Bastian Chapter 9
- Crystal Zee
- May 20
- 6 min read
Updated: 4 days ago
~Hewan Buas Pemangsa~
Jeff Klauswitz perlahan membuka mata, memandang ke luar jendela saat kereta yang melaju kencang memasuki jalan utama Ratz.
Jalanan menuju istana kekaisaran dipenuhi iring-iringan kereta mewah berhiaskan lambang keluarga bangsawan paling terkemuka di kekaisaran. Kerumunan orang berdesakan ingin menyaksikan pertunjukan menakjubkan, memenuhi area pusat kota yang perlahan ditelan kegelapan senja.
Pandangannya tertuju pada lambang kereta yang melaju di samping mereka saat ia mengagumi gemerlap cahaya yang menerangi kota. Sekuntum mawar emas. Insignia megah Keluarga Herhardt.
Tak mampu menahan rasa penasaran, Jeff melirik ke samping melalui jendela kereta. Di sana ia melihat keluarga Duke, yang terkenal sebagai bangsawan terkuat di kekaisaran, seorang pemuda yang nyaris sebaya dengan putranya sendiri. Seolah merasakan tatapan Jeff, sang Duke perlahan menoleh.
Saat mata mereka bertemu, Duke Herhardt muda tak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Sebaliknya, ia dengan sopan menundukkan dagunya sebagai salam sebelum dengan tenang mengalihkan pandangannya. Jeff, duduk di seberang putranya, Franz, bisa merasakan semacam harapan di udara.
"Akhirnya, Aku bisa bertemu Duke Herhardt hari ini," kata Jeff, menatap putranya.
Franz, asyik dengan bukunya, mengangkat kepala, "Apa maksud Ayah?" tanyanya, bingung.
"Tunanganmu," jelas Jeff. "Karena ia putri dari keluarga dalam lingkaran sosial Herhardt, ia bisa membantumu terhubung dengan Duke Herhardt."
Namun Franz tak yakin. "Ayah, Nona Klein dan Duke Herhardt tak memiliki hubungan pribadi," protesnya.
Theodora Klauswitz, yang telah mengamati percakapan antara ayah dan anak itu, dengan cepat menyela. "Ayahmu benar," katanya, memahami situasi. "Jika kita kesulitan mendekatinya secara langsung, Count Klein mungkin bisa mengatur pertemuan untuk kita, Franz, bukan begitu?" Theodora mengirimkan tantangan bak perintah kepada putranya dengan tatapan memerintah. Franz menggelengkan kepala pasrah, ragu-ragu.
"Berapa tahun kalian sudah bersekolah di tempat yang sama? Aku heran kau tak pernah mencoba menggabungkan kata-kata dengan benar sebelumnya." Jeff Klauswitz melirik buku filosofi di pangkuan Franz dan menghela napas panjang.
Franz Klauswitz, putra keduanya, memang luar biasa cerdas.
Kemampuan kreatifnya juga istimewa, dan ia cukup cerdas untuk menonjol di sekolah swasta tempat para pemuda dari keluarga kaya cenderung berkumpul. Keluarga sangat bangga dengan anak mereka yang meraih gelar kehormatan dan diterima di universitas terbaik di kekaisaran.
Namun, di luar dinding kelas, Jeff menganggap minat Franz pada filosofi dan seni sebagai gangguan. Sifatnya yang lembut dan feminin juga membuatnya sulit beradaptasi dengan dunia pria yang keras. Waktu, uang, dan upaya yang diinvestasikan untuk memasukkannya ke sekolah bergengsi terasa sia-sia.
"Ayah, hanya karena kami sudah lulus, bukan berarti kami harus berharap bisa berteman dengan semua orang. Ambil contoh Duke Herhardt, ada jurang generasi yang sangat besar antara ibu saya dan Matthias von Herhardt. Jalur akademis kami sangat berbeda." Dengan marah, Franz menjawab. Ia menunjukkan ekspresi harga diri yang terluka.
"Apa Nona dari keluarga Dyssen juga akan hadir di pesta dansa ini?" Mengamati adegan itu, Theodora buru-gegas mengubah topik. Untungnya, nama yang ia sebutkan bekerja lebih baik dari yang diharapkan.
"Ia seorang bangsawan cerdas dan tertindas, tapi sedang dalam masalah. Standar macam apa yang akan dimiliki orang seperti itu sudah jelas." Pikiran akan hal itu membuat Jeff menghela napas dalam.
"Jangan berpikir terlalu negatif," Theodora berbicara dengan senyum ramah di wajahnya, kata-katanya mengandung sedikit kekhawatiran tulus akan masa depan putra tirinya. "Sudah waktunya Bastian menikah juga. Bagaimanapun, tak ada yang salah ia mendapatkan istri berdarah kekaisaran."
