A Barbaric Proposal Chapter 50
- Crystal Zee
- 13 Jun
- 8 menit membaca
~Rumah yang Ditemukan~
Liene memejamkan mata.
Momen itu juga sangat berarti baginya.
Meskipun ia telah tinggal di Kastil Nauk yang luas sejak kecil, tempat itu tidak terasa seperti rumah. Terlalu besar dan kosong.
Hanya setelah Black datang dan mengisi kekosongan itu barulah kastil mulai terasa penuh kembali. Seperti rumah sungguhan.
Liene mengulurkan tangan, menarik ujung pakaian Black dengan tangan gemetar.
[Liene] "Mungkinkah?"
[Black] "Mungkin. Jika kau menginginkannya, Putri."
[Liene] "Aku… Bahkan jika aku menginginkannya, aku tidak punya hak. Aku masih tidak bisa membiarkan kau menyakiti Kleinfelter…"
[Black] "Aku tidak tertarik membunuh mereka demi balas dendam."
[Liene] "Tapi bagaimana mungkin? Ayahmu terbunuh tepat di depan matamu. Dan namamu direnggut darimu sejak lama."
[Black] "Aku lebih menginginkan rumah. Jika merelakan balas dendam adalah cara untuk mendapatkannya, pilihannya sederhana bagiku."
[Liene] "…Itu tidak mungkin. Kau… tidak bisa…."
[Black] "Apa yang membuatmu begitu yakin?"
Black tersenyum.
[Black] "Bayangkan kau berusia delapan tahun, Putri. Kau tidak punya apa-apa lagi dan seluruh tubuhmu kesakitan, tapi kau tidak bisa berhenti bergerak karena kau takut seseorang mungkin tepat di belakangmu, memburumu."
[Liene] "..."
[Black] "Kau begitu lapar dan kedinginan sampai terserang demam. Dan saat tubuhmu gemetar, kau mulai membayangkan hal-hal yang tidak masuk akal. Pada momen itu, apa yang paling kau inginkan?"
Ia tidak bisa menjawab.
Liene tidak pernah mengalami cobaan seperti itu, jadi ia tidak memenuhi syarat untuk menjawab pertanyaan Black.
[Black] "Saat itu, lebih dari segalanya, yang kuinginkan hanyalah sebuah rumah."
[Liene] "Aku..."
Liene melangkah maju, membenamkan wajahnya di dada Black. Ia ingin mendongak dan melihat wajah Black, tapi pada saat yang sama ia tidak mau. Liene takut jika ia melihatnya sekarang, terlalu mudah untuk melihat diri Black yang berusia delapan tahun.
[Liene] "Jika aku masih tidak bisa memercayaimu... apa yang akan terjadi nanti?"
[Black] "Aku tidak tahu… Tapi mungkin tidak akan banyak perbedaan."
Black mengangkat tangannya, dengan lembut mengelus kepala Liene. Saat ia melakukannya, ia menundukkan kepala, bibirnya menegang. Lalu, ia berbicara pelan dengan bibir di dekat telinganya.
[Black] "Kau berjanji akan menerimaku, Putri."
[Liene] "Tapi aku mungkin tidak akan bisa, sekeras apa pun mencoba."
[Black] "Tidak. Kau bilang bisa. Jadi mulai hari ini, baik kau maupun aku akan kembali ke momen itu, Putri. Kau akan tidur di ranjang yang sama denganku dan begitu kau membuka mata, kau harus menerima ciuman yang kuberikan padamu."
[Liene] "Dan jika aku masih tidak bisa memercayaimu?"
[Black] "Aku bisa menunggu. Selama kita hidup bersama, jika tidak ada yang terjadi sampai kau menjadi nenek-nenek, maka kau akan bisa memercayaiku."
[Liene] "..."
Mendengar ucapannya, Liene tidak bisa lagi menahan air mata.
Liene memeluk Black erat-erat. Dan sebagai respons, Black mendekap tubuh Liene ke tubuhnya, mencium puncak kepalanya.
[Liene] "Seorang nenek… Pikiranmu terlalu jauh."
[Black] "Semua manusia bertambah tua."
[Liene] "Tetap saja… Aku benci memikirkannya sekarang."
[Black] "Begitukah?"
Dengan gerakan hati-hati dan lembut, Black menyandarkan wajahnya di rambut lembut di puncak kepala Liene.
[Black] "Aku senang mendengar kau membenci sesuatu, Putri."
Liene mengatakan ia tidak suka ketika Black meminta izin sebelum menciumnya, dan sekarang ia menyuruh Black untuk berhenti membayangkannya sebagai wanita tua.
