A Barbaric Proposal Chapter 53
- Crystal Zee
- 17 Jun
- 8 menit membaca
~ 21 Tahun Lalu (1) ~
Meskipun api tak terlalu besar, kobarannya muncul di mana-mana.
Karena kastil sangat luas, tugas mereka menjadi sangat berat sebab para pemadam tak tahu di mana bara berikutnya akan menyala.
[Fermos] "Hah, saya rasa yang terburuk sudah lewat. Jika ingin, sepertinya sudah aman untuk Anda kembali."
Saat Fermos memberi isyarat aman pada Black, fajar sudah menyingsing.
Padahal… Fermos ingin mengatakannya lebih awal, tapi tak pernah mendapat kesempatan.
Untungnya ada Black yang memimpin pemadaman api, mengangkut beberapa wadah air sekaligus—terutama karena anak buah mereka yang lain nyaris sekarat mencoba melakukannya sendiri.
Namun, apakah benar-benar perlu melakukannya dengan wajah seseram itu, seolah ia melampiaskan kemarahannya pada api?
Tapi setidaknya, karena Black ada di sana, semua api terasa sepele, nyaris tak meninggalkan bekas hangus di karpet dan beberapa perabot.
[Black] "Begitukah? Kita tidak bisa membiarkan api menyebar."
[Fermos] "Tentu saja…."
[Black] "Kau harus memastikan."
[Fermos] "…..A, apa?"
[Black] "Liene terlihat seperti sangat ketakutan pada api."
[Fermos] "..."
Mendengar perkataan Black, Fermos berpikir sejenak.
Maksudnya, jika Putri takut pada api, maka… Fermos harus benar-benar memastikan semua api sudah padam. Jadi wajar saja ia harus berhati-hati. Ya, Fermos seharusnya sudah tahu itu.
[Black] "Siapa yang memulai kebakaran ini?"
[Fermos] "Kami sedang mencarinya sekarang, Tuanku."
[Black] "Jika kita tak bisa menemukan mereka, kebakaran adalah masalah terkecil kita."
[Fermos] "Ya, tentu saja. Dan saya curiga mereka mungkin terhubung dengan si berengsek yang terkurung di penjara bawah tanah. Haruskah saya pergi dan menanyakan dengan ramah perihal kebakaran ini?"
[Black] "Lakukan. Dan kau tidak perlu bersikap baik."
[Fermos] "Ya, Tuanku."
Meskipun mereka sudah berada di Nauk beberapa saat, Fermos masih belum sepenuhnya beradaptasi dengan kehidupan barunya di sana. Tapi ada satu hal yang ia yakini sekarang—
Menyiksa Lyndon Kleinfelter dan bawahannya secara resmi menjadi bagian dari pekerjaannya. Bahkan mulai menjadi seperti hobinya. Gagasan untuk pergi ke penjara bawah tanah cukup untuk membuat senyum Fermos tersungging.
[Fermos] "Apakah Anda akan kembali kepada Putri sekarang?"
[Black] "Belum. Aku akan kembali setelah pelakunya tertangkap."
Dari perkataannya, Black tak ingin kembali kepada Liene hanya untuk memberitahunya bahwa masalah belum selesai dan Liene perlu menunggu lebih lama. Black ingin jawaban konkret untuknya.
[Fermos] "Baiklah. Saya akan pergi ke penjara bawah tanah dulu."
Namun, pada kenyataannya, Black seharusnya langsung kembali kepada Liene sesegera mungkin.
Jika melakukannya, Black pasti sudah menyadari jauh lebih awal mengapa ia tak bisa menemukan orang yang menyulut api di mana pun.
Liene menarik napas dalam, berusaha sekuat tenaga menenangkan hatinya.
[Liene] "Kurasa kau bukan orang jahat seperti Lyndon Kleinfelter."
Klimah melebarkan mata, tapi kemudian cepat menunduk lalu menggelengkan kepala.
[Klimah] "Tidak… Tidak, saya seorang pendosa. Saya telah melakukan begitu banyak dosa keji yang tak bisa dihapuskan…."
