A Barbaric Proposal Chapter 42
- 29 Mei
- 8 menit membaca
Diperbarui: 25 Agu
~Mangsa dan Racun~
[Lyndon] "Ugh…"
Apa pun yang ia lakukan, rasa sakitnya tak kunjung reda. Dengan kedua pergelangan tangannya patah, ia bahkan tidak bisa bangkit dari posisi tengkurap hingga ia hanya terbaring kaku bagai papan.
[Laffit] "Apa sakit sekali?" tanya Laffit, masih berjuang mencari cara untuk mendekat. "Kita harus mencari dokter untukmu entah bagaimana caranya…"
[Lyndon] "Jangan bicara omong kosong! Para barbar itu tak akan pernah melakukannya!" Lyndon Kleinfelter mengaum, melampiaskan kemarahannya.
Kemarahannya bukan tanpa tujuan. Saat ia dipukuli, keponakannya hanya duduk diam, bahkan tidak berusaha membantunya, dan itu membuatnya sangat geram.
[Lyndon] "Kau benar-benar… agh.”
Laffit terlalu lemah.
Setelah kematian kakak laki-laki Lyndon, mantan kepala keluarga Kleinfelter dan ayah kandung Laffit, Laffit ditinggalkan sendirian. Lyndon terpaksa mengasuh putra muda saudaranya sendiri. Dulu, ia berpikir bocah itu cukup tampan. Yang Laffit butuhkan hanyalah mencari cara untuk merayu putri Arsak agar mendapatkan kedaulatan Nauk.
Namun kini, tak hanya mahkota akan jatuh ke tangan yang salah—mahkota itu jatuh ke tangan seekor binatang buas. Itu saja sudah cukup membuat Lyndon ingin memukul lantai jika ia bisa melakukannya.
[Laffit] "Apa yang terjadi denganmu?" Laffit memotong.
[Lyndon] "Maksudku, memanggil dokter tidak penting.”
[Laffit] "Apa maksudmu tidak penting? Lihatlah tanganmu, Paman.”
[Lyndon] "…! Bodoh kau! Pelankan suaramu! Bagaimana jika ada yang mendengar?!"
[Laffit] "Aku yakin dia sudah tahu siapa aku.”
[Lyndon] "Jangan terlalu yakin. Sampai dia sendiri yang maju dan mengungkapkannya, kita akan tetap merahasiakan dirimu.”
[Laffit] "Apa gunanya?”
[Lyndon] "Apa katamu?"
[Laffit] "Aku bertanya apa gunanya. Mengapa harus repot-repot dengan semua ini?"
[Lyndon] "Apa maksudmu…"
[Laffit] "Bukankah keluarga Kleinfelter sudah tamat? Apa kau masih punya sesuatu untuk dilindungi saat ini?"
[Lyndon] "Kau, kau bajingan menyedihkan!"
Lyndon tidak tahan lagi dengan ucapan keponakannya dan mencoba bangkit, tetapi sia-sia. Ia jatuh kembali ke lantai saat pergelangan tangannya yang patah kesulitan menopang tubuh.
[Lyndon] "Tidak… Tidak mungkin. Jangan bicara seperti itu. Jangan menyerah begitu saja. Bersikaplah selayaknya Kleinfelter."
[Laffit] "Nama itu tak lagi punya kekuatan.”
[Lyndon] "Kata siapa?"
Mengerang, Lyndon melihat sekeliling dan merendahkan suaranya sebisa mungkin. Di luar, ia yakin Tiwakan memasang telinga mendengarkan setiap kata yang ia ucapkan. Untuk apa lagi mereka berbaik hati menahan mereka berdua dalam satu ruangan selain untuk mencuri dengar percakapan mereka?
[Lyndon] "Keluarga lain tidak akan membiarkannya terjadi. Pertemuan dewan akan segera diadakan. Tak seorang pun di sana yang akan memihak keluarga Arsak.”