Seperti pertengkaran yang tenang dan nyaman antara sepasang kekasih yang penuh gairah namun menggemaskan.
[Liene] "....Aku merasakan hal yang sama."
[Black] "Aku belum mengatakan aku membenci apa pun."
[Liene] "Aku tahu. Tapi….Aku bahagia."
Aku bahagia kau tidak membenci apa pun tentangku.
Ia menyuruh Black untuk menjaga musuh yang paling dibencinya tetap hidup, dan ia pada akhirnya akan melahirkan anak berdarah terkutuk, tapi itu tidak cukup untuk membuat Black membencinya.
Semua itu tidak masuk akal, sehingga Liene jadi sangat meragukannya, sampai-sampai semuanya menjadi kacau. Namun, Black tetap tidak menunjukkan kebencian sedikit pun padanya.
Ia merasakan malu yang begitu dalam, tetapi ia juga merasa sangat bahagia.
Black sepertinya memahami kata-kata Liene yang tersimpan jauh di dalam dirinya. Black tiba-tiba menjauh darinya, hanya untuk secepat itu menelan bibirnya.
Ciuman yang terasa menyengat di bibirnya sangat manis dan menakutkan.

[Liene] "Untung aku mengikuti saranmu, Nyonya."
Liene melepaskan tangannya dari ujung pakaian pernikahan Black.
Ujungnya perlu disesuaikan dan disulam cukup banyak, tetapi Nyonya Flambard bersikeras agar mereka menggunakan kain yang lebih mahal karena akan cocok sebagai hadiah.
Ia kagum melihat betapa bagus hasil akhirnya.
[Ny. Flambard] "Bukankah sulamannya terlihat jauh lebih baik seperti ini? Tentu saja. Bagus sekali, Putri."
[Liene] "Terlihat luar biasa."
Pipi Liene memerah sesaat, membayangkan betapa gagahnya Black mengenakan pakaian itu.
[Ny. Flambard] "Apakah terjadi sesuatu yang baik, Putri?"
[Liene] "Ah, apa?"
Pikirannya sedikit kacau, menyebabkan Liene menatap Nyonya Flambard dengan ekspresi bingung.
[Liene] "Sesuatu yang baik? Mengapa Nyonya bertanya?"
[Ny. Flambard] "Wajah Anda terlihat sangat berbeda dari pagi tadi."
[Liene] "Oh…"
Agak canggung… mengetahui perasaanya terlihat jelas di wajah.
[Liene] "Itu karena… aku pikir kesalahpahaman telah diselesaikan."
[Ny. Flambard] "Ada kesalahpahaman, Putri?"
Saat wajah wanita itu cepat berubah, Liene menyadari Nyonya Flambard pasti menafsirkan kata-katanya secara berbeda.
[Liene] "Tidak, bukan di antara kita, Nyonya….Maksudku dengan Lord Tiwakan."
[Ny. Flambard] "Oh…? Benarkah? Kalau begitu, jika situasi telah diselesaikan…."
[Liene] "Ya."
Mengalihkan pandangannya sedikit, ada senyum malu-malu di wajah Liene.
[Liene] "Lord Tiwakan tidak berniat untuk balas dendam. Aku tidak percaya pada awalnya, tapi menjadi lebih masuk akal ketika ia menjelaskannya kepadaku."
[Ny. Flambard] "Begitukah? Bisakah Anda memercayai sesuatu yang begitu besar… hanya dengan memercayai perkataannya?"
[Liene] "Itulah mengapa ia menyembunyikannya. Ia pasti tahu bahwa kata-kata saja tidak akan cukup untuk menjelaskannya."
[Ny. Flambard] "Oh, jadi begitu yang terjadi. Apakah pria tua yang dibawa ke kastil mengatakan sesuatu yang membantu Anda?"
[Liene] "Itu…"
Memikirkan pria tua itu, masih ada beberapa hal yang tidak masuk akal.
Ia mengatakan bahwa keluarga Arsak, bukan Kleinfelter, adalah sumber balas dendam yang akan menyebabkan pertumpahan darah. Ia mengatakan itu karena kekeringan, tetapi rasanya ia berbicara berputar-putar.
Namun melihat segala sesuatunya secara lebih rasional, ia bertanya-tanya apakah mungkin bagi pria tua yang sakit dan pengemis untuk mengetahui kebenaran dari apa yang telah dilakukan Kleinfelter.
Mungkin pria tua itu hanya tahu fakta bahwa keluarga Henton musnah dan hanya putra bungsu mereka yang berhasil melarikan diri dari pembantaian.