[Liene] "Semuanya salah Lyndon Kleinfelter."
[Klimah] "..."
Mendengar tuduhan itu, Klimah terdiam. Ia tak bisa membenarkan, tapi ia juga tak bisa menyangkal.
[Liene] "Jika ingin bertobat, maka kau harus berhenti berbuat dosa terlebih dahulu. Sampai saat itu, seberapa banyak pun kau mencambuk dirimu, kau hanya membuat dirimu terluka."
[Klimah] "Saya…."
[Liene] "Mengapa terus menyangkal? Kau tahu apa yang diperintahkan keluarga Kleinfelter padamu itu salah. Kau adalah pelayan ilahi, namun kau membunuh dua Kardinal. Kau membungkam suara Tuhan."
[Klimah] "Saya…..tidak menjadi pelayan Tuhan karena menginginkannya…."
Dengan setiap kata, suara Klimah bergetar seolah ia sangat kesakitan.
[Liene] "Kau tidak ingin?"
[Klimah] "Saya melakukan apa pun yang mereka suruh…"
[Liene] "Mereka? Maksudmu Kleinfelter? Apakah menjadi pelayan membuatmu lebih mudah melenyapkan Kardinal?"
[Klimah] "…..Ya, menjadi pelayan membuat saya lebih mudah bersembunyi."
[Liene] "Apa?"
[Klimah] "Dari mereka…."
[Liene] "Kau bersembunyi dari apa? Siapa?"
[Klimah] "..."
Klimah menutup mulutnya, menggigit bibir. Lalu, ia berdiri dan mendekati Liene.
Seketika, Liene menggeser tubuhnya menjauh. Ia memang mengatakan Klimah tak terlihat seperti orang jahat, tapi itu tak menghapus ketakutan yang ia rasakan saat mendengar Klimah akan mencemarinya.
[Liene] "Jangan mendekat. Jawab saja aku."
[Klimah] "Maafkan saya…"
Klimah mengulurkan tangan padanya dengan air mata mengalir di wajah.
[Liene] "Tidak! Jangan lakukan!"
[Klimah] "Maafkan saya… Saya benar-benar minta maaf…."
[Liene] "Pikirkan ini! Sampai kapan kau akan terus hidup melakukan perintah mereka!?"
Ketakutan cukup untuk mengirimkan hawa dingin mematikan ke seluruh tubuhnya, tapi Liene mati-matian berusaha menahannya.
Berbicara dengannya tidaklah cukup. Ia perlu menemukan jalan keluar lain.
Perintah Lyndon-lah yang memaksa Klimah. Jadi, Liene perlu mencari tahu pengaruh apa yang mereka miliki atas Klimah, dan menggunakannya untuk mempengaruhinya.
[Liene] "Kau bilang kau tidak diperintahkan untuk membunuhku, kan…..? Kalau begitu, aku bersumpah, aku akan bertahan hidup dan membuat keluarga Kleinfelter membayar perbuatan mereka."
[Klimah] "..."
Ucapannya berhasil.
Tangan yang Klimah ulurkan ke arah Liene berhenti di udara, tersentak begitu Liene menyebutkan untuk membuat keluarga Kleinfelter 'membayar'.
[Klimah] "M, membunuh keluarga Kleinfelter. Kalau begitu…."
Dari bicaranya yang gagap, mengulang sentimen Liene jelas menunjukkan bahwa ia kesulitan memercayainya.
Tapi Liene tak menyalahkannya. Ia juga merasakan hal yang sama.
Ia selalu berpikir bahwa keluarga Kleinfelter tidak boleh mati di Nauk. Risikonya terlalu besar, dan cengkeraman keenam keluarga yang terikat Perjanjian Risebury terlalu kuat di Nauk.
Tapi ia tak sanggup lagi.
Sementara Liene mati-matian mencoba menjaga perdamaian, yang dilakukan Lyndon hanyalah membuktikan bahwa semua usahanya dalam menyeimbangkan permainan tarik-ulur dengan keenam keluarga adalah usaha yang sia-sia.
