;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 13

  • 19 Mei
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 25 Agu

~Pertemuan Berbahaya (4)~

Liene tidak bisa memercayainya.

[Liene] “Laffit!” 

Mantan kekasihnya… mengucapkan kebohongan yang sama dengan pamannya, menatap mata Liene yang gemetar karena terkejut.

[Laffit] “Aku akan menjalani hidup ini. Selamanya akan bersyukur kepada Tuhan karena telah mendapatkan Tuan Putri yang cantik sebagai istri. Semoga Tuan Putri juga merasa bahagia dan menerimaku sebagai suami.”

[Liene] “Hubungan kita sudah berakhir! Tidak akan pernah bisa kembali! Kau tidak akan mengubah apa pun!”

[Laffit] “Omong kosong.” Laffit berkata, matanya merah menyala. “Akan berbeda… Bagaimana bisa sama? Denganmu menjadi istriku.”

[Liene] “…”

[Laffit] “Jika ini satu-satunya cara untuk memilikimu, aku akan melakukannya.” 

Mantan kekasihnya tampak seperti orang buta, hanya melihat satu hal. Ia terasa tidak seperti kekasih yang Liene kenal.

Laffit, yang membuat Liene kehabisan kata-kata, bertanya pada pamannya, “Di mana… ruang upacaranya?”

[Lyndon] “Untuk apa pergi ke ruang upacara? Selama ada Kardinal di sini, upacara dimana saja sudah cukup.”

[Laffit] “Kalau begitu… di sini saja. Sekarang.”

[Lyndon] “Ide bagus,” Lyndon Kleinfelter setuju.

Liene berteriak, “Siapa yang mengizinkan?! Aku tidak akan pernah… Ugh.”

Mulut Liene tiba-tiba disekap oleh Laffit.

[Laffit] “Aku akan mengucapkan sumpah pernikahan menggantikan Tuan Putri.”

[Liene] “Ti—Ugh, tidak!” Liene mencengkeram lengan Laffit dan meronta.

[Laffit] “Diamlah sebentar. Sebentar saja.” 

Saat Laffit menahannya, Kardinal melangkah maju. Saat ia mengeluarkan ranting laurel suci dari balik lengan jubahnya yang panjang, Liene merasa napasnya tercekat.

[Liene] “…!”

Semakin Liene meronta, semakin Laffit menahannya erat. Liene, yang nyaris dipeluk dan diseret menuju ranting laurel, memejamkan mata rapat dan menggigit telapak tangan Laffit yang membekap mulutnya.

“Aduh…” Laffit mengerutkan kening. Namun, meskipun darah mengalir dari kulitnya, ia tidak akan melepaskan Liene.

Kumohon lepaskan. 

Ia tidak berdaya. Rasa frustrasi yang menyakitkan membebani bahunya. 

Kumohon. 

Sekalipun ia menggigit sekuat tenaga hingga rahangnya sakit, hanya sedikit darah yang mengalir dari kulit yang liat itu. Rasa pahit dan amis dari darah yang menyebar di mulut Liene membuat perutnya mual.

Saat Liene menundukkan kepala, menahan mual, Kardinal mengangkat ranting dan mengarahkan ke atas kepalanya dan membuatnya merasa seperti tubuhnya ditusuk laksana sepotong daging.

“Dewa Primordial, Akar Bumi, Air Mata Laut, Ra Horevenus Atika. Hari ini, sepasang kekasih yang dikandung oleh bumi-Mu… berkumpul di hadapan altar-Mu… untuk mengikat janji… atas nama-Mu…” 

Itulah momen ketika berkat pernikahan yang panjang dari Kardinal dimulai.

Gedebuk! Suara bising yang keras mengguncang pintu yang tertutup rapat.

Suaranya cukup keras untuk membuat semua orang menghentikan apa yang sedang mereka lakukan.

[Lyndon] “Teruskan!” 

Setelah beberapa saat sadar, Lyndon Kleinfelter berteriak pada Kardinal yang terpaku, Kardinal mencoba memungut ranting laurel yang jatuh ke lantai.

Tapi Liene lebih cepat. Ia buru-buru meraba lantai, meraih ranting itu, dan menggenggamnya sekuat tenaga hingga buku-buku jarinya memutih.

[Laffit] “Serahkan.” 