Mungkin ia adalah kenalan atau kerabat jauh dari keluarga Henton? Mungkin saja ia hanya menyalahkan orang lain karena ia tidak bisa menerima kebenaran dari apa yang terjadi. Ada orang-orang seperti itu.
[Liene] "Ya. Ia mengingat nama lama Lord Tiwakan."
[Ny. Flambard] "Ya ampun. Jadi ia benar-benar dari Nauk?"
[Liene] "Ya."
[Ny. Flambard] "Kalau begitu, pembicaraan tentang pertunangan dengan Anda, Putri…"
[Liene] "Aku rasa percakapan itu tidak pernah resmi. Mereka kemungkinan besar bukan keluarga terkenal, jadi mungkin mereka hanya berharap untuk bertunangan… Hm. Mungkin begitulah cara mereka berhasil menarik kemarahan Kleinfelter."
[Ny. Flambard] "Maaf? Apakah Anda mengatakan Kleinfelter?"
[Liene] "Aku pikir Kleinfelter bertanggung jawab atas kehancuran keluarga Henton."
[Ny. Flambard] "Henton…?"
[Liene] "Ya. Itulah keluarga Lord Tiwakan. Apakah Nyonya tahu tentang mereka?"
[Ny. Flambard] "Tidak, saya tidak tahu… tapi anehnya terdengar familiar. Henton… Saya akan bertanya, mungkin saja putra saya tahu. Sejak ia kecil, ia punya bakat menghafal setiap hal secara detil."
[Liene] "Oh, Nyonya pernah menyebutkan sebelumnya, anakmu berada di Kerajaan Sharka?"
[Ny. Flambard] "Ya, ia belajar di sana. Ia bilang akan menjadi sarjana dan melakukan penelitian menggunakan hibah kerajaan. Saya yakin ia tidak pernah bermimpi untuk kembali ke Nauk sekarang. Putra saya kemungkinan besar berniat mati sebagai warga Kerajaan Sharka."
[Liene] "....Nyonya pasti sangat merindukannya."
[Ny. Flambard] "Semua anak seperti itu. Kebanyakan pria tidak menganggap tempat mereka lahir sebagai rumah, tetapi lebih suka pergi mencari tempat mereka sendiri."
[Liene] "Begitukah?"
Mendengar kata-kata itu membuatnya merasa aneh.
Ketika pria itu mengatakan bahwa Liene adalah hal terdekat yang ia anggap sebagai rumah yang diinginkan, sensasi hangat dan sakit yang bertentangan menyebar di dalam dirinya.
Black seperti mengatakan bahwa setelah berkelana begitu lama dengan tubuh yang terluka dan kelelahan, bahwa Liene adalah tujuannya. Kata-katanya begitu berat dan sangat berarti.
…Tapi bagaimana dengan diriku?
Sementara, ia telah berbohong kepada pria itu selama ini hanya untuk melindungi apa yang menjadi miliknya.
[Ny. Flambard] "Tapi Putri, saya tidak terlalu mengerti."
Meskipun mereka sempat melenceng dari topik pembicaraan tentang putranya, percakapan mereka cepat kembali ke topik utama.
[Ny. Flambard] "Jika Keluarga Kleinfelter adalah musuhnya, bukankah niatnya di balik lamaran Anda sudah jelas? Dan anak itu… Ia pasti tahu anak itu bagian dari garis keturunan Kleinfelter."
[Liene] "Aku tahu apa yang Nyonya pikirkan. Aku memiliki pemikiran yang sama persis."
[Ny. Flambard] "Bukankah itu niatnya?"
[Liene] "Ia mengatakan ia tidak ingin kehilangan diriku karena balas dendam."
[Ny. Flambard] "Itu…"
[Liene] "Aku mengatakan kepadanya bahwa Kleinfelter tidak boleh mati. Jika itu terjadi, bangsawan lain tidak akan tinggal diam dan Nauk akan terpecah belah oleh perang yang akan terjadi."
Mendengarkan penjelasan Liene dengan cermat, wanita itu berbicara dengan tegas.
[Ny. Flambard] "…..Kalau begitu Anda harus memberitahunya."
[Liene] "Apa maksud Anda?"
[Ny. Flambard] "Beritahu Lord Tiwakan bahwa Anda tidak pernah hamil anak Kleinfelter."
[Liene] "Oh…"
[Ny. Flambard] "Katakan sekarang, Putri. Dengan begitu, Anda akan bisa secara konkret mengetahui apa yang isi pikirkannya. Jika ia bersedia mengesampingkan dendamnya demi Anda, Putri, maka ia pasti senang mengetahui Anda tidak hamil, bukan?"
