;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 77

  • 26 Agu
  • 7 menit membaca

※Malam Sebelumnya (4)※

Black mendorong gulungan perkamen yang diukir dengan jarum—sehingga tulisannya tak bisa dihapus—ke depan Serquez. Serquez, yang mundur karena takut akan dipukul, terperangah melihat gulungan perkamen itu mendarat tepat di depannya.

[Burrhey] "Apa itu?"

[Black] "Apa itu?"

Black mengerutkan satu alisnya.

[Black] "Lidahmu pendek ya? Bicaralah dengan benar pada suami Putri."

Mendengarnya, Randall dengan gembira bangkit.

[Randall] "Biar saya yang memotongnya, Tuanku!"

Kali ini, Black tidak mengatakan "jangan". Randall bersenandung sambil mencabut belatinya dari paha. Menyanyi saat ingin memotong lidah orang lain? Mereka benar-benar gila.

Semua orang merinding.

[Burrhey] "Tidak...! Apa yang kau lakukan! Beraninya kau pada tetua Dewan Agung...!"

Burrhey melompat dan mundur, mencoba menghindari Randall.

[Black] "Berani?"

Black menggerakkan dagunya.

[Black] "Sepertinya orang-orang bodoh di Nauk ini tidak belajar tata krama yang benar di rumah."

[Randall] "Makanya harus dipotong."

Senandung Randall semakin keras.

[Randall] "Lidah yang tidak tahu sopan santun di usia segini tidak ada gunanya."

Randall melangkah maju, seolah-olah bermain-main, dan meraih kerah Burrhey yang melarikan diri.

[Randall] "Buka mulutmu. Jika kau bekerja sama, aku akan melakukannya tanpa membuatmu terlalu sakit."

[Burrhey] "Tidak! Lepaskan aku!"

[Randall] "Sial. Diam. Jika kau terus bergerak, potongannya tidak akan bersih."

[Burrhey] "Tidak! Tidak! Tidak! Kenapa tidak ada yang menghentikannya! Hei kalian! Apa yang kalian lakukan!"

Burrhey berteriak sampai tenggorokannya sakit. Para bangsawan lain juga pucat, tetapi tidak ada yang berani menghentikannya. Mereka tidak bisa berkata apa-apa karena alasan Black jelas.

Tentu saja, hukuman yang diberikan Black tidak masuk akal dibandingkan dengan kejahatan para bangsawan itu, tetapi yang berhak menentukan hukuman adalah penguasa. Mereka baru menyadari betapa lebih mudahnya berurusan dengan Liene sebagai penguasa.

[Randall] "Jangan tutup mulutmu. Biarkan tetap terbuka. Jika kau tidak mengeluarkannya, aku akan memecahkannya."

Randall menusuk bibir Burrhey dengan ujung belatinya.

[Burrhey] "...! ..."

Sssst... Burrhey yang pucat matanya terbalik dan ia mengompol di tempat.

[Randall] "Ugh, menjijikkan!"

Randall, yang sepatunya hampir terkena air seni, melepaskan Burrhey dengan jijik dan melangkah ke samping. Burrhey jatuh di genangan air kencingnya sendiri.

[Black] "Tanda tangan."

Di tengah keheningan, suara malas Black menusuk.

[Serquez] "A-apa itu... Kita harus... tahu dulu isinya..."

Berkat contoh dari Burrhey, nada bicara Serquez menjadi lebih sopan.

[Black] "Perjanjian Risebury."

[Serquez] "Apa... Apa yang kau katakan?"

[Black] "Ini hadiah dari suami Putri untuk para tetua. Karena kalian sangat menyukai Perjanjian Risebury."

[Serquez] "Kenapa kita harus menandatanganinya sekarang?"

[Black] "Satu nama yang menandatanganinya hilang, kan? Kalau begitu, perjanjiannya tidak lagi sah. Karena kurasa kalian akan menyesal, aku membuat yang baru. Namaku akan menggantikan nama yang hilang."

[Serquez] "..."

Serquez, yang mencurigai sesuatu, segera mengambil gulungan perkamen dan membukanya. Para bangsawan yang penasaran dengan kebenaran kata-kata Black juga berkumpul di sekitarnya.

Perkamen yang penuh dengan tulisan kecil tercantum semua isi Perjanjian Risebury. Namun, ada satu atau dua kata yang diubah, sangat kecil sehingga tidak akan terlihat jika tidak diperhatikan.

Misalnya, kalimat "Pemimpian Dewan Agung Nauk memiliki hak ini dan itu atas keluarga kerajaan" diubah menjadi "tidak memiliki hak". Ada juga item yang ditambahkan. Salah satunya adalah para tetua Dewan Agung, yang sebelumnya menikmati hak istimewa, sekarang harus membayar pajak, dan ada juga klausul yang menyatakan bahwa setiap anggota keluarga kerajaan dapat mengumpulkan dan menghadiri Pertemuan Dewan Agung. Sekali lagi, tulisannya sangat kecil sehingga sulit untuk membaca semua detailnya dalam sekali lihat.

[Serquez] "I-ini... Ini permainan kata-kata..."

Serquez menggerakkan bibirnya dengan canggung.

[Black] "Menurutku Perjanjian Risebury juga begitu. Perjanjian yang direvisi bukan hanya terlihat seperti perjanjian, tapi lebih seperti surat ancaman."

[Serquez] "..."

[Black] "Tanda tangan. Jika kau ingin menandatangani dengan tanganmu."

[Serquez] "...? Apa maksudmu...?"

Para bangsawan lain, kecuali Serquez, segera mengerti maksud Black. Jika kedua tangan mereka patah, mereka harus memegang pena dengan mulut untuk menandatangani.