Laffit melepaskan mulut Liene dan mencoba merebut ranting itu.

Gedebuk! Suara yang lebih keras dari sebelumnya. Mustahil diabaikan.

[Lyndon] “Sialan! Apa yang terjadi?! Pergi lihat!” 

Lyndon Kleinfelter berteriak kepada seorang prajurit. Dua prajurit bergegas menuju pintu.

Tapi tidak perlu. Tanpa perlu melihat keluar, pintu utama puri besar itu berderak keras.

Gedebuk, gedebuk! 

Suara itu tidak berhenti sekali saja. Beberapa saat kemudian, sumber suara terungkap.

Gedebuk! Krek!

Bagian dari pintu besar dan berat terlepas, meninggalkan celah robek. Sebuah kapak tempur besar dengan mata pisau tajam tertancap kuat di celahnya.

[Lyndon] “Apa… Apa-apaan…” 

Krek! Kapak itu ditarik keluar, memperlihatkan retakan besar. Celah yang cukup lebar hingga suara bisa terdengar jelas.

[Black] “Buka pintunya.” 

Liene tanpa sadar membelalakkan mata. Hanya ada satu orang yang memiliki suara serendah dan sedalam itu.

Black… Bagaimana bisa?

Black berada di balik pintu, di balik celah itu. Ia belum terlihat, tetapi jaraknya sudah begitu dekat.

“Lord Tiwakan!” Liene memanggil Black. Laffit kembali menutup mulut Liene, tetapi sudah terlambat.

[Black] “Apa kau tidak terluka?”

“Uh, ugh…” Liene, mulutnya tertutup, tidak bisa menjawab. 

Namun, terasa tidak sesakit sebelumnya. Ia bisa melihat orang-orang Kleinfelter dan Kardinal tampak panik, tidak tahu harus berbuat apa.

“Mereka sepertinya tidak berniat membuka pintu, Tuanku. Kita harus mendobraknya.” Suara Fermos yang riang terdengar, diikuti lagi oleh suara kapak yang besar menakutkan.

Buk! Gedebuk!

Pintu yang kokoh dan berat… kini tampak akan terbelah dua. Masalahnya adalah apa yang akan terjadi selanjutnya. Begitu pintu ini akan lenyap, yang bisa menghentikan Lord Tiwakan… hanyalah tubuh mereka sendiri.

“Sialan!” Lyndon Kleinfelter mengeluarkan umpatan tertahan.

[Lyndon] “Kita harus membuka pintu.” 

Laffit menolak. “Paman!”

[Lyndon]  “Tidak ada pilihan lain. Apakah kau ingin menyambut mereka sebagai musuh?” 

Upacara pernikahan paksa sudah buyar. Upacara pernikahan paksa hanya mungkin dilakukan ketika semua saksi ada di pihakmu. Jelas berbeda ceritanya ketika ada musuh yang mengayunkan kapak tempur di balik pintu.

[Lyndon] “Kau bersembunyilah. Tidak perlu menunjukkan wajahmu pada mereka.”

[Laffit] “Aku tidak bisa! Aku…”

[Lyndon] “Tidak ada waktu untuk berdebat sekarang! Kalian, bawa putra sulung pergi.” 

Lyndon Kleinfelter memerintahkan para prajurit untuk menyeret Laffit pergi secara paksa. Kali ini, ia mendatangi Liene untuk menyuruh Liene merahasiakan kejadian ini.

[Lyndon] “Meskipun kau menjijikkan, kau tidak bodoh, jadi kau tahu seperti apa situasi saat ini. Apakah Nauk akan menjadi medan perang… atau tetap damai… semua tergantung pada Tuan Putri.” 

Ancaman yang sangat kurang ajar. Namun, Lyndon Kleinfelter bersikap angkuh. Karena ia tahu alasan mengapa Liene datang ke sini sendirian, hanya ditemani Weroz, adalah untuk menghindari perhatian.

[Lyndon] “Jadi, hati-hati jika berbicara.” 

Lyndon Kleinfelter menjentikkan jarinya, memberi isyarat. Seorang prajurit yang menunggu di depan gerbang berhasil mengangkat palang pintu, nyaris menghindari mata kapak.

[Fermos] “Oh? Mereka sepertinya tidak ingin bertarung, ya?” 

Di tengah semua itu, Fermos, yang mendengar suara palang pintu dibuka, terkekeh. 

