya, Black memang pria yang dingin bagi kebanyakan orang. Kelembutannya hanya diberikan pada Liene, tapi Liene belum menyadarinya.

[Liene] "Dia pasti kesulitan untuk menghabiskan semua makanan itu."

[Black] "Jika dia pergi karenanya, maka akan menjadi hal yang baik."

[Liene] "Astaga. Dia akan menghadiri pernikahan."

[Black] "Ucapan selamat darinya tidak ada gunanya. Bagaimanapun juga, ucapannya tidak tulus."

Alih-alih membela Dieren, Liene mengangguk setuju.

[Liene] "Benar. Tidak akan tulus."

Mengingat adiknya, dia tidak akan bisa memberikan ucapan selamat yang tulus. Untung saja adiknya sudah menikah.

[Liene] "Untung saja kita tidak akrab dengan Kerajaan Sharka. Aku akan merasa canggung jika harus mengundang mereka ke pernikahan."

Black tersenyum pahit.

[Black] "Kau terlalu memikirkan banyak hal."

[Liene] "Sepertinya memang begitu. Tapi bukankah sama saja? Kau juga punya banyak tanggung jawab."

[Black] "Tidak."

[Liene] "Tentu saja. Benteng di selatan... Aku tidak pernah terpikirkan..."

[Black] "Satu-satunya hal yang kupikirkan sejak tadi adalah ini."

Black memotong perkataan Liene. Ia melakukannya karena tahu Liene akan terus berbicara jika sedang gugup.

[Liene] "Apa itu?"

[Black] "Ada sari anggur di bawah bibirmu."

[Liene] "Oh... benarkah?"

Saat Liene hendak menyentuhnya dengan punggung tangan, Black dengan cepat memegang tangannya.

[Black] "Aku terus penasaran bagaimana rasanya."

[Liene] "Itu..."

[Black] "Biarkan aku mencicipinya."

[Liene] "..."

Pria ini tidak bisa diprediksi.

Liene menutup matanya sedikit dan mengangguk. Bibir Black menyentuh cekungan di bawah bibirnya. Terdengar suara isapan yang sensual.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 83: Tuan Putri Sharka. Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Liene] "Ngomong-ngomong..."

[Black] "Ya?"

Liene berbisik lirih sambil membelai rambut belakang Black, yang membungkuk ke arahnya.

[Liene] "Apa yang akan paling banyak berubah saat kita menjadi suami-istri?"

[Black] "Entahlah... Aku tidak pernah mengalaminya, jadi aku tidak tahu."

[Liene] "Benar juga."

Setelah menjilat semua sari anggur, Black menggerakkan bibirnya ke bibir Liene.

[Black] "Besok kau akan tahu satu per satu."

[Liene] "Benarkah?"

Tiba-tiba, ia tidak sabar menunggu hari esok.

Besok, pria ini akan menjadi milikku. Sepenuhnya.

[Liene] "Aku tidak bisa tidur."

[Black] "Aku juga."

[Liene] "Bagaimana jika kita tidak tidur dan menunggu sampai besok pagi?"

[Black] "Ide yang bagus."

Tepat saat Black hendak menciumnya, terdengar suara ketukan.

Tok tok!Ā 

[Ny. Flambard] "Tuan Putri. Saya tahu Anda di dalam. Bolehkah saya masuk?"

Suara Nyonya Flambard menginterupsi ciuman mereka.

Alasannya sudah jelas. Tidak ada tradisi bagi pengantin baru untuk tidur di kamar yang sama pada malam sebelum pernikahan. Alasannya karena mereka mungkin tidak akan bisa tidur nyenyak, dan meskipun memalukan, Liene harus menerimanya.

[Ny. Flambard] "Dengan begitu, Anda harus tidur di kamar saya. Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pernikahan besok pagi."

[Ny. Henton] "Benar sekali."

Nyonya Flambard menegakkan bahunya saat Nyonya Henton menyetujuinya. Tampaknya ia merasa lebih bersemangat karena memiliki teman yang sependapat.

[Ny. Flambard] "Anda dengar? Jika Anda sudah selesai makan... oh, maaf, camilan larut malam, mari kita pergi."

Liene, yang merasa sedang dimarahi, melirik Black dengan wajah malu.

[Liene] "Ini bahkan belum jam tujuh. Bukankah aku bisa pergi saat waktunya tidur?"

[Ny. Flambard] "Astaga, apa yang Anda katakan? Ada hal-hal lain yang harus disiapkan malam ini."

[Ny. Henton] "Benar. Pengantin wanita di malam sebelum pernikahan memang seharusnya sibuk dan tidak punya waktu untuk menemui siapa pun."

Liene, yang sudah lemah terhadap ocehan Nyonya Flambard, kini harus menghadapinya dua kali lipat dan akhirnya mengangguk.

[Liene] "Benarkah...?"

[Ny. Flambard] "Tentu saja."

[Ny. Henton] "Sudah pasti."

Jadi, rencana mereka untuk menunggu pagi bersama harus dibatalkan.

[Liene] "Kau harus tidur sendirian malam ini."

[Black] "..."

Sulit menebak apa yang dipikirkan Black dari ekspresi datarnya.

[Liene] "Selamat malam dan sampai jumpa besok." [

Black] "...Ya."

