;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 58

  • 24 Jul
  • 9 menit membaca

Diperbarui: 21 Sep

~ Bersumpah Demi Hatinya ~

Black memiringkan kepalanya. Ia terlihat sangat terkejut, jelas sekali ia sama sekali tidak mengetahui kebenarannya sampai detik itu.

[Liene] "Meskipun kau tidak baik-baik saja… tidak apa-apa. Akulah yang berbohong."

[Black] "Aku mengira awalnya akan baik-baik saja. Jika kau punya anak dari pria lain, aku sungguh berpikir tidak masalah."

Tiba-tiba, suara Black merendah menjadi bisikan.

[Black] "Yang aku inginkan hanya kau, Putri, jadi aku menganggap anakmu sebagai harga yang harus kubayar karena terlambat melamarmu. Tak peduli anak siapa fapun itu, aku berencana membesarkannya sebagai anakku sendiri. Memilikimu adalah segalanya bagiku, jadi merawat anak itu tidak masalah. Tapi...."

Kerutan di keningnya semakin dalam.

[Black] "Ternyata, aku merasa tidak baik-baik saja seperti yang kukira."

[Liene] "...? Aku tidak mengerti…."

[Black] "Setelah kau bilang itu semua bohong, rasanya ada beban yang terangkat dariku."

Black mengangkat tangannya, menekan telapak tangan ke sisi kiri dadanya, mengetuk-ngetuk.

[Black] "Mungkin di sekitar sini, aku merasa. Rasanya….."

Black berhenti bicara, kata-katanya menghilang, seolah ia mencoba menemukan cara yang tepat untuk menggambarkan perasaannya.

Saat memikirkannya, wajahnya semakin tenggelam dalam kebingungan. Ia sungguh tidak tahu apa nama yang tepat untuk emosi yang ia rasakan.

[Black] "Mungkin bisa dibilang, ‘terbebaskan’."

[Liene] "....?"

Perlahan, senyum yang sangat indah tersungging di bibir Black.

[Black] "Rasanya hatiku menjadi begitu ringan, aku tidak bisa mengendalikannya."

[Liene] "Kurasa artinya… kau bahagia?"

[Black] "Sepertinya begitu….Apa kau merasakan sakit sekarang?"

Liene mundur karena bingung. Black bertanya begitu tiba-tiba, dan Liene tidak tahu konteks pertanyaannya.

[Liene] "Tidak? Aku sudah bilang aku tidak keguguran, jadi..."

[Black] "Kalau begitu aku akan menganggap dirimu baik-baik saja."

Tanpa ia sadari, wajah Black sudah berada tepat di hadapannya.

Liene merasakan berat familier menekannya saat bibir mereka bersentuhan. Saat rasa Black yang ia kenal baik menyentuh lidahnya, ia merasa akan menangis.

…..Kini ia tahu perasaan apa ini. Keserakahan.

Ia ingin menyembunyikan masa lalu mereka dari Black murni karena keserakahannya sendiri.

Ia tidak melakukannya demi Black, melainkan demi dirinya sendiri. Bukan karena ia tak ingin menyingkirkan bagian masa lalu itu dari Black, melainkan ia tak ingin melepaskan Black dari hidupnya.

Ia tidak ingin kehilangan Black. Ia tidak akan kehilangan Black...

Jadi ia akan mengubur apa yang dilakukan ayahnya di dalam hati. Bahkan jika ia harus menanggung rasa bersalah seumur hidup, Liene akan tetap diam.

[Liene] "Hah….t, tunggu….."

Namun ciuman mereka terlalu intens dan lama.

Liene berbisik, bibir lembutnya meminta udara.

[Liene] "P, pelan-pelan….."

[Black] "Ya."

Ya, katanya, tapi Liene tidak bisa mempercayai jawaban sesederhana itu. Kata itu lugas, tetapi mata Black terlihat seolah ia tidak bisa mengendalikan diri.

Dengan mata seperti itu, bisakah Black mendengarkan permintaannya?