[Fermos] “Hei, turunkan kapak. Tidak perlu menghancurkan pintu lagi.”

Gedebuk!

Kemudian, sebuah tendangan kuat menghantam pintu utama Keluarga Kleinfelter.

Krekkk, Gedebuk!

Pintu yang hancur terdorong ke samping, dan kemudian… Black melangkah masuk.

…Bagaimana ini?

Entah mengapa, Liene merasa ingin menangis. Apa karena ia senang karena melihat Black datang?

Ia berbohong jika tidak merasa senang. Saat melihat wajahnya, ia merasakan kelegaan yang tidak masuk akal.

“Apa yang membawamu ke rumahku?” Lyndon Kleinfelter bertanya dengan berani. “Dan mendobrak pintu pula. Sungguh tindakan yang kasar dan biadab. Apakah ini perbuatan manusia, atau anjing liar?” 

Ucapannya sama saja dengan hinaan.

“Tuan Kleinfelter,” Black membuka mulutnya sebelum Liene sempat menegur ketidaksopanan Lyndon. “Aku bisa mengatakan hal yang sama padamu”

“…Apa?” Raut wajah Lyndon Kleinfelter berubah mendengar nada Black yang tiba-tiba tidak formal.

[Black] “Kenapa kau mengunci pintu seperti tikus bersembunyi di dalam lubang?”

[Lyndon] “Omong kosong… Apa pun yang kulakukan di rumahku bukan urusan barbar…”

[Black] “Rumahmu sama saja dengan sarang tikus.” 

Gedebuk. 

Black melangkah maju. Raut wajah Lyndon Kleinfelter berubah drastis. Black, yang kepalanya lebih tinggi, tampak mengancam hanya dengan berjalan santai.

[Black] “Seharusnya kau tidak mengurung Tunanganku di dalam”

[Lyndon] “Kenapa…! …Apa…” 

Black maju selangkah lagi.

Sungguh kasihan, Lyndon Kleinfelter mencoba bertahan tanpa mundur, akhirnya mengambil posisi aneh dengan tubuh bagian atas yang tertekuk ke belakang. Ia terlihat seperti akan jatuh jika seseorang menyentuh pergelangan kakinya.

“Apa kau terluka?” Black mendadak menoleh ke arah Liene dan bertanya.

[Liene] “Tidak. Aku… Aku hanya menyampaikan berita duka. Tidak ada alasan untuk terluka.”

[Black] “Aku harus memastikannya.” 

Gedebuk! Black mengambil langkah terakhir di hadapan Lyndon Kleinfelter.

[Lyndon] “Uh.”

Gedebuk!

Lyndon Kleinfelter, yang kehilangan keseimbangan antara tubuh bagian atas dan bawahnya, akhirnya mundur dan jatuh ke lantai.

[Prajurit] “Astaga!”

[Prajurit] “Tuan!” 

Para prajurit di belakangnya buru-buru mendekat, tetapi tidak berani membantunya berdiri. Black terlalu menakutkan.

Black menatap Lyndon Kleinfelter seperti seseorang yang sedang berpikir apakah akan menginjak semut di bawah kakinya, atau melewatinya saja.

“Jangan lupakan.” Jangan melawanku dan jangan menutup pintu di depan wajahku.


Terjemahan Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 13

Black, yang telah memberikan peringatan dengan cara yang tak terlupakan, berbalik dengan cepat menghadap ke arah Liene.

[Black] “Aku datang untuk menjemputmu.”

[Liene] “…” 

Menjeput Liene sudah cukup menjadi alasan bagi Black untuk datang ke puri besar Keluarga Kleinfelter.

[Black] “Apa kau ingin kembali?”

[Liene] “Ya.”

Liene berjalan dengan kakinya sendiri dan berdiri di belakang Black. Black tanpa bicara menggenggam tangan yang diulurkan Liene.

[Liene] “Ayo kembali sekarang.” Liene ingin semuanya segera berakhir. 

Tindakan Keluarga Kleinfelter membuatnya geram, tetapi sayang sekali, yang bisa ia lakukan hanyalah menutupi semuanya . Jika terungkap bahwa Laffit Kleinfelter bersembunyi di sini, tidak berniat melepaskan Liene, mencoba melakukan pembunuhan, dan mencoba memaksakan pernikahan, maka perang akan dimulai saat ini juga. Nauk akan terkoyak menjadi dua dan musnah. Itulah yang paling harus Liene hindari. Tidak ada gunanya tinggal lebih lama.

