;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 82

  • 30 Agu
  • 7 menit membaca

※Jangan Menyebutku Bunga※

[Liene] "Ajaib sekali, gaunnya pas sekali di badanku."

Waktu makan malam tiba. Kedua orang yang sibuk dengan urusan masing-masing, kini bertemu di ruang makan.

Liene mengenakan gaun berwarna lilac seperti yang ia pakai beberapa waktu lalu. Kedua pelayan wanita, yang menganggap waktu ini sebagai momen terakhir sebelum Liene menjadi seorang istri, dengan apik membantunya berpakaian.

[Liene] "Saat aku mencoba gaun pengantin, Nyonya Flambard dan Nyonya Henton membawa jarum jahit. Mereka bilang, jika ada bagian yang tidak pas, mereka akan langsung memperbaikinya. Tapi ternyata, tidak ada yang perlu diperbaiki."

Mereka berdua tampak sangat senang, tetapi juga sedikit kecewa. Saat menceritakan hal itu, Liene terkikik seperti anak kecil.

[Liene] "Jika dilihat, Nyonya Flambard dan Nyonya Henton punya banyak kesamaan. Mereka bisa saja dikira teman lama. Walaupun mereka sedikit canggung satu sama lain."

Itulah yang membuatnya semakin geli.

[Liene] "Aku yakin tidak lama lagi mereka akan akrab, seolah tidak ada yang canggung di antara mereka."

[Black] "Baguslah."

Lalu Black menyuapkan potongan kecil daging burung dara panggang ke mulut Liene, yang terus saja bercerita.

[Black] "Makan saja sambil cerita. Aku tidak suka melihatmu mengabaikan makanan."

Liene, yang tanpa sadar menerima dan menelan makanan dari Black, tiba-tiba memandang Black dengan serius.

[Liene] "Tunggu sebentar. Ada yang ingin aku katakan."

[Black] "Katakanlah."

[Liene] "Perhiasan di ruang perhiasan... rasanya terlalu berlebihan."

[Black] "Apa maksudmu berlebihan?"

[Liene] "Kau menghabiskan terlalu banyak uang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan berapa harganya. Pasti terlalu..."

[Black] "Bukan masalah besar."

Black memotong perkataan Liene. Setiap kali Liene mengatakan hal seperti itu, ekspresi Black selalu sama. Liene menganggapnya sebagai ekspresi kesal, padahal itu ekspresi penyesalan. Memikirkan bagaimana Liene harus menanggung sendiri beban menjual perhiasan miliknya, membuat hati Black terasa sakit.

[Liene] "Kenapa bukan masalah besar? Itu uang yang sangat banyak."

[Black] "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak khawatir soal uang lagi?"

[Liene] "Ini bukan khawatir, um..."

[Black] "Ini jelas kekhawatiran. Kau khawatir kantongku akan kosong."

Liene tidak bisa menyangkalnya.

[Black] "Fermos yang mengelola kekayaan Tiwakan, dan dia paling tidak suka menghamburkan uang."

[Liene] "Jadi dia menentang pembelian perhiasan itu?"

[Black] "Tidak. Justru sebaliknya. Dia bilang sudah sewajarnya untuk kekayaan kerajaan kembali seperti sedia kala, dan dia juga bilang ada nilai investasi dari perhiasan-perhiasan itu."

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Dia bilang harga perhiasan di sini lebih murah dari pada harga di benua lain, jadi nilainya akan naik. Apalagi karena dibeli sekaligus, harganya akan jadi lebih baik."

Sebenarnya, semua alasan itu tidaklah penting bagi Black. Meskipun harganya beberapa kali lipat lebih mahal, atau meskipun Fermos melompat-lompat menentang, Black tetap akan mengembalikan perhiasan itu ke tempatnya semula.

[Black] "Lagipula, membicarakan hal ini membuatku malu."

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Aku melakukan semua ini agar kau bahagia, tapi rasanya aku terlihat seperti pria yang buruk karena harus memberikan banyak alasan."

