A Barbaric Proposal Chapter 80
- 30 Agu
- 7 menit membaca
Diperbarui: 31 Agu
ā»Pangeran dari Negeri Asing (1)ā»
Liene menunjuk ke arah lemari kayu mahoni yang besar dan kokoh. Lemari itu dulunya digunakan untuk menyimpan perhiasan. Setiap laci memiliki pegangan dan lubang kunci yang berbeda.
Setelah perhiasannya dijual, lemarinya menjadi kosong dan tidak perlu lagi dikunci, sampai-sampai kunci-kunci itu hanya disimpan di laci meja kerja kantornya. Namun, laci yang seharusnya kosong itu, tenyata tidak kosong.
Perhiasan yang pernah disimpan di sana kembali ke tempatnya seolah tidak pernah dijual.
[Liene] "Apa? Apa maksud... Oh, ya ampun!"
Nyonya Flambard berteriak sambil menutup mulutnya karena terkejut.
[Nyonya Flambard] "Bagaimana ini bisa terjadi...? Ah."
Nyonya Flambard tampak mengerti sesuatu.
[Liene] "Nyonya?"
[Nyonya Flambard] "Tidak, itu..."
Nyonya Flambard memandangi Liene, lalu membuka laci yang berisi kalung mendiang Ratu yang ia serahkan kepada penjual perhiasan. Di sana, kalung itu kembali ke tempatnya semula.
[Nyonya Flambard] "Saya... Saya bilang... bahwa kalung itu adalah benda yang sangat Putri sayangi."
[Liene] "Kepada siapa... Lord Tiwakan?"
[Nyonya Flambard] "Mungkin..."
[Liene] "Jadi... dia yang mengisi ulang semuanya?"
Liene, yang tadinya menghela napas karena emosi, tiba-tiba teringat sesuatu dan memeriksa semua kotak dan lemari yang lain. Benar saja, semua perhiasan sudah kembali. Beberapa di antaranya sama persis dengan yang dijual, sementara beberapa yang lain memiliki sedikit perbedaan bentuk.
[Liene] "Dia sengaja melakukannya, kan?"
[Nyonya Flambard] "M-maksud Putri apa?"
[Liene] "Hanya ada satu penjual perhiasan kerajaan di Nauk. Jika kau bertanya padanya, dia pasti tahu siapa yang membelinya. Jadi... dia pasti..."
Black telah membelinya tanpa memedulikan harga. Ia melakukannya untuk mengisi kembali tempat yang kosong. Karena tidak bisa menemukan barang yang sama persis, ia membeli yang mirip.
[Liene] "Ini tidak masuk akal. Kapan dia membeli semua ini? Kapan ia punya waktu?"
[Nyonya Flambard] "Itu benar. Padahal saya baru memberitahunya beberapa hari yang lalu."
Nyonya Flambard juga terdengar terharu sampai suaranya sedikit sengau.
Pria itu... benar-benar gila.Ā
Bahkan jika punya banyak uang, tidak ada yang akan melakukan ini. Ini pasti setara dengan anggaran bertahun-tahun. Selain jumlah uang yang fantastis, Liene merasa tidak bisa menerima semua hadiah itu.
Dia yang harusnya menerima, kenapa justru aku yang diberi?Ā Aku yang harusnya melakukan lebih untuknya.
Liene berbalik dan berjalan menuju pintu. Nyonya Flambard terkejut dan mengikutinya.
[Nyonya Flambard] "Putri? Mau ke mana? Anda harus mencoba gaun pernikahan Anda."
[Liene] "Tidak apa-apa. Aku yakin gaun itu akan pas."
[Nyonya Flambard] "Bagaimana Anda bisa tahu?"
[Liene] "Karena dia yang memberikannya."
[Nyonya Flambard] "Meskipun dia jeli, dia tetaplah seorang pria. Anda tidak bisa begitu saja mempercayainya."
[Liene] "Lord Tiwakan juga harus mencoba jubahnya. Aku akan pergi menjemputnya."
[Nyonya Flambard] "Ya? Putri akan pergi sendiri?"
[Liene] "Itu akan lebih cepat."