Jawabannya terasa lambat, tapi tiba-tiba ia tersenyum tipis.

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Ini... lucu."

[Liene] "Apa yang lucu?"

[Black] "Aku sudah menunggumu begitu lama, tapi rasanya aku tidak bisa menahan diri hanya untuk satu hari lagi."

Black mencondongkan kepalanya dan meninggalkan ciuman lembut di pipi Liene.

[Black] "Sampai jumpa besok. Selamat tidur."

[Liene] "Selamat... tidur."

Entah kenapa, Liene merasa sesak napas. Kalimat, "Aku tidak ingin menunggu lagi," bergema di hatinya. Akhirnya, ia menyadari bahwa waktu yang tersisa bagi mereka hanyalah satu hari. Besok adalah hari pernikahan.

Bulan sudah terbit menandakan hari esok semakin dekat.

[Laffit] "Sialan..."

Alkohol itu sangat kuat, dan cangkirnya terasa kasar. Tangannya yang memegang cangkir penuh dengan goresan yang belum sembuh.

[Laffit] "Sial, sial... sialan!"

Brak!Ā 

Laffit melemparkan cangkir timah murahan ke dinding. Alkohol murahan di dalamnya meninggalkan noda di dinding. Pintu kamar tidur tua di mansion tua itu terbuka dengan suara berderit.

[Paman] "Tsk tsk... Masih saja seperti ini."

Mendengar langkah kaki yang familiar, Laffit tidak menoleh. Ia hanya duduk di sofa tua sambil mengerutkan dahi. Hidupnya seolah-olah menjadi begitu hina seperti ini. Saat ia menggendong pamannya yang kakinya patah melintasi perbatasan, ia merasa sangat menderita sehingga ingin membuangnya. Namun, ia berhasil menahan dorongan itu dan tiba di Kerajaan Sharka.

Tanpa diduga, pamannya terbaring sakit. Seolah ada sesuatu di dalam hatinya yang hancur. Ia menolak makanan dan obat-obatan, dan sekarang hanya menunggu hari kematiannya.

[Paman] "Hei, keponakan. Bukankah sudah waktunya kau sadar? Kau akan keracunan alkohol jika begini terus. Meskipun masih muda, kematian bisa datang kapan saja."

Sebuah tangan putih yang pendek dan gemuk menepuk bahu Laffit. Itulah satu-satunya tangan yang memberinya uang untuk membeli makanan dan minuman sejak ia tiba di sini.

Laffit dengan kejam mencengkeram tangan pamannya dan memelintirnya. Meskipun ia adalah pamannya dari pihak ibu, usia mereka hampir sama. Mereka sering bertemu sejak kecil. Paman Laffit adalah seseorang yang tidak punya banyak hal istimewa selain dilahirkan sebagai bangsawan. Laffit tidak pernah menganggapnya setara.

[Paman] "Aduh! Apa yang kau lakukan!"

[Laffit] "Jangan sentuh aku."

Laffit melepaskan pamannya dengan kasar. Pamannya yang jauh lebih kecil dan gempal terjatuh ke lantai. Meskipun memiliki peringkat terendah di keluarga bangsawan, pamannya tidak pernah mengalami penghinaan seperti ini. Pamannya menatap Laffit dengan penuh emosi.

[Paman] "Ini terakhir kalinya aku membiarkan ketidak sopananmu. Lain kali, aku tidak akan memanggilmu keponakan."

[Laffit] "Pergi saja. Jangan ganggu aku."

Laffit masih tidak menoleh padanya. Setelah mengumpat sebentar,sang paman akhirnya membersihkan celananya dan berdiri.

[Paman] "Aku tidak bisa pergi begitu saja. Aku mendapat perintah."

[Laffit] "..."

Laffit, yang hanya menatap dinding seperti orang yang terjebak di neraka, akhirnya menoleh.

[Laffit] "Perintah?"

[Paman] "Kau dengar kan apa yang baru saja kukatakan?"

[Laffit] "Dari siapa? Perintah apa?"

Pamannya adalah putra dari Adik ke-5 Raja Sharka. Tidak banyak orang yang bisa memberinya perintah. Mungkin hanya keturunan langsung atau pangeran Kerajaan Sharka.

[Paman] "Tuan Putri Sharka ingin bertemu denganmu."

[Laffit] "Tuan Putri Sharka...?"

Tuan Putri Sharka.Ā 

Itu wanita yang sama. Wanita aneh yang tersenyum dingin di samping Pangeran ke-1, sebulan lalu saat ia datang meminta bantuan. Mereka bilang wanita itu berasal dari Grand Duchy Alito. Senyumnya begitu menakutkan hingga Laffit tidak bisa melupakannya.

Wanita itu jugalah yang secara terpisah memanggil Laffit, setelah ia membungkuk pada Pangeran Sharka yang menolak memberikan bantuan. Putri Sharka itu memberinya satu informasi yang dapat menggagalkan lamaran Komandan Tiwakan.

Dia memberitahu Laffit bahwa lamaran pernikahan tersebut sebenarnya adalah balas dendam yang terselubung.

T/N : Tuan Putri Sharka di sini adalah Istri Pangeran Ke-1 dan saudari kembar Dieren.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page