[Laffit] "Tidak jika Tiwakan hadir. Keluarga anggota dewan bekerja sama dengan Kleinfelter karena mereka takut. Sekarang, rasa takut pada Tiwakan akan membuat mereka tersungkur.”
[Lyndon] "Aku akan memastikannya tidak akan terjadi.”
[Laffit] "Apa yang bisa kau lakukan dari dalam penjara?"
[Lyndon] "Aku akan melakukan apa saja!" Lyndon menggertakkan giginya. "Ya… Masalahnya adalah Tiwakan. Aku masih tidak tahu trik apa yang dipakai jalang itu untuk menjinakkan seekor binatang buas sepertinya…"
Tiba-tiba, mata Lyndon berbinar dan ia membelalakkan mata, sebuah pemikiran muncul seketika.
[Lyndon] "Aku harus memisahkan mereka."
[Laffit] "Apa katamu, Paman?" bisik Laffit, tak menangkap apa pun yang Lyndon katakan karena suaranya sangat pelan.
[Lyndon] "Maksudku, kita harus memisahkan mereka berdua. Kita harus mengubah si anjing jinak kembali menjadi binatang buas yang sebenarnya."
[Laffit] "Bagaimana kau akan melakukannya? Kau terjebak di sini."
[Lyndon] "Aku bisa melakukannya. Aku harus melakukannya."
Ia pasti akan keluar dari sini. Tak ada keraguan sedikit pun dalam benak Lyndon akan fakta itu.
Perjanjian Risebury bersifat mutlak. Enam keluarga yang membentuknya adalah pilar bangsawan Nauk. Jika Liene ingin tetap menjadi bangsawan Nauk, ia tidak bisa membuat salah satu dari mereka murka. Karena mereka dengan murah hati menyimpan rahasia keluarga Arsak—rahasia masa lalu mereka yang penuh darah.
[Lyndon] "Segera setelah pertemuan dewan diselenggarakan, aku akan dibebaskan dari tempat ini. Sampai saat itu, kau harus menjaga pikiranmu tetap kuat. Kau mengerti?"
[Laffit] "..." Laffit tidak menjawab. Ia tampak tidak sepenuhnya yakin.
[Lyndon] "Cih." Lyndon mendecakkan lidah.
Liene tidak pernah bisa melawan Kleinfelter di masa lalu. Satu-satunya masalah saat ini ialah seekor binatang buas tak terduga datang merusak permainan. Jadi ia perlu menyingkirkan hewan ini. Ia tahu tidak mungkin memaksanya pergi dengan kekuasaan Kleinfelter saat ini, artinya satu-satunya pilihan adalah mencari cara agar hewan itu pergi atas kemauannya sendiri. Untuk melakukannya…
[Lyndon] "…Kita harus meracuni mangsanya."
Jelas sekali bahwa di mata binatang buas itu, Liene Arsak tampak seperti mangsa yang sangat manis. Jika demikian, yang diperlukan hanyalah menghancurkan Liene sepenuhnya.
Saat ide-ide berputar di kepalanya, mata Lyndon melirik kiri kanan begitu cepat, takut suaranya bisa terdengar.
[Liene] "Selamat datang, Tuan Arland.”
Mengumpulkan semua delegasi dari dewan bukanlah tugas yang mudah. Semua urusan administrasi yang tampaknya tidak penting biasanya dilakukan oleh Mashilow, tetapi kini ia sedang mendekam di penjara bawah tanah, dan ketidakhadirannya memainkan peran yang sangat besar.
Terlalu banyak pekerjaan untuk ditangani sendiri, jadi Liene merasa pantas jika ia mencari penggantinya. Sungguh menyedihkan bahwa Mashilow berpikir ia bisa menyelinap diam-diam untuk memihak keluarga Kleinfelter.
Kini, keluarga kerajaan akhirnya bisa bekerja untuk melepaskan cengkeraman Kleinfelter, selangkah demi selangkah.
[Arland] "Terima kasih telah mengundang saya.”