Liene berbalik ke arah pintu sambil menggigit bibirnya.
Dia benar-benar berlebihan.Ā Aku harus menyuruhnya menjual perhiasan itu lagi. Dia sudah menghabiskan terlalu banyak uang, padahal dia juga yang menanggung biaya pernikahan.Ā
Lagipula, Black bilang dia berencana membangun benteng di tanah kosong di selatan. Sejak kekeringan panjang dimulai, sebagian besar penduduk di selatan sungai telah meninggalkan Nauk. Tanah yang kosong itu menjadi rentan terhadap serangan. Sepertinya Black tidak bisa menerima jika rumahnya memiliki titik lemah. Liene setuju bahwa hal itu diperlukan, tetapi ia tahu pembangunan benteng akan memakan banyak uang.
Aku tahu itu, jadi aku tidak bisa membiarkannya membeli perhiasan untukku.Ā Lagipula, membangun benteng seharusnya menjadi tanggung jawabku, tapi aku tidak pernah sanggup melakukannya.
Liene memegang ujung gaunnya dan bergegas mencari Black. Ia bertanya kepada seorang tentara bayaran di menara utara dan diberitahu bahwa Black baru saja meninggalkan istana untuk memeriksa benteng di selatan.
Mendengarnya, Liene berlari ke arah kandang. Sebenarnya tidak terlalu mendesak, dan ia bisa melakukannya nanti malam, tapi ia tidak ingin melewatkan momen ini.
Mungkin aku hanya ingin melihatnya.Ā
Pikirannya terus berlanjut meskipun ia kehabisan napas.
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melihatnya.
[Liene] "Hah... hah..."
Liene, yang berlari dengan cepat, tiba di pintu masuk kandang. Tapi yang ia lihat bukanlah Black yang sedang menaiki kuda, melainkan sebuah kereta yang sangat mewah yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
[Liene] "Siapa...?"
Dan seorang pria muda turun dari kereta itu dengan bantuan pelayan.
[Tentara Bayaran] "Tuan sudah berangkat ke benteng selatan."
[Pria Muda] "Ah, aku terlambat."
[Tentara Bayaran] "Tuan pasti akan merasa menyesal."
Tentara bayaran dari Tiwakan itu membungkuk kepada Liene yang kecewa, lalu berkata kepada pria muda itu.
[Tentara Bayaran] "Wakil komandan ada di dalam kastil. Saya akan mengantarkan Anda."
[Pria Muda] "Ah, tunggu. Tidak perlu terburu-buru. Aku harus memberi salam terlebih dulu."
Pria muda itu seperti baru saja berendam dalam minyak wangi yang mahal. Senyumnya licin seperti minyak, dan pakaiannya sama mewah dengan keretanya. Rambutnya disisir rapi dengan minyak, gaya yang jarang terlihat di Nauk.
[Pria Muda] "Jika mataku tidak salah, wanita cantik ini pastilah Putri Liene dari Nauk. Senang bertemu dengan Anda. Saya Dieren, Pangeran dari Grand Duchy Alito."
Dieren berlutut dengan sopan, membuat Liene menegakkan tubuhnya sebagai respons.

Di mana itu Grand Duchy Alito...? Sepertinya etiket mereka sangat tinggi.
[Liene] "Senang bertemu dengan Anda. Saya tidak tahu urusan Anda, tapi jika Anda datang dengan niat baik, saya akan menyambut Anda dengan tulus."
[Dieren] "Retorika Anda sama anggunnya dengan penampilan Anda. Merupakan suatu kehormatan bertemu Anda secara langsung. Anda benar-benar memiliki kecantikan yang dapat menahan Dewa Perang di pedalaman. Berkat itu, seluruh benua bisa bernapas lega."
[Liene] "...Bagaimana mungkin penampilan manusia biasa bisa menahan Dewa? Perkataan Anda, tidak seperti yang Anda maksudkan, justru bisa mencoreng nama baik Dewa. Saya menolak pujian itu."