Black dengan cepat menelan bibir Liene lagi, menggigitnya dengan penuh kasih sayang saat ia menarik Liene dari posisi berbaring di tempat tidur ke pangkuannya. Menjaga Liene dalam pelukan eratnya, ia mendudukkan Liene di pahanya.

[Liene] "Tunggu, pelan-pelan….."

[Black] "Ya."

[Liene] "Kau tidak mendengarkan….."

[Black] "Ya."

[Liene] "Tidak..."

[Black] "Ya."

...Apa gunanya menjawabku?

Ciuman mereka intens, cukup untuk mencuri napas Liene, dan membuat seluruh tubuhnya menggigil kegirangan. Liene ingin memeluknya sekuat tenaga, namun sayang, lengannya mulai terasa berat.

[Liene] "...Sakit."

Dalam sekejap bibir mereka terpisah, Liene bergumam pelan. Rasanya tidak benar-benar 'sakit', tapi setelah ciuman panjang dan panas, bibirnya mulai kesemutan.

[Black] "….Kau terluka?"

Dan untungnya, ucapannya berhasil menghentikan Black.

[Black] "Di mana?"

Mengambil kesempatan, Liene menekan kedua tangannya ke sisi wajah Black, melakukan kontak mata langsung dengannya.

[Liene] "Bibirku. Kau menggigitnya."

[Black] "Ah…."

Melihat bekas gigitan kecil di sudut bibirnya, ekspresi Black menegang. Entah mengapa, semua reaksi kecil Black terlihat begitu manis hingga membuat hati Liene terasa perih.

[Liene] "Mari kita lakukan lagi nanti."

Setelah Liene mengatakan itu, Black menggelengkan kepala, namun akhirnya ia tersenyum.

[Black] "Sampai kapan kita harus menunggu?"

[Liene] "Um….besok?"

[Black] "Kau tidak akan merasa sakit besok?"

[Liene] "Kurasa tidak."

Jika besok maka….

Maka aku akan merasa lebih baik. Hatiku juga seharusnya lebih kuat.

Perasaan hasrat dari Black begitu kuat terpancar padanya, hingga terasa akan menghancurkan Liene, tapi jika besok, mungkin ia bisa menahannya.

[Black] "Apa kau masih takut padaku?"

[Liene] "Tidak? Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

[Black] "Aku khawatir, mungkin aku tidak terlihat seperti orang baik sejak awal."

[Liene] "..."

Liene memperhatikan Black mengerutkan kening, alisnya menyempit ke bawah. Khususnya, mata Liene terfokus pada bekas luka yang terukir di keningnya.

Ia benar-benar tidak tahu.

Betapa aku mencintai semua hal tentangmu—betapa bersyukurnya aku padamu, tapi juga menyesal. Maafkan aku atas semua rasa sakit dan penderitaan yang telah kusebabkan padamu.

Jadi setiap kali ia berada di dekat Black, ia tanpa sengaja merasa ingin menangis.

[Liene] "Jika ada yang bisa melihat apa yang kau lakukan padaku, tak seorang pun akan menyebarkan rumor bahwa kau menyukai pria."

Liene bergumam, tawa lembut keluar darinya saat ia mengusap pipi Black.

[Black] "Rumor lain juga tidak benar…..Setidaknya, sebagian besar."

Kata-kata yang Black tambahkan di akhir dengan kurang percaya diri hingga Liene tak bisa menahan tawa lagi.

[Liene] "Aku tahu."

[Black] "Syukurlah."

Black menarik Liene ke dadanya dengan satu lengan, mengubah posisinya dan membaringkannya kembali di ranjang.

[Black] "Apa kau ingin tidur lagi?"

[Liene] "Tidak….Aku tidak tahu apakah aku bisa tidur."

[Black] "Lalu, apa yang ingin kau lakukan?"

Ia bahkan tidak perlu memikirkan jawabannya.

[Liene] "Kau harus mandi."

Black mengangkat lengannya, seolah memeriksa dirinya sendiri.

[Black] "...Apa aku kotor?"

[Liene] "Tidak, tapi kau tetap harus mandi sebelum naik ke ranjang. Jadi, pergilah bersih-bersih dan bawa selimut kembali setelah selesai. Oh, dan bantal juga."