Lyndon adalah pria yang akan melakukan apa pun untuk mendapatkan Nauk. Dan jika satu hal tidak berhasil, ia akan beralih ke hal berikutnya—selalu mencoba sesuatu.
Bahkan saat dipenjara, pengaruhnya sangat besar. Ia masih bisa meraih Liene. Dan bukan hanya Liene, bahkan Dewan Aristokrat dan Kuil pun tak luput dari jangkauannya.
Tapi tak peduli seberapa besar akarnya, tak peduli seberapa jauh jangkauannya, ia harus memotongnya di sini dan saat ini. Jika tidak, Lyndon akan menelan seluruh Nauk dari dalam.
Hal seperti itu terasa begitu mustahil sebelumnya.
Tapi sekarang, Liene yakin bisa melakukannya.
Karena ia memiliki Tiwakan. Prajurit bayaran paling ganas dan menakutkan di seluruh benua telah bersumpah atas nama baru sebagai Pelindung Arsak. Jika ada kesempatan, sekaranglah saatnya.
[Liene] "Apakah kau benar-benar berpikir tunanganku akan pergi hanya karena kau mencemariku? Tentu saja tidak. Itu hanya khayalan bodoh Lyndon Kleinfelter."
Saat ia mengatakan itu, ia bisa merasakan dirinya sedikit menangis.
Pria itu memberitahunya akan melupakan balas dendamnya. Ia mengatakan akan menerima anak musuhnya sebagai anaknya sendiri, karena Liene adalah rumahnya.
Jika Klimah memenuhi perintahnya, hasilnya akan sejelas api yang berkobar dan menghanguskan segalanya.
Keluarga Kleinfelter akan musnah.
Dan kali ini Liene tak punya alasan untuk menghentikan Black.
[Liene] "Jika kau mengikuti perintahnya, maka keluarga Kleinfelter akan musnah. Tapi jika tidak, hasilnya akan tetap sama. Mereka akan hilang, tidak peduli apa yang kau lakukan."
Dan jika akhirnya akan sama, lalu apa yang akan Klimah pilih?
[Klimah] "Jika keluarga Kleinfelter musnah…."
Mata Klimah bergetar.
[Klimah] "Kalau begitu….saya tidak perlu… Ah, tapi saya masih harus hidup bersembunyi…..Tidak, tapi lalu ibu saya….."
[Liene] "Apa? Kau bilang ibumu?"
Ia menggumamkan banyak dengan berbisik, sehingga sulit untuk memahami apa yang ia katakan. Tapi dari semua gumaman yang tak jelas itu, ada satu hal yang bisa Liene pastikan.
Keluarga Kleinfelter memegang erat kelemahan Klimah—ibunya.
[Liene] "Apakah keluarga Kleinfelter menyandera ibumu?"
[Klimah] "Ya… Ah, maksud saya, tidak! Maksud saya, tidak…..!"
Terlambat menyadari kesalahannya, Klimah mati-matian menggelengkan kepala.
[Liene] "Tidak apa-apa. Kau bisa mengatakannya."
Sekarang, Liene memiliki alat yang bisa ia gunakan untuk menenangkan Klimah. Liene berbicara kepadanya perlahan, membuat suaranya terdengar selembut dan sebaik mungkin.
[Liene] "Meskipun kau telah berdosa, aku tahu dosa keluarga Kleinfelter jauh lebih besar daripada dosamu. Jika kau takut akan keselamatan ibumu, aku akan membantumu. Dan aku tidak akan membicarakan dosa-dosamu padanya."
[Klimah] "Tidak, tidak bisa. Tidak semudah itu… Tidak mungkin."
Klimah mengepalkan tinjunya, berjongkok, hampir bersujud ke lantai. Saat ia menangis dalam keputusasaan, bahunya bergetar.

[Liene] "Ya, bisa. Aku berjanji padamu. Jika kau menghentikan perbuatanmu sekarang, kau dan ibumu akan aman."
Melihat ke arah Liene, Klimah mengangkat wajahnya yang berlumuran air mata.
[Klimah] "Bisakah Anda benar-benar melakukannya? Anda benar-benar tidak akan membunuh ibu saya?"