Pujian dari Pangeran Dieren terasa tidak menyenangkan. Ia terang-terangan menyebut Nauk sebagai pedalaman. Dan ia juga berbicara seolah Black adalah masalah yang perlu diatasi. Padahal kenyataannya justru sebaliknya. Pria itu adalah orang yang memecahkan masalah yang tidak bisa mereka tangani.
Dan siapa dia sampai berani menilai kecantikanku? Hanya Lord Tiwakan yang boleh memanggilku cantik.
[Dieren] "Apa di Nauk, memuji kecantikan adalah hal yang tidak sopan?"
[Liene] "Saya rasa kata apa pun bisa menjadi tidak sopan jika pihak lain tidak menginginkannya."
[Dieren] "Kenapa Putri tidak menginginkan pujian itu?"
[Liene] "Karena satu tunangan sudah cukup untuk mengatakannya. Jika Anda tidak keberatan, saya ingin mengalihkan topik. Grand Duchy Alito dan Nauk tidak pernah berinteraksi. Apa kunjungan mendadak ini sudah disetujui oleh Lord Tiwakan?"
[Dieren] "Satu orang sudah cukup... Dewa Nauk yang memberimu kecantikan pasti akan murka mendengarnya."
[Liene] "Nauk terlalu sibuk untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Sebagai pangeran, Anda pasti mengerti. Karena ksatria pelindung Nauk tidak bersikap bermusuhan, saya menganggap kunjungan Anda sudah disetujui."
Ini lah cara anggun untuk mengatakan bahwa sang pangeran tidak punya pekerjaan lain. Dieren mengangkat bahunya dan membelai pipinya dengan dramatis.
[Dieren] "Rasanya seperti ditampar. Maafkan saya karena membuang waktu Anda yang berharga."
[Liene] "Saya akan menerima permintaan maaf Anda. Sekarang, silakan lanjutkan urusan Anda dengan nyaman. Tolong antarkan Pangeran Dieren kepada Fermos. Dan apakah ada penjaga di istana yang tahu jalan ke benteng selatan? Aku ingin menyusul Lord Tiwakan."
[Dieren] "Begitu? Saya rasa Anda akan kesulitan menyusulnya karena dia bergerak cepat. Biar saya antarkan ke benteng selatan. Mohon tunggu sebentar."
[Liene] "Kalau begitu, saya juga akan ikut."
Baik Tiwakan maupun Liene memasang ekspresi yang serupa.
[Liene] "Anda adalah tamu di Nauk. Tidak sopan membuat tamu kembali melakukan perjalanan saat ia belum beristirahat. Fermos akan menyambut Anda dengan baik."
[Dieren] "Putri yang menyuruh saya untuk melanjutkan urusan dengan nyaman. Urusan saya bukan dengan wakil komandan Tiwakan, melainkan dengan komandannya. Jika Lord Tiwakan terlalu sibuk untuk menemui tamunya, maka saya yang akan mendatanginya."
...Dia membuatku tidak bisa menolak.Ā
Liene menoleh ke arah tentara bayaran, menyembunyikan ekspresi enggan, dan bertanya.
[Liene] "Apakah benteng selatan adalah tempat yang aman untuk dikunjungi tamu?"
Meskipun terlihat peduli pada Dieren, Liene sebenarnya bertanya apakah benteng itu boleh diketahui orang lain.
[Tentara Bayaran] "Jalannya lurus, jadi tidak masalah. Apa Anda akan mengizinkannya ikut?"
Bibir Liene sedikit melengkung.
[Liene] "Saya tidak bisa memperlakukan tamu Lord Tiwakan hanya dengan etiket Nauk."
[Tentara Bayaran] "Tuan tidak akan mempermasalahkannya."
Ya, mungkin benar.Ā Jika ini tamu yang sangat penting, dia pasti sudah memberitahuku.Ā
Namun, etiket yang ketat mengharuskan Liene untuk tidak mengabaikan pangeran dari negara lain.
[Liene] "Aku tahu."
Liene tersenyum kecil pada tentara bayaran dan menyetujui pendamping perjalanan yang tidak diinginkan.
[Liene] "Kalau begitu, ayo pergi bersama. Saya ingin perjalanan sederhana, jadi mohon pangeran juga mengurangi pengikut Anda."