Dan kemudian, aku ingin kau memelukku saat aku beristirahat. Dengan cara yang sangat lembut dan hangat. Agar aku bisa melupakan segalanya kecuali keinginanku untuk tetap bersamamu.

[Black] "Tunggu."

Black menunduk, meninggalkan ciuman di ujung hidung Liene.

Ia bersikap perhatian karena bibir Liene sakit, jadi ia memutuskan untuk mencium hidungnya, dan fakta itu membuatnya ingin menangis lagi.

[Liene] "Cepat kembali."

Liene memejamkan mata, bergumam pelan, dan Black mengeluarkan suara aneh dari sela bibirnya.

[Black] ".....Aku tidak bisa pergi kalau kau mengatakan hal seperti itu."

Liene sedikit membuka bibirnya yang lelah, tersenyum tenang, dan Black tidak melepaskan pandangan darinya sampai senyum itu benar-benar menghilang.

Tatapan Black yang gigih dan intens tidak berbeda dari ciumannya.

Meskipun Liene mengatakan ia tidak akan bisa tidur, ia tidur sangat nyenyak hingga tidak bermimpi. Saat ia bangun, hari bukan fajar lagi, melainkan sudah menjelang siang.

Saat matanya berkedip terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah wajah Black.

[Black] "Apa tidurmu nyenyak?"

Matanya terlalu lebar untuk mengatakan tidak.

[Liene] "Ya."

Ia berbaring di ranjang, terbungkus dalam pelukan Black, persis seperti yang ia lakukan dulu.

Saat ia bangun, ia bisa merasakan betapa eratnya Black memeluknya dan ada tekanan ringan di tubuhnya, jadi aneh bagaimana ia bisa tidur begitu nyenyak.

[Liene] "Kapan kau bangun?"

[Black] "Seperti biasa."

Dan jam berapa itu?

[Liene] "Apa kau sudah menunggu lama?"

[Black] "Aku tidak tahu. Aku tidak merasa bosan untuk memerhatikan waktu."

Black mengulurkan tangannya, mengusap ujung jari-jarinya ke bulu mata Liene yang berkedip cepat, seolah ia senang melihatnya.

Saat bulu matanya menyentuh jari-jari Black, Liene tersenyum lembut.

[Black] "Aku belum pernah melihat bulu mata sepanjang ini."

[Liene] "Begitukah?"

[Black] "Aku ingin menyentuhnya, tapi aku menahan diri karena takut membangunkanmu."

[Liene] "Mengapa tidak kau lakukan?"

Seolah ia mengatakan sesuatu yang sangat konyol, wajah Black berkerut saat alisnya mengernyit.

[Black] "...Tidakkah kau ingin tidur lagi?"

[Liene] "Kurasa aku akan baik-baik saja. Aku sudah tidur lebih dari sehari. Aku harus bangun sekarang."

[Black] "Kau bisa tidur lagi."

[Liene] "Rasanya terlalu malas bagiku."

[Black] "Bukankah tidak apa-apa?"

...Sangat aneh. Mengapa Black begitu ingin Liene tidur? Bukankah selama ini ia menunggunya bangun?

[Liene] "Mengapa kau begitu tertarik membuatku tidur lagi?"

[Black] "Agar aku bisa kembali melakukan hal yang kusuka."

[Liene] "Dan apa itu?"

[Black] "Aku menikmati pemandangannya."

[Liene] "...?"

Saat mengusap sisi wajah Liene, berlama-lama di sekitar bulu matanya, tangan Black melambat dan berhenti.

[Black] "Kau adalah hal terindah yang pernah kulihat dalam hidupku."

Badum.

Kata-kata itu bergema di dada Liene, seolah ada sesuatu yang berdebar di dalam dirinya.

[Black] "Dan semakin malas kau, Putri, semakin aku mendapatkan momen-momen berharga seperti ini. Jadi, bermalas-malaslah. Untukku jika tidak ada yang lain."

[Liene] "..."

Di mana…..Di mana ia belajar bicara seperti itu? Ia tidak mungkin mempelajarinya di medan perang.