[Liene] “Urusanku di sini sudah selesai. Tidak perlu tinggal lebih lama.” 

Namun, seperti biasa, Tiwakan tahu jauh lebih banyak daripada yang Liene pikirkan.

“Urusan?” Fermos terkekeh, mendorong kacamata berlensa tunggalnya. “Apakah ada alasan untuk langsung kembali setelah urusan selesai? Keluarga Kleinfelter… mari kita lihat. Saya tahu ini adalah tempat terkaya di Nauk. Karena Tuanku, yang akan menjadi penguasa tempat ini datang berkunjung secara pribadi, tuan rumah seharusnya menunjukkan keramahtamahan dengan tulus. Jika mereka membiarkan Tuanku pergi begitu saja, bukankah artinya Tuan Lyndon memiliki masalah serius dengan otaknya?

Tiba-tiba Lyndon Kleinfelter menjadi orang yang 'memiliki masalah dengan otaknya'. 

Saat Lyndon hendak membuka mulut, Fermos dengan cepat memotong.

[Fermos] “Dan kebetulan sekali. Pria tua berjubah itu sepertinya Kardinal di sini. Sekalian saja, kita bicarakan prosedur pernikahan kerajaan. Bagaimana menurut Tuanku?” 

Kardinal seharusnya tidak meninggalkan kuil tanpa alasan. Fermos, yang mengenali Kardinal mungkin berusaha mencari tahu mengapa ia berada di puri Keluarga Kleinfelter saat ini.

[Liene] “Bisakah itu… dilakukan nanti saja?” 

Liene meletakkan tangannya di atas punggung tangan Black. Mata Black yang tadinya menghadap Fermos, berbalik ke arah Liene.

Liene mengangkat kepalanya dan menatapnya. Ia memasang ekspresi putus asa.

[Liene] “Aku ingin pulang sekarang. Aku sangat lelah.” 

Sebelum kau menggali hal-hal yang seharusnya tidak terungkap.

Liene menyandarkan tubuhnya ke dada Black dengan ekspresi putus asa . Dada berotot yang kokoh terasa menegang dan semakin keras.

[Liene] “Ayo kita kembali bersama-sama.” 

Sebelum kau menghancurkan Nauk.

Jika ada cara untuk mencegahnya, Liene rela melakukan lebih dari sekedar memeluk Black jika memang diperlukan

[Black] “…” 

Napas Black yang rendah terasa di dahinya. Ia tidak bisa memercayainya, tetapi bersandar pada Black saat ini terasa… nyaman. Dada kokoh yang bisa menahan beban apa pun, terasa seperti tembok Kastil Nauk. Ia merasa dilindungi dan aman.

“Sungguh aneh,” gumam Black rendah, menatap Liene, berbisik. “Aneh… aku tahu kau jelas menyembunyikan sesuatu, tetapi aku tidak punya keinginan untuk menanyakannya saat ini.”

[Liene] “…”

…Ya, tentu saja ia akan tahu. Liene tidak berpikir sekadar mengatakan kalau ia datang hanya untuk menyampaikan berita duka, dapat dipercaya. Karena itu, momen ini terasa aneh bagi Liene. Fakta bahwa pria yang tidak memercayainya… terasa begitu kokoh dan dapat diandalkan.

[Black] “Karena kau menginginkannya, mari kita pulang.” 

Black melingkarkan lengannya di pinggang Liene. Lebih seperti menopangnya daripada memeluknya.

Tapi ketika Liene tidak memperhatikan, Black memalingkan wajahnya ke arah Fermos dan berkata:

[Black] “Kau tinggal… dan terima jamuan yang seharusnya kudapat. Dan selesaikan urusanmu dengan Kardinal.” 

Fermos mengangguk seolah ia sudah menduganya.

[Fermos] “Tentu, Tuanku. Saya tidak akan mengecewakan Anda.” 

Pasukan dengan cepat menjadi dua kelompok. Mereka yang akan mengawal Black kembali ke istana, dan mereka yang akan tinggal bersama Fermos di puri Keluarga Kleinfelter dan menerima jamuan mereka.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page