[Liene] "Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Tidak mungkin."

[Black] "Kalau begitu, berbahagialah. Uang itu dikeluarkan untuk membuatmu bahagia."

Liene, yang bingung harus memasang ekspresi apa, akhirnya menghela napas dan menyembunyikan dahinya di bahu Black.

[Liene] "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu... Selama beberapa tahun terakhir, satu-satunya yang kupikirkan adalah uang, dan akhirnya menjadi kebiasaan buruk."

Black membelai punggung Liene perlahan.

[Black] "Kebiasaan seperti itu akan hilang dengan cepat."

[Liene] "Aku tidak bisa berjanji. Itu tidak mudah."

[Black] "Lebih sulit mempertahankan kebiasaan yang tidak lagi diperlukan. Kekhawatiran soal uang tidak lagi diperlukan untukmu."

Apakah benar?Ā 

Liene masih sulit mempercayainya, tetapi ia tahu perkataan Black benar adanya.

Hutang, yang selama ini menjadi lintah yang menghisap uangnya, sudah lunas. Harta keluarga Kleinfelter kini menjadi milik kerajaan. Itu saja sudah cukup.

Kini, lima keluarga bangsawan juga akan membayar pajak. Selama tidak ada wabah atau masalah besar, uang tidak akan pernah menjadi masalah lagi. Semua itu adalah hadiah yang diberikan Black.

[Black] "Kalau begitu, makanlah lagi. Sejak tadi kau tidak makan."

Black kembali menyuapkan makanan ke mulut Liene.

[Liene] "...Makanlah bersamaku."

Setelah menelan potongan daging, Liene menyodorkan makanan yang sama ke Black.

[Liene] "Sepertinya Lord Tiwakan lebih tidak makan daripada diriku."

[Black] "Aku sedang sibuk sekarang."

[Liene] "Apa? Ada yang lebih penting dari makan di depan meja makan?"

[Black] "Aku harus terus melihatmu."

[Liene] "Kenapa?"

[Black] "Karena aku tidak mau kehilangan momen bersamamu."

Black menarik tangan Liene dan menekan bibir ke pergelangan tangannya.

Sial... Kalau begini, aku tidak akan bisa menikmati makananku.

Yang lebih merepotkan, Black tidak menutup matanya saat mencium. Matanya yang terlihat di sela-sela jari Liene terasa sangat sensual.

[Liene] "Kita... harus makan."

[Black] "Ini masalah besar."

Apa yang menjadi masalah besar bagimu?Ā 

[Black] "Saat aku melihatmu akhir-akhir ini, hanya ada satu pikiran yang muncul."

Meskipun kata-katanya tidak terlalu berarti, tengkuk Liene terasa panas.

[Liene] "Pikiran apa?"

[Black] "Bukan sesuatu yang bisa dibicarakan di meja makan."

[Liene] "Lalu di mana?"

[Black] "Di atas ranjang."

[Liene] "..."

Tebakanku benar. Ternyata memang mengarah ke sana.

[Liene] "Kita harus makan dulu."

Liene, dengan mata yang gelisah, berbisik pelan. Black menundukkan kepala dan berbisik.

[Black] "Kita akan makan."

[Liene] "Lalu kenapa kau berbisik?"

[Black] "Kau yang mulai berbisik duluan."

Benarkah aku yang mulai duluan?Ā 

Saat Liene menundukkan kepala, jarak mereka terasa begitu dekat. Duduk bersebelahan saat makan sudah menjadi kebiasaan baru.

[Liene] "Mungkin karena kita terlalu dekat. Itu membuatku ingin bicara pelan."

[Black] "Aku setuju."

Liene ingin menarik diri sedikit, tetapi Black tidak menunjukkan niat untuk menjauh. Liene tertawa karena Black terus berbisik.

[Liene] "Kalau begitu..."

[Black] "Ya?"

[Liene] "Sebelum hidangan kedua datang..."

[Black] "Sebelum apa?"

[Liene] "Bagaimana jika... kita berciuman?"

[Black] "..."