Jeff Klauswitz, wajahnya yang menawan dan elok menyembunyikan usia paruh bayanya, menyeringai sebagai tanggapan. "Memang, ada benarnya," katanya.
Theodora tampak terperangkap dalam mimpi saat ia dengan terpesona menatap suaminya. Sejak ia jatuh cinta pada Jeff Klauswitz di musim semi usia tujuh belas tahun, pria itu telah menjadi seluruh dunianya.
Bagi Theodora, tak ada yang lebih penting di dunia selain pria yang ia cintai. Bukan perbedaan status sosial mereka, bukan penolakan keluarganya, bahkan fakta bahwa ia sudah menikah pun tak bisa menghalangi cintanya yang berapi-api. Ia bersedia menjual jiwanya kepada iblis, hanya untuk memilikinya, dan ia melakukannya.
Ia menatap istana kekaisaran, yang tiba-tiba menjadi lebih dekat, antisipasi mulai mengapung di mata Theodora. "Aku harus memastikan untuk memberi selamat kepada Bastian saat melihatnya," katanya. "Aku hanya bisa membayangkan kegembiraan yang ia rasakan karena telah diberi kesempatan bertemu dengan Yang Mulia Kaisar dan hadiah seorang istri dari Kaisar."
Keluarga Theodora, Viscount Oswald, memainkan peran penting dalam membantu keluarga Klauswitz diterima di masyarakat. Namun, hanya Theodora, Jeff, dan anak-anak istri keduanya yang menikmati penerimaan ini. Penolakan Theodora untuk menerima anak Jeff dari mantan istrinya yang miskin, melambangkan bukan hanya sisa terakhir dari kebanggaan bangsawan, tetapi juga kebanggaannya sendiri. Karena hal ini, Franz bisa lebih mudah menetapkan posisinya sebagai pewaris.
Waktunya telah tiba, bagaimanapun, bagi Bastian untuk melakukan hal serupa.
Pada hari ia mengetahui Bastian diundang ke Pesta Dansa Kekaisaran, Theodora sangat tegang dan khawatir hingga tak bisa beristirahat. Syukurlah, ia hanya mengalami ketidaknyamanan sementara. Semilir harapan memenuhi udara saat ia mendengar bahwa putri Duke Dyssen juga akan hadir. Mempertimbangkan rasa malu yang akan dihadapi Bastian, acara ini tampak seperti kesempatan yang luar biasa.
"Namun, memiliki wanita seperti itu sebagai anggota keluarga kita akan memalukan," Franz keberatan, dahinya berkerut dan wajahnya meringis jijik.
"Jangan khawatir, Franz," Theodora menjawab dengan senyum riang. "Tak ada yang akan menganggap calon istri Bastian sebagai anggota keluarga kita. Bukankah lebih baik jika Bastian bagian dari keluarga Illis?"
Sejak meninggalkan Ardene pada usia dua belas tahun, Bastian tak pernah menghabiskan waktu di tanah milik Klauswitz. Keluarga dari pihak ibunya, Keluarga Illis, telah merawatnya dan Bastian menganggap mereka keluarga.
"Franz, ibumu benar; kau perlu memikirkan masa depanmu." Jeff Klauswitz mengangguk setuju, raut wajahnya ceria. Theodora berseri-seri dengan cinta dan kebanggaan, mengingatkan pada hari ia membebaskan Jeff dari belenggu mantan istrinya, dan hari ia melahirkan anaknya yang mulia. Sebuah peristiwa penting, mirip dengan kedatangan Klauswitz di dunia ini.
Obrolan mereka berhenti saat kereta tiba di tujuan.
Di malam Istana Kekaisaran, cahaya yang mengancam namun memukau menerangi bagai bulan purnama yang menggantung di langit kosong.
"Kapten Klauswitz telah tiba!"
Pintu-pintu besar aula perjamuan terbuka lebar dengan anggun, dan para tamu serentak menoleh, mata mereka terpaku pada pintu masuk. Franz pun tak bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke arah pintu, jantungnya berdebar kencang penuh semangat.
Ia tak pernah menghadiri perjamuan di istana kekaisaran sebelumnya, dan pikiran untuk melangkah ke dunia yang hanya berani ia impikan, membuatnya merasa di puncak dunia. Ia tak bisa menahan kegembiraannya, bahkan saat kakinya berjingkat-jingkat di bawah meja.
Namun, tepat saat pesta dansa hendak dimulai, penghinaan mendadak dari Bastian justru meredupkan semangat pemuda itu. Sungguh kontras dengan harapan tinggi dan meninggalkan rasa pahit di mulutnya.
Bastian, dengan aura angkuhnya, melenggang di sepanjang jalan dengan udara kerajaan. Ia berjalan santai dengan kepercayaan diri arogan seolah-olah ia adalah Putra Mahkota. Setiap langkahnya adalah kebanggaan akan kepentingannya sendiri dan setiap napasnya adalah klaim akan superioritasnya. Ia adalah makhluk dangkal, yang hanya akan diberi hadiah ikan semata karena memburu mereka yang lebih rendah darinya.