[Dieren] "Sesuai keinginan Anda."
Sekali lagi, Dieren membungkuk dengan dramatis.
[Liene] "Ah..."
Dalam waktu singkat, topografi di sana sudah berubah. Ini kali pertama Liene mengunjungi area selatan sungai dalam beberapa tahun. Tempat itu benar-benar terbengkalai, dengan puing-puing rumah dan tanah kosong yang penuh rumput kering. Namun, kini ada jalan. Melihat batu-batu besar yang diletakkan sebagai pondasi, Liene bisa membayangkan benteng yang akan dibangun di sana.
[Black] "Bagaimana kau bisa datang ke sini?"
Saat Liene sedang menatap sungai yang kering, Black mendekat. Perkataan tentara bayaran bahwa ia tidak akan bisa menyusul Black ternyata benar. Black sudah tiba jauh lebih dulu.
[Liene] "Aku membawa tamu."
Liene memegang kendali kudanya dengan satu tangan dan bersiap untuk turun. Namun, Black dengan ringan memegang pinggangnya dan menurunkannya ke tanah.
[Black] "Tamu?"
Meskipun kakinya sudah menyentuh tanah, tangan Black masih memegang pinggangnya. Entah mengapa, pipi Liene sedikit memerah.
[Liene] "Ya. Dia ada di belakang. Keretanya melaju lambat."
Jalannya terlalu sempit untuk kereta, tetapi Dieren bersikeras naik kereta. Alasannya, ia tidak ingin terkena debu. Melihat gaun satin putihnya yang mahal, Liene mengerti alasannya. Alhasil, mereka hanya setengah jalan bersama.
[Black] "Jika dia bukan tamumu, aku tahu siapa dia. Kau sudah bersusah payah."
Black berkata sambil dengan lembut membersihkan debu dari jubah Liene.
[Liene] "Apa maksudmu aku datang sia-sia?"
[Black] "Bukan. Usahamu yang terlalu berharga."
Black memegang tangan Liene dan berbisik seolah-olah menekan pergelangan tangannya dengan bibirnya.
Entah mengapa, hanya karena dia melakukan ini, rasanya aku punya alasan yang cukup untuk datang ke sini.
[Liene] "Bukankah kau sibuk? Aku datang ke sini, berharap tidak mengganggu."
[Black] "Masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dan itu pekerjaan yang bisa dilakukan orang lain."
[Black] "Apa kau membutuhkanku?"
[Liene] "Ya. Aku tidak sengaja bertemu tamu. Dan kami akhirnya pergi bersama."
Selama percakapan singkat itu, mata mereka tidak pernah lepas satu sama lain. Tangan Black yang tadinya membersihkan debu kini merapikan rambut Liene, lalu dengan sengaja menyentuh kerah lehernya. Liene, seolah menirunya, dengan hati-hati menyentuh dahi dan kerah bajunya.
Mungkin wajah pria ini adalah definisi dari 'tidak akan pernah bosan melihatnya'.
[Randall] "Tuan, uhuk..."
Randall dengan hati-hati memanggil Black dari belakang.
[Randall] "Keretanya sudah tiba."
Black tidak menoleh.
[Black] "Itu pasti dari Alito. Terima emasnya dan simpan dengan baik."
[Randall] "Bukan, Tuan. Sepertinya⦠bukan kereta barang"
[Black] "...?"
Pandangan Black yang tadinya terpaku pada Liene akhirnya terlepas. Ia menoleh ke belakang, dan wajahnya langsung menunjukkan kekesalan.
*T/N:
Grand duchy adalah sebuah negara atau wilayah yang dipimpin oleh seorang grand duke atau grand duchess. Gelar ini berada di bawah raja atau kaisar, tetapi di atas duke.
Anak dari grand duke atau grand duchess disebut prince (pangeran) atau princess (putri). Alasan di balik sebutan ini adalah karena status grand duchy, meskipun lebih rendah dari kerajaan, secara tradisional dianggap cukup tinggi sehingga memberikan hak kepada anak dari penguasanya untuk menggunakan gelar kerajaan, yaitu "pangeran" atau "putri".
Komentar