[Liene] "Sesuai yang kukatakan."
[Klimah] "Jika saya membiarkan Anda pergi dari sini, Putri….Jika saya tidak melakukan apa pun, apakah Anda akan menyelamatkan ibu saya?"
[Liene] "Aku bersumpah atas nama Arsak. Aku akan menyelamatkanmu. Baik kau maupun ibumu."
Tapi seolah Klimah tak bisa memahami perkataannya. Ia terus bertanya, lagi dan lagi, mengulang pertanyaan yang sama dengan suara pelan.
Apapun hubungannya dengan keluarga Kleinfelter, itu jauh lebih dalam dan gelap daripada yang bisa Liene duga.
Kedengarannya lebih dari sekadar ancaman keluarga Kleinfelter terhadap ibunya. Lebih jahat. Seolah-olah mereka menyembunyikan ibunya di suatu tempat, dan Klimah mati-matian membayar harga untuk mendapatkan ibunya kembali.
[Klimah] "Bahkan jika ibu saya… masih memiliki nama Henton?"
[Liene] "…..Maaf, apa yang baru saja kau katakan?"
Mendengar nama tak terduga di antara bisikannya, seluruh tubuh Liene menegang seperti batu.
Ia tak bisa bernapas atau menggerakkan tubuhnya.
Klimah menyebut nama… Henton?
[Black] –'Henton. Itulah namaku tepat sebelum meninggalkan negeri ini.'
Itu yang dikatakan Black.
[Pria Tua] 'Ia adalah putra kedua Henton.'
Dan itu juga yang dikatakan pria tua padanya.
Setelah mendengar nama yang sama dari kedua sumber, Liene tak meragukan sedetik pun bahwa 'Henton' adalah nama keluarga Black.
[Liene] "Tapi nama itu… Tidak, tapi kalau begitu…."
Liene menatap lurus ke arah Klimah, matanya terbelalak kaget.
Wajah Klimah berlumuran air mata, dan ia terlihat seperti seorang pemuda, tapi pada saat yang sama, sulit untuk menebak berapa usianya.
[Liene] "Apakah kau… punya saudara? Sudah lama sekali… Sekitar dua puluh satu tahun yang lalu."
Mendengarnya, Klimah terlihat ketakutan.
[Klimah] "Dugaan saya benar, orang-orang masih belum lupa. Mereka masih ingat… Mereka tahu bahwa…."
Liene hanya bertanya apakah ia punya saudara, tapi reaksi Klimah melampaui pemahamannya.
[Liene] "Tenangkan dirimu. Aku tak tahu apa yang kau pikirkan. Aku hanya bertanya karena aku mengenal seseorang yang memiliki nama Henton. Jadi tolong jawab aku. Apakah kau punya saudara? Dan berapa banyak?"
[Klimah] "...S, satu."
Ia diberitahu bahwa Black adalah putra kedua Henton, yang berarti Klimah adalah kakak laki-lakinya.
…Tapi apa sebenarnya yang terjadi?
Black mengatakan ia melihat prajurit Kleinfelter membunuh ayahnya. Setelah itu, ia melarikan diri sendiri dan tak pernah lagi menggunakan nama Henton.
Tapi ternyata, ibu dan kakaknya masih tinggal di Nauk, meskipun dengan menyembunyikan nama mereka. Jika memang begitu, maka Black mungkin tidak tahu bahwa keluarganya masih hidup.
…Tapi apa untungnya bagi keluarga Kleinfelter dengan menyembunyikan sisa keluarga Henton?
Rasanya sangat… aneh. Seolah poin-poinnya tak sesuai.
[Liene] "Apa yang terjadi pada keluarga Henton? Apa kau ingat?"
[Klimah] "..."
Klimah memejamkan mata, mengangguk hati-hati.
[Liene] "Beritahu aku."
[Klimah] "Saya… tidak bisa. Saya tidak akan pernah….Saya tidak boleh memberitahu siapa pun…."
[Liene] "Tidak, kau harus memberitahuku."