Keluarga Arland adalah keluarga yang tidak termasuk delegasi, sehingga bukan anggota dewan. Kekuatan mereka lemah dan tidak memiliki banyak orang untuk dipekerjakan.
Biasanya, mustahil bagi orang sepertinya untuk menjabat sebagai penasihat kerajaan, tetapi Liene sangat putus asa. Ia tidak ingin lagi dibayangi nama Kleinfelter bahkan semenit pun.
[Liene] "Ada kekosongan tak terduga untuk posisi penasihat kerajaan. Saat ini, aku khawatir tidak bisa mengungkapkan banyak informasi tentang itu, tapi aku ingin kau bisa menerima posisi ini untuk sementara waktu.”
[Arland] "Suatu kehormatan bagi saya, Tuan Putri.”
Liene tersenyum. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tak mendengar seorang bangsawan memanggilnya dengan gelarnya, alih-alih sebagai 'anak perempuan (putri) Arsak'. Hal itu saja sudah membuat hatinya diliputi duka sekaligus rasa syukur, meskipun ia sudah tak lagi terbebani oleh perasaan tersebut.
[Liene] "Semoga berkat Tuhan menyertaimu yang dengan rela menerima kehendak penguasa. Sekarang, sebagai penguasa Nauk saat ini, aku berniat untuk mengadakan pertemuan Dewan Aristokrat Nauk. Tolong bantu aku membuat persiapan yang diperlukan."
[Arland] "Dewan Aristokrat… Apakah Anda yakin?" Arland tampak bingung.
Mereka yang berasal dari keluarga kecil di kerajaan yang miskin memiliki sikap sederhana yang melengkapi penampilan mereka yang juga sederhana. Mereka berbeda dari bangsawan lain yang sering ia hadapi.
[Arland] "Itu… Terakhir kali diadakan empat belas tahun silam, bukan? Saya rasa, semenjak itu, Dewan Aristokrat tak pernah lagi mengadakan pertemuan."
Saat itulah Perjanjian Risebury ditandatangani, empat belas tahun yang lalu. Mengadakan pertemuan lagi pasti akan menimbulkan kegemparan, sama seperti dulu.
[Liene] "Ya. Ada dua hal penting untuk dibahas. Pertama adalah pemilihan Kardinal baru dan yang kedua adalah persidangan. Persidangan Lyndon Kleinfelter, Ketua Dewan Aristokrat."
[Arland] "Maaf?" Kata-kata 'persidangan Lyndon Kleinfelter' mengejutkan Arland lebih dari kata-kata 'Dewan Aristokrat. "Persidangan… ketua dewan?"
[Liene] "Tuduhan resminya adalah melukai anggota keluarga kerajaan. Itu saja sudah cukup untuk mengirim kabar ke enam keluarga. Kita harus berusaha untuk menetapkan tanggal secepat mungkin.”
[Arland] "Melukai… Oh, saya mengerti."
Setiap kata yang diucapkan Liene membuat Arland semakin terkejut. Pada saat Liene selesai berbicara, Arland menarik lengan bajunya dan menyeka keringat di dahinya.
[Liene] "Aku ingin kau menghitung pengeluaran yang kita butuhkan terlebih dahulu. Silakan gunakan Kantor Raja. Kau memiliki izin penuh untuk masuk."
[Arland] "Sebuah Kehormatan bagi saya."
Setelah berjuang untuk menguasai dirinya, Arland berlutut sebagai tanda hormat sebelum keluar ruangan.
Setelah mempercayakan tugas kecil ini kepada orang lain, Liene memiliki urusan lain yang perlu ditangani.
Yang pertama adalah mencari Kardinal baru.
[Liene] "Jika aku menyerahkan penunjukan pada Dewan Aristokrat, mereka akan mencari pelayan Kleinfelter lain untuk mengisi posisi itu. Aku harus mencalonkan orang lain terlebih dahulu.”