Franz, dengan tunangan di sampingnya, menyaksikan dengan cemas saat harapannya untuk membuktikan diri lebih unggul dari saudara tirinya hancur di depan mata. Namun, yang lebih mengejutkan daripada arogansi Bastian adalah barisan tokoh-tokoh bergengsi yang gemerlap yang menyambutnya dengan hangat—dari bangsawan hingga elite politik dan keuangan. Sebuah koneksi yang tampaknya mustahil dimiliki seorang kapten angkatan laut biasa.
Nona muda Klein, yang berdiri di antara para penonton, dengan polos bertanya-tanya, "Apa ia juga mengenal Duke Herhardt?" saat ia mengamati adegan yang di depannya.
Franz mengatupkan bibir erat dan menahan napas saat Matthias von Herhardt mendekati Bastian dan memutuskan untuk berjabat tangan terlebih dahulu. Meskipun keadaan benar-benar tak masuk akal, jelas bahwa kedua orang itu saling mengenal dan cukup dekat untuk berinteraksi sosial di tempat seperti ini.
Franz dengan gugup mengangkat tangannya yang dingin untuk menyesuaikan kacamatanya, matanya terpaku pada Bastian saat ia menyelesaikan percakapan dengan Duke Herhardt. Ketegangan antara kedua bersaudara itu terasa jelas saat Bastian perlahan berbalik menghadapnya.
"Halo, Franz," Bastian menyapanya dingin, matanya mengamati wajah Franz.
"Senang bertemu Anda lagi, Nona Klein," tambah Bastian, mengalihkan perhatiannya pada tunangan Franz.
"Halo, Kapten Klauswitz, senang bertemu Anda di Istana Kekaisaran," kata Nona Klein.
Franz merasakan kegugupannya menguasai dirinya saat ia berjuang menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Ia merasa lega ketika tunangannya, putri Count Klein yang cerdas dan ramah, masuk untuk mencairkan suasana canggung dengan sapaan sopannya. Baru di akhir percakapan mereka Franz akhirnya menemukan suaranya.
"Bagaimana perasaanmu akhirnya memasuki Istana Kekaisaran?" Franz berdeham dan memaksakan senyum santai, matanya mengamati aula perjamuan megah istana kekaisaran. Ia tampak berbeda dari sebelumnya, seolah beban kelas suksesi telah membebani dirinya.
"Saya begitu terharu hingga ingin menjadikan ini kehormatan seumur hidup," jawab Bastian, suaranya dipenuhi emosi. "Sama seperti dirimu," tambahnya, melirik saudara tirinya, Franz.
Bastian, memeriksa aula dengan mata kritis, memiringkan kepala dan tersenyum, seolah jawabannya memuaskan. Franz bisa merasakan wajahnya memanas karena malu.
"Yah, itidak terlalu buruk," kata Franz, nadanya acuh tak acuh. Namun, bahkan di saat keberanian yang terlambat itu, ia tak bisa menghilangkan kegugupannya.
Tepat saat itu, terdengar seruan yang mengumumkan kedatangan tamu terakhir, nama yang telah ia tunggu. Ketegangan di ruangan terasa nyata saat semua mata tertuju pada pintu masuk, menunggu kedatangan terakhir.
Jantung Franz berpacu saat ia berbalik untuk menuju pintu masuk aula perjamuan. Seorang wanita muda, ditemani seorang wanita tua berambut putih, masuk tak lama kemudian. Ia adalah calon pengantin yang dimaksud, sosok yang akan merusak pesta dansa kekaisaran pertama Bastian.
Franz menatap calon istri saudaranya dengan campuran kegembiraan dan kecemasan. Namun, saat Nona Odette mencapai tengah aula, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang sangat salah.
'Tidak mungkin,' pikir Franz, benaknya berputar saat ia berusaha menepis momen yang membuatnya bisu. Komentar-komentar pedas yang mengalir dari mulutnya tanpa ia sadari menyebar ke dalam keramaian.
Saat detak jantungnya yang semakin keras meredam semua suara di dunia, Franz menyaksikan saudaranya Bastian mulai bergerak. Ia bagai predator yang mengintai mangsanya, sepotong daging busuk yang dilemparkan Kaisar ke arah wanita cantik terkutuk itu.
Saat itulah Franz menyadari sifat sejati pesta dansa kekaisaran ini, sebuah permainan kejam dan bengkok yang dimainkan oleh para penguasa untuk kesenangan mereka sendiri. Dan pada saat itu, hatinya sakit untuk wanita muda tak bersalah yang terjebak di tengah kekacauan kerajaan.
Comments