[Klimah] "Tidak, jika saya melakukannya, ibu akan mati…"
Melihatnya, Liene cepat menyadari Klimah tak akan mau memberitahunya seberapa keras pun ia menekannya. Yang berarti ia perlu mengubah pertanyaan.
[Liene] "Kalau begitu ceritakan padaku tentang ayahmu. Apakah keluarga Kleinfelter membunuhnya?"
[Klimah] "…..Ya. Yang terjadi adalah…."
Klimah masih tak bisa membuka mata yang tertutup rapat.
Pikirannya mungkin sudah tidak utuh lagi. Setelah kehilangan ayah dan adik laki-lakinya dua puluh satu tahun lalu, pikirannya pasti kacau—seolah ia hanya mengikuti alurnya.
[Liene] "Ada apa?"
[Klimah] "Dia bilang dia harus membawanya pergi."
[Liene] "Membawa siapa pergi?"
[Klimah] "F, Fernand….."
[Liene] "Fernand?"
Liene tak mengenali nama itu. Liene menundukkan kepalanya lebih dekat ke Klimah.
[Liene] "Siapa itu?"
[Klimah] "Pangeran Fernand."
[Liene] "Pangeran?"
Klimah hanya mengangguk, kelelahan yang jelas dan menyedihkan terpancar di wajahnya. Seolah hanya memikirkan masa lalu sudah cukup untuk menguras seluruh energinya.
[Liene] "Pangeran Fernand? Pangeran dari kerajaan mana?"
[Klimah] "…Nauk."
[Liene] "?"
Ucapannya tidak masuk akal hingga pikiran Liene menegang. Ada pangeran lain selain ayahnya di Nauk? Upacara peobatan ayahnya dilaksanakan setelah Liene dewasa, jadi adanya pangeran lain tidak sepenuhnya mustahil.
Ia tak bisa mengingatnya dengan jelas, tapi Liene berusaha keras mengingat silsilah keluarga kerajaan.
Dan dengan pemikiran singkat, terlintas di benaknya bahwa raja dari generasi sebelumnya, meskipun masih berkerabat jauh dengan Arsak, bukanlah anggota keluarga mereka, maupun dengan nama yang sama. Meskipun ia tak bisa mengingat siapa nama raja itu.
[Liene] "Mengapa Pangeran Fernand melarikan diri? Apakah ia melakukan kesalahan?"
[Klimah] "Karena Raja Gainers….meninggal. Ia… terbunuh."
Itu cukup untuk memicu ingatannya.
Nama belakang raja generasi sebelumnya adalah Gainers. Ia meninggal tanpa pewaris, jadi putra tertua keluarga Arsak, bangwasan dengan hubungan keluarga paling dekat dengan Gainers, mengambil alih takhta. Itulah mendiang raja, Reder, ayah Liene.
Begitulah ceritanya sejauh yang Liene tahu. Semuanya juga tercatat dalam catatan kerajaan.
[Liene] "Siapa yang membunuh Raja Gainers? Apakah Pangeran Fernand?"
[Klimah] "Tidak."
[Liene] "Lalu?"
[Klimah] "Tujuh keluarga Nauk yang melakukannya. Ayah saya—"
[Liene] "Apa….? Tujuh keluarga?"
Saat Liene mengulang kata 'tujuh keluarga', mulutnya terbuka lebar karena terkejut, ia hampir melukai dirinya sendiri. Tapi kebingungannya masih terlalu besar untuk dilepaskan begitu mudah.
Liene menarik napas dalam.
[Liene] "Apa yang kau bicarakan sekarang….adalah pengkhianatan. Kau mengatakan seseorang melakukan pengkhianatan di Nauk?"
[Klimah] "…Ya. Itu yang dikatakan ayah saya."
Sir Henton adalah seorang ksatria yang melayani keluarga kerajaan. Anggota Ksatria Pelindung, kebanggaan keluarga kerajaan Gainers.
Jadi ketika tujuh keluarga Nauk tiba-tiba membunuh raja, ia membawa satu-satunya pewaris Raja Gainers dan melarikan diri secepat mungkin.
Seorang pangeran muda bernama Fernand.
Comments