Setelah Arland pergi, Liene tetap berada di ruang audiensi untuk waktu yang lama. Duduk di singgasana yang sangat besar, Liene menyandarkan lengannya ke sandaran tangan, meletakkan dagu di tangannya.
[Liene] "Tapi aku khawatir karena tidak tahu banyak tentang posisi Kardinal… jadi tidak yakin harus mulai dari mana."
Kerutan samar terbentuk di antara alisnya saat Liene duduk, sibuk dengan pikirannya.
[Liene] "Haruskah aku pergi ke Kuil sekarang? Aku yakin dia pasti masih di sana. Akan menyenangkan jika aku bisa bertemu dengannya…"
[Black] "Kenapa bisa menyenangkan?"
Mendengar pertanyaan mendadak, Liene cepat mendongak karena terkejut.
[Liene] "…Hah?"
Karena suara Black yang tak terduga, Liene hampir saja menampar wajahnya sendiri. Entah mengapa, Black sudah ada di sana, mendekatinya dari belakang.
[Liene] "A-apa…!"
Liene begitu terkejut, ia bahkan tidak bisa berbicara dengan benar. Satu-satunya yang keluar hanyalah satu suku kata.
[Black] "Aku tidak jadi pergi ke Kuil.”
Black mengangkat tangan dan membelai pipinya, wajah Black tampak terlalu santai. Seolah ia sudah mengharapkan reaksi kaget darinya.
[Liene] "Tapi… kenapa?"
[Black] "Aku teringat ada urusan yang perlu kuselesaikan.”
[Liene] "Urusan? Apakah ada hubungannya denganku?"
[Liene] "Tidak. Di bawah tanah.”
[Liene] "Di bawah tanah… tempat Kleinfelter berada," gumam Liene. Bayangan singkat melintas di matanya. "Apa… apa urusanmu di sana?"
[Liene] "Aku harus membalasnya untuk ini.”
[Liene] "Apa?"
Ekspresi kaget tidak meninggalkan wajah Liene saat Black mengangkat pergelangan tangan kanannya.
[Black] "Kupikir setidaknya aku harus membalasnya. Sebagai tunanganmu."
[Liene] "Jadi… Kau membuat memar pergelangan tangannya?"
[Black] "Aku mencoba, tapi dia jauh lebih lemah dari yang aku kira. Akhirnya, pergelangan tangannya patah.”
[Liene] "Oh…"
Dan saat bibir Liene bergetar karena terkejut, senyuman kecil akhirnya melintas di wajahnya.
[Liene] "Dia mungkin belum pernah mengalaminya. Aku bisa membayangkan bagaimana reaksinya."
[Black] "Kau tidak marah?"
[Liene] "Tidak, memang tak terhindarkan jika tulangnya lemah.”
Black meraih pergelangan tangan Liene dan mengecup memarnya. Seketika, sensasi mendebarkan menjalar ke seluruh tubuhnya dari titik sentuhan. Keadaan ini sangat serius. Memar di tangannya bahkan tak lagi terasa sakit, justru kini mengingatkannya pada hal lain yang lebih menggairahkan.
[Black] "Satu hal lagi. Aku sebenarnya melakukan kesalahan.”
[Liene] "Kau melakukan kesalahan, Lord Tiwakan? Sepertinya tidak mungkin.”
[Black] "Sungguh sebuah kesalahan. Aku baru sadar setelah tangan kirinya patah, padahal yang aku incar adalah tangan kanannya."
[Liene] "…Jadi kau…?"
[Black] "Jadi aku mematahkan pergelangan tangan kanannya juga.”
[Liene] "Ah, oh…," ekspresi Liene berubah aneh. Bukan senyuman, tapi ia juga tidak cemberut. "Kalau begitu, kedua tangannya…"
[Black] "Sayangnya, iya.”
[Liene] "Karena kau melakukan kesalahan.”
[Black] "Ya, pasti kesalahan.”
[Liene] "Kau tidak biasa membuat kesalahan, kan?"