Nyonya Flambard tidak salah.
[Ny. Flambard] "Tapi di sisi lain, jika ia benar-benar ingin mencelakai anak itu, maka sifat aslinya akan terungkap."
[Liene] "...Anda benar."
Namun masih ada sesuatu yang membebani hatinya.
Setelah ia memberitahunya, Black akan tahu ia telah berbohong kepadanya selama ini… Ia mungkin akan merasa kecewa atau bahkan dikhianati.
[Ny. Flambard] "Dan bahkan mengabaikan semua itu, kehamilan Anda merupakan pukulan besar baginya. Bayangkan bagaimana perasaannya, mengesampingkan kebencian yang begitu besar terhadap Kleinfelter hanya demi Anda, Putri. Dan jika ia benar-benar peduli pada Anda, bukankah emosi lain yang harus ia alami bahkan lebih menyakitkan? Terpaksa membesarkan anak musuhnya sebagai anaknya sendiri? Itu terlalu mengerikan untuk dipikirkan."
[Liene] "Nyonya sangat benar. Aku melakukan sesuatu yang benar-benar mengerikan padanya."
[Ny. Flambard] "Jadi katakan yang sebenarnya secepat mungkin."
[Liene] "…Ya. Aku rasa itu yang terbaik."
Wanita itu menepuk punggung tangan Liene, menunjukkan wajah yang mengungkapkan kelegaan bahwa Liene akhirnya membuat pilihan.
[Ny. Flambard] "Ya, tolong lakukan, Putri. Saya yakin akan berjalan dengan baik."
[Liene] "Aku tahu."
Ia merasa sedikit khawatir… tapi ia harus mengatakannya. Harus.
Pria itu melakukan sesuatu yang tidak bisa dengan mudah dilakukan pria lain. Bahkan jika ia terus mengatakan tidak apa-apa, bukan berarti mudah melakukannya.
Menguatkan hati, Liene mengangguk.
Kemudian, ia dan Nyonya Flambard dengan hati-hati membungkus pakaian pernikahan yang baru saja mereka selesaikan, melilitkannya dengan kain bersih dan menyimpannya di lemari, bersiap untuk tidur.
[Ny. Flambard] "Mengapa Anda mengeluarkan selimut lain, Putri?"
Liene terdiam mendengar pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh wanita itu.
Pertanyaan yang sangat tidak nyaman.
[Liene] "Ah, begini… Kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama mulai hari ini."
[Ny. Flambard] "Apa?"
[Liene] "Agak rumit untuk dijelaskan… Tapi… Ada alasannya."
Akan terlalu sulit untuk menjelaskan dan bahkan lebih sulit untuk memahami semua janji yang terlibat.
Bukan karena Liene malu atau sungkan untuk mengatakannya. Hanya saja, antara ia dan Black telah terjalin menara emosi yang tinggi. Rasanya tidak masuk akal jika tiba-tiba menunjuk ke puncak dan meminta seseorang untuk memahami, padahal mereka belum melihat bagaimana semua itu terbangun dari awal.
[Liene] "Lord Tiwakan sama sekali tidak menginginkan tubuhku, jadi Anda tidak perlu khawatir tentang itu, Nyonya."
[Ny. Flambard] "Tidak, bukan itu maksud saya."
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan gugup.
[Ny. Flambard] "Hak apa yang saya miliki untuk menceramahi mereka yang sudah mengatur pernikahan mereka untuk berbagi ranjang? Saya hanya berpikir untuk menyebutkan bahwa Anda sedang menstruasi sekarang, Putri, jadi mungkin lebih baik menghindari tidur bersama."
[Liene] "Ah…"
Dengan pengingat tak terduga tentang masalah yang sama-sama tak terduga, Liene mengerutkan kening.
[Liene] "Aku tidak merasa sakit karena obatnya, jadi pasti luput dari pikiranku."
[Ny. Flambard] "Ya ampun."
[Liene] "Apa yang harus kulakukan?"
Setelah memikirkannya sejenak, Nyonya Flambard mengangguk.
[Ny. Flambard] "Sebenarnya, ini sangat cocok untuk Anda. Anda akan memberitahukan segalanya malam ini. Katakan bahwa Anda tidak hamil, dan bahwa semua hanya karena Anda sedang datang bulan."
[Liene] "Oh… Aku memang harus menjelaskannya."
Aku rasa aku belum mempersiapkan mental untuk itu.
Tapi aku tidak boleh menunda lebih lama lagi… Bukan?
Kommentare