Ajaibnya, saat itu jarak mereka tiba-tiba menjauh karena Black menyandarkan tubuhnya ke belakang. Ia menggelengkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

Black tertawa terbahak-bahak hingga kepala terangkat ke belakang. Liene menatapnya dengan bingung.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 82: Jangan Menyebutku Bunga. Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

Liene, tanpa sadar, membuka mulutnya saat melihat Black.

Kenapa dia tertawa...?Ā Padahal aku sudah mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya.

[Liene] "Berhenti tertawa. Tidak ada yang lucu. Lagipula, biasanya Lord Tiwakan yang mengatakan hal seperti itu..."

[Black] "Aku setuju."

Jarak yang sempat jauh, kini kembali menyempit dalam sekejap.

[Black] "Tutup matamu."

Matanya yang tadinya tertawa, kini berubah serius.

[Liene] "Tidak, tunggu... Aku sudah tidak menginginkanya lagi, karena kau tertawa."

Liene menutup bibir Black dengan telapak tangannya. Bukannya ia tidak ingin berciuman, justru sebaliknya. Suhu tubuhnya naik secara tiba-tiba dan ia butuh waktu untuk bernapas.

[Black] "Kalau begitu, aku akan membuatmu menginginkanya kembali."

Ciuman lembut dimulai di telapak tangan Liene. Liene memejamkan mata dan menghela napas. Jari-jari kakinya terasa menggulung di dalam sepatunya.

[Liene] "Kenapa... kau menertawakanku?"

[Black] "Aku baru saja berpikir."

Black yang telah menggodanya di telapak tangan, kini memegang pergelangan tangan Liene dan menjauhkan tangannya.

[Black] "Alasan kenapa aku tertawa adalah dirimu."

Bibirnya dengan lembut mendekat dan menyentuh bibir Liene. Dengan bibir yang masih bersentuhan, Black berbisik.

[Black] "Aku sendiri tidak ingat kapan terakhir kali aku pernah tertawa seperti ini."

Bibir bawah Liene terbuka dengan lembut. Tanpa sadar, lengannya sudah melingkari leher Black. Rambut pendeknya yang menyentuh jari-jari Liene terasa halus, dan sentuhan itu membuat tubuh Liene terasa panas. Tidak peduli kapan hidangan kedua akan datang, ciuman mereka akan berlangsung sangat lama.

Sayangnya, selalu ada pengganggu.

[Dieren] "Maaf atas ketidak sopanan dariku karena datang terlambat... Tidak, apa seharusnya aku mengatakan 'datang terlalu dini'?"

Liene menatap Pangeran Dieren yang berdiri di seberang meja, membungkuk seakan ingin berlutut. Liene mencoba menenangkan ekspresinya.

Tamu yang tidak menyenangkan benar-benar bertingkah tidak menyenangkan.Ā Kenapa dia tiba-tiba muncul? Aku tidak mengundangnya makan malam.

[Black] "Aku sudah menyuruh makanan diantar ke kamarmu."

Suara Black terdengar begitu dingin hingga Liene merinding.

Tentara bayaran yang mengantar Dieren ke ruang makan mencoba membela diri melalui tatapan matanya kepada Black.

Ia mencoba menjelaskan: Randall memang menyuruhnya minum. Tapi seperti yang Anda tahu, ada perbedaan status. Entah bagaimana Pangeran ini menyadarinya dan menghindar, tidak mau minum. Randall sudah mencoba, tapi sekarang dia sendiri yang pingsan karena minum terlalu banyak. Maafkan saya. Maafkan saya sekali lagi.

[Dieren] "Ini bukan lagi waktu makan malam, melainkan waktu untuk camilan. Sebagai tamu, aku tidak bisa bersikap tidak sopan dan melanggar jamuan makan kerajaan."

Dieren, yang sempat terkejut saat memasuki ruang makan, kini sudah kembali tenang.

[Dieren] "Maaf terlambat, Tuan Putri. Maukah Anda memberi saya kehormatan untuk bergabung di meja ini?"