[Black] "Aku akan melakukannya jika harus.”
[Liene] "Apa yang kau…"
Liene menggigit bibirnya sekuat mungkin. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menahan gelombang tawa yang akan meledak.
Black sama sekali bukan orang yang bisa membuat kesalahan ceroboh. Jelas sekali, ia melakukannya dengan sengaja. Tapi tidak seharusnya dia tak bertindak demikian. Ada pertemuan besar yang akan datang, dan jika Lyndon Kleinfelter menceritakan pada semua orang bahwa kedua tangannya patah karena ulah Black, hal itu hanya akan memicu kekacauan besar
Namun…
[Black] "Seharusnya aku melakukannya lebih awal," gumam Black, bibirnya menyentuh pergelangan tangan Liene.
[Liene] "Apa alasannya…?" tanya Liene.
[Black] "Jika tahu akan membuatmu sebahagia ini, Putri, aku akan melakukannya jauh lebih awal.
[Liene] "Hal seperti itu… Haha."
Dan begitu saja, semua bagian dirinya sudah tidak tahan lagi, membuat tawa lembut bebas keluar dari bibirnya. Saat ia menunggu tawanya mereda, Black dengan lembut menanamkan ciuman di telapak tangan Liene.

[Liene] "Kau tidak bisa… melakukan hal seperti itu.”
Ia tertawa begitu keras, perutnya mulai sakit dan air mata menggenang di matanya. Mengulurkan tangan, Black menyeka air matanya dengan tangan yang lain.
[Black] "Aku akan lebih berhati-hati lain kali.”
Begitu ucapnya, tetapi ia siap membuat 'kesalahan' lain kapan saja. Ketika situasi menuntutnya, terkadang kau tidak punya pilihan selain sedikit 'terpeleset'.
[Liene] "Ada persidangan yang akan datang. Dia kemungkinan besar akan memberi tahu dewan lain bahwa keluarga kerajaan bertanggung jawab atas luka-lukanya.”
[Black] "Apakah itu masalah?”
[Liene] "Kemungkinan besar.”
[Black] "…Kalau begitu, seharusnya aku tidak melukainya," Black berbicara sambil menghela napas panjang.
[Liene] "Tidak juga. Tapi kita perlu mengobati lukanya. Untuk menunjukkan kesopanan kepada para bangsawan."
Melihat reaksi Black, Liene merasa dirinya goyah. Cepat-cepat, Liene mengulurkan tangan, memegang ujung kerah Black dengan tangannya yang bebas.
[Liene] "Tapi tetap saja. Terima kasih.”
[Black] "Bahkan jika aku hanya membuat segalanya lebih sulit bagimu?"
[Liene] "Ini pertama kalinya ada seseorang yang melakukannya untukku.”
Ia tidak bermaksud mengatakannya, tetapi pada saat ia selesai berbicara, suaranya bergetar, dan Liene tak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan napas pelan. Sudah begitu lama ia tidak merasakan hal seperti ini. Perasaan memiliki seseorang yang marah untuknya atau melakukan sesuatu untuk melindunginya.
Sejak Liene mewarisi takhta, tidak ada tempat baginya untuk bersembunyi. Tidak ada tempat untuk bersandar, tidak ada tempat untuk menenangkan hatinya, dan tidak ada seorang pun yang mendengar keluh kesahnya. Yang ada hanyalah lebih banyak beban yang harus dipikul.
Black adalah orang pertama.
Betapa pun berat beban atau sulitnya rintangan, Black selalu siap sedia menerima segalanya, tanpa keraguan sedikit pun. Bahkan, ia tidak hanya 'siap' menerima. Black hanya menerimanya tanpa syarat, seolah itu hal lumrah
Liene memindahkan tangannya dari kerah Black, mengulurkan dan menyapukan ujung jarinya di kulit leher Black yang terbuka.
Oh… apa yang harus aku lakukan, sekarang?
Aku ingin menciummu.
Komentar