[Liene] "Kurasa kau berbohong."

Liene terkejut dengan ucapan tiba-tiba yang keluar dari mulutnya sendiri.

[Black] "Aku tidak berbohong."

[Liene] "Tidak, aku bicara tentang hal lain. Kau bilang kau tidak terlalu pandai dalam hal romantis semacam ini karena tidak punya banyak pengalaman."

[Black] "..."

[Liene] "Kurasa kau berbohong. Sepertinya kau punya banyak pengalaman."

Ekspresi Black menggelap, seolah ia terganggu oleh sesuatu. Tapi setelah menelan ludah, ia menekan bibirnya ke atas kepala Liene.

[Black] "Aku ingin mengatakan itu bohong."

[Liene] "Oh, seperti yang kuduga."

[Black] "Anggap saja kau tidak mendengarnya. Aku akan mencari tahu bagaimana caranya menjadi lebih baik."

[Liene] "....? Apa kemampuanmu belum bagus?"

[Black] "Aku ingin kau berpikir begitu."

Black bergumam, ucapannya samar-samar menghilang begitu saja. Saat melakukannya, ia memberinya ciuman di dahinya. Sensasi napas hangatnya di kulit Liene membuatnya bahagia luar biasa.

Jika ia harus memikirkan bahwa orang lain pernah mengalami hal ini sebelumnya, Liene hanya akan merasa terganggu.

[Liene] "Aku tidak ingin mendengar apa pun tentang pengalamanmu. Itu tidak baik."

Liene mengangkat satu jari, menekannya ke pipi Black.

[Liene] "Aku tidak ingin mempersoalkan masa lalu, terutama jika itu sesuatu yang tidak perlu aku ketahui. Tapi berbeda jika kau mengatakannya sendiri. Jadi jangan katakan."

Black membalas dengan kerutan, seolah ucapan Liene menusuknya di tempat yang sensitif dan membuatnya sakit.

[Black] "Aku setuju, tapi aku punya alasan tersendiri."

[Liene] "Tapi mengapa kau merasa perlu memamerkan masa lalumu?"

[Black] "Aku tidak ingin ditolak lagi."

[Liene] "....?"

[Black] "Kau yang mengatakan bahwa orang yang tidak terampil tidak bisa bersamamu, Putri..."

[Liene] "Ah, berhenti."

Liene dengan cepat menutup mulut Black.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 58: Bersumpah Demi Hatinya. Baca Novel A Savage Proposal oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea

Kalau dipikir-pikir, itu adalah komentar kecil yang Liene lontarkan sambil lalu...untuk menyembunyikan perasaan sebenarnya. Ia tidak mengira Black akan menganggapnya serius.

Jadi bagaimana Liene bisa memperbaikinya sekarang?

[Liene] "….Bukan begitu."

[Black] "Apa maksudmu?"

Ia bisa merasakan bibir Black bergerak mulus di bawah tangannya. Ia tidak bisa mendengar karena suaranya teredam, tapi anehnya, ia merasa bisa merasakan ucapan Black.

[Liene] "Bukan seperti itu."

Semakin ia berbicara, semakin sulit untuk melakukan kontak mata dengan Black. Liene memalingkan wajah, bergumam pelan dan menghindari tatapannya.

[Black] "Beritahu aku, apa maksudmu."

[Liene] "Aku...bukan penilai yang baik dalam hal siapa yang terampil dan siapa yang tidak."

[Black] "…..? Lalu mengapa kau menolakku waktu itu?"

[Liene] "Itu karena aku tidak ingin tidur bersama."

[Black] "..."

[Liene] "Jika kita melakukannya….. kau pasti akan segera menyadarinya."

[Black] "Menyadari apa?"

[Liene] "Sejujurnya, aku tidak punya pengalaman dalam hal itu."

Liene bisa merasakan rasa malu menguar dari dirinya. Ia tidak tahan lagi, menggeliat keluar dari pelukan Black dan mencoba bangun.

[Liene] "Bagaimanapun, aku harus pergi. Aku akan ke kamar mandi dulu."

[Black] "Kau pikir mau ke mana?"