Tidak, aku tidak mau.Ā Kehormatan apa? Dasar pengganggu.

[Liene] "Ini makan malam sederhana bersama kekasih, aku khawatir tempat ini akan mengecewakan Pangeran dari negara lain."

[Dieren] "Jangan khawatir. Bagaimana mungkin tempat yang dihadiri oleh kecantikan Anda disebut sederhana?"

Dia mengatakannya lagi.Ā Sepertinya dia pikir itu pujian. Padahal aku sudah bilang tidak menyukainya.

[Liene] "Saya harap Anda tidak menganggapku seperti bunga di atas meja."

[Dieren] "Beraninya aku membandingkan bunga dengan Anda, Tuan Putri? Di mana tempat yang cocok untukku duduk?"

Dieren tidak menunjukkan tanda-tanda akan pergi dengan tenang. Liene diam-diam menggenggam tangan Black di bawah meja dan memberikan jawaban yang tidak ia inginkan.

[Liene] "Hidangan di meja ini sudah tidak hangat lagi, jadi saya tidak ingin menunjukkannya kepada tamu. Tapi jika Pangeran menginginkannya, silakan bergabung."

[Dieren] "Terima kasih atas izinnya. Kalau begitu, aku akan duduk di kursi ini."

Dieren menunjuk kursi di seberang Liene. Pelayan Dieren yang berdiri di depan pintu bergegas mendekat dan menarik kursi untuknya. Black menatapnya dengan tidak senang, lalu memberi isyarat kepada seorang tentara bayaran.

[Black] "Bawa lebih banyak makanan. Aku tidak bisa mengabaikan tamu. Penuhi meja ini."

[Tentara Bayaran] "Baik Tuanku."

[Black] "Dan bawa minuman juga. Minuman yang Randall minum."

[Tentara Bayaran] "Baik."

Dieren yang sudah duduk, tersenyum sinis.

[Dieren] "Kau tidak perlu repot-repot. Panggil saja aku 'saudara'."

Black mengambil gelasnya tanpa berkata apa-apa. Ketika tentara bayaran yang membawa minuman kembali, Black mengisi gelas Dieren dan menyodorkannya.

[Dieren] "...Terima kasih."

[Black] "Minumlah."

Etika mengharuskan seorang tamu untuk tidak menolak gelas yang disodorkan secara langsung tanpa meminumnya. Dieren minum dengan patuh. Sementara itu, Black menggenggam tangan Liene dan bertanya dengan lembut.

[Black] "Bagaimana jika kita pindah saja?"

[Liene] "Apa?"

[Black] "Makan malam kita sudah selesai."

[Liene] "Uh..."

Kapan?Ā 

Dieren yang sedang minum, menghentikan minumnya.

[Dieren] "Apa yang kau katakan? Bukankah makan malam baru saja dimulai?"

Namun, Liene tersenyum ringan dan berdiri.

[Liene] "Ide yang bagus. Jika kami di sini, kami hanya akan menatap Anda. Silakan nikmati makan malam dengan nyaman. Tidak perlu terburu-buru menyelesaikan makan malam."

Saat itu, hidangan kedua baru saja tiba di ruang makan. Ada delapan piring berisi hidangan lezat yang masih mengepulkan asap.

[Black] "Makanlah semuanya. Hidangan ini merupakan ketulusan dariku."

[Dieren] "Apa-apaan... Bukankah ini penghinaan yang sangat jelas?"

[Black] "Penghinaan dari mana? Ini harusnya disebut sambutan hangat."

Black memegang tangan Liene dan meninggalkan ruang makan. Ia meninggalkan pesan kepada tentara bayaran yang membawa hidangan.

[Black] "Periksa piringnya untuk memastikan tamu kita makan dengan benar. Dan sampaikan padanya bahwa aku akan sangat kesal jika ia tidak menghargai ketulusanku."

[Tentara Bayaran] "Baik, Tuan."

Braak!

Pintu ruang makan tertutup, hanya menyisakan Dieren dan pelayannya di dalam.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page