Tapi usahanya sia-sia.

Black dengan sangat mudah menarik Liene kembali, bahkan saat ia mencoba melarikan diri, mengunci Liene dalam pelukannya. Black memeluknya sangat erat, ia nyaris tidak bisa bernapas, namun menakjubkan betapa nyaman rasanya.

[Liene] "Tolong lepaskan aku. Aku sangat malu."

[Black] "Tidak mungkin."

[Liene] "Ap….."

[Black] "Aku tidak bisa diam setelah mendengarnya."

[Liene] "Pengalamanku bukan hal penting….."

[Black] "Kau mungkin tidak berpikir begitu, tapi bagiku itu penting, Putri."

[Liene] "Apakah aku yang tidak punya pengalaman…..membuatmu bahagia?"

[Black] "Kurasa aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya."

Black tetap dalam posisi berpelukan untuk sementara. Tubuhnya begitu kaku hingga ia tidak bergerak sedikit pun, seperti ia telah berubah menjadi batu.

Atau lebih tepatnya, tubuhnya tidak kaku. Black lebih seperti menahan diri, mencoba menghentikan dirinya bergerak gila-gilaan.

[Black] "Setiap hari sejak aku kembali ke Nauk, aku terus memikirkan semua penyesalanku, merasa aku sudah terlambat."

Setelah beberapa saat, Black akhirnya berbicara.

[Black] "Aku seharusnya kembali lebih awal. Aku seharusnya menyadari lebih cepat, apa yang aku inginkan—bahwa aku tidak ingin kau direbut dariku."

[Liene] "Begitukah?"

Liene, yang sudah tahu apa yang dimaksud Black, merasa ada sesuatu di hatinya yang terlepas. Merasakan tenggorokannya tercekat, Liene merapat lebih dalam ke pelukan Black—sampai tidak ada lagi ruang untuk lebih dekat.

[Black] "Jika saja aku datang lebih awal, kau tidak akan punya kesempatan untuk menaruh pria lain di hatimu, Putri. Dan waktu yang dibutuhkan untuk terbiasa denganku akan lebih singkat. Aku terus memikirkannya."

[Liene] "Untuknya…..aku tidak pernah..."

[Black] "Aku masih tidak bisa memercayainya. Bahwa apa yang menjadi milikku tidak pernah benar-benar direbut sejak awal."

[Liene] "....?"

Liene mengangkat kepalanya, menatap Black.

Apa yang Black bicarakan?

Apa maksudnya, apa milik Black yang tidak pernah direbut? Ia kehilangan segalanya, dan terpaksa melarikan diri serta mengubah namanya.

[Black] "Karena dirimu selalu menjadi milikku."

Tapi yang ia bicarakan bukanlah mahkota atau statusnya.

Melainkan Liene sendiri.

Mengucapkan kata-kata terakhirnya, Black menundukkan tubuhnya dan mencium dada Liene.

Mencium di sisi kiri, tepat di mana jantungnya berada. Itu bukan ciuman sensual, juga tidak terasa kotor atau vulgar. Ciumannya terasa tulus. Seperti ia membakar sumpah suci ke dalam hati Liene.

[Black] "Aku tidak akan pernah melupakan atau kehilangannya."

[Liene] "..."

[Black] "Tidak akan pernah."

Dan sampai Black menyelesaikan ciumannya, Liene menahan napas dan hanya menunggu. Itulah pertama kalinya Liene menyadari bahwa hatinya mampu mengeluarkan suara seintens itu.

...Ya. Aku senang aku tidak memberitahunya.

Entah itu keserakahan yang mendorongnya, atau sesuatu yang lain, Liene akan menjaga semuanya persis seperti ini.

Tidak akan pernah lagi ia mengambil apa pun dari pria ini.

Saat Black menjauh darinya, Liene memeganginya, menariknya kembali.

Dan ciuman yang seharusnya dilakukan besok, dimulai hari itu. Keduanya tetap berada di kamar tidur sampai matahari berada di puncak langit—menyebabkan kekhawatiran bagi mereka yang menunggu keduanya untuk beraktivitas.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page