[Rosadel] "Berikan padaku."

Rosadel mengambil perkamen itu dari tangan Serquez.

[Serquez] "Tuan! Jangan gegabah. Kita harus berdiskusi dulu sebelum menandatangani."

[Rosadel] "Apa gunanya berdiskusi? Kita harus menandatangani sekarang."

Black mengangguk.

[Black] "Benar. Waktu untuk menandatangani dengan tanganmu adalah sampai aku berhitung sampai sepuluh. Satu."

[Rosadel] "Hiiik!" Rosadel, yang terkesiap, dengan cepat menulis namanya di tempat yang kosong.

[Serquez] "Tuan!"

Protes bahwa Rosadel tidak bekerja sama dengan baik menghilang saat Ellaroiden juga menandatangani dengan kecepatan kilat.

[Black] "Dua, tiga..."

Sebelum hitungan mencapai lima, Armendaris juga selesai menandatangani. Sekarang hanya ada dua yang tersisa.

[Black] "...Tujuh, delapan."

Ketika hitungan mencapai delapan, Serquez mengertakkan giginya dan menandatangani. Ia tahu alasan mengapa pergelangan tangan kiri para bangsawan yang terburu-buru menandatangani patah.

[Black] "Sepuluh. Tinggal satu, ya."

Black menunjuk Burrhey yang pingsan.

[Black] "Bangunkan dia."

[Randall] "Baik, Tuanku."

Randall bahkan tidak repot-repot mengambil air. Waktu untuk menandatangani dengan dua tangan sudah habis, jadi tangan kanan Burrhey juga harus patah.

[Burrhey] "Aaaagh!"

Burrhey berteriak dan membuka matanya. Dengan begitu, perjanjian yang direvisi selesai.

[Black] "Hmm... Apa yang kau katakan?"

Suara Black terdengar masam. Setelah menyelesaikan Pertemuan Dewan Agung dan mengurus beberapa hal lain, Black kembali ke istana dan mendengar sesuatu yang tidak ingin ia percayai.

[Liene] "Aku bilang aku harus tidur di kamar Nyonya Flambard selama dua malam karena ada pekerjaan."

[Black] "...? Apa aku harus mempercayainya?"

Kata-kata yang tidak ingin Black percayai keluar begitu saja, membuat Liene salah paham.

[Liene] "Aku tidak berbohong untuk melakukan hal lain. Apa kau tidak percaya padaku?"

[Black] "Ah, sial."

Black, yang menyadari kesalahannya, memegang dahinya.

[Black] "Bukan begitu maksudku... Aku tidak bisa percaya apa yang baru saja kau katakan."

[Liene] "Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku juga sedih, tapi ini harus kulakukan."

Black ingin bertanya pekerjaan macam apa itu. Belum pernah ada pemimpin Tiwakan di benua ini yang tidak bisa melakukan apa yang ia inginkan.

[Black] "Putri. Bagaimana kalau kau memikirkannya lagi. Bukankah ini juga butuh persetujuanku?"

[Liene] "Ah, benarkah?"

Mereka berdua membicarakannya di meja makan. Liene tersenyum canggung dan berkata lagi.

[Liene] "Maaf. Ini pertama kalinya aku punya pasangan, jadi aku tidak berpikir untuk meminta persetujuanmu terlebih dahulu. Bagaimanapun, ada pekerjaan yang harus kulakukan, jadi aku harus tidur di kamar Nyonya Flambard selama dua malam. Kuharap tidak menjadi masalah."

[Black] "..."

Klang. Black meletakkan garpu yang ia pegang sebelum menjawab.

[Black] "Jika itu menjadi masalah, kau tidak akan melakukannya?"

[Liene] "Hmm... Aku tidak bisa. Itu pekerjaan yang harus kulakukan."

[Black] "..."

Pekerjaan macam apa itu? 

Otak Black berputar dengan cepat. Namun, ia tidak ingin bersikap kekanak-kanakan. Karena Liene mengatakan bahwa pekerjaan itu diperlukan, pasti begitu. Dan tidak akan lama, hanya dua malam.

Hari berikutnya adalah hari pernikahan, jadi ia bisa mengerti. Di beberapa daerah, ada kebiasaan di mana pengantin pria dan wanita tidak boleh bertemu sebelum upacara. Black tahu bahwa ada banyak hal yang harus disiapkan oleh pihak pengantin wanita, termasuk malam pertama. Tapi kenapa Black sangat tidak ingin menjawab?

...Apakah aku begitu kekanak-kanakan?

[Black] "...Baiklah."

Jawabannya keluar perlahan. Setelahnya, nafsu makan Black menghilang begitu saja. Ia menyeka mulutnya dengan serbet, alih-alih mengambil garpu lagi.

[Liene] "Kau marah?"

Liene, yang baru saja menelan kacang polong yang dimasak dengan anggur, bertanya.

[Black] "Tidak."

[Liene] "Wajahmu terlihat seperti itu."

Black merasa lebih kesal karena ketahuan bersikap kekanak-kanakan.

[Black] "Apakah aneh jika aku marah karena hal seperti ini?"

[Liene] "Hmm... Aku mungkin akan marah. Tapi aku tidak bisa mengatakannya dan hanya akan mengungkapkan penyesalanku."

Kata-kata Liene membuat Black merasa lebih baik. Black meletakkan serbetnya dan memutar kursinya menghadap Liene.

[Black] "Apakah berarti kau juga menyesal?"

[Liene] "Tentu saja."

Liene menjilati bibirnya yang berbekas anggur dan menunduk.

[Liene] "Ini waktu yang sangat berharga bagiku juga. Berbaring bersama dan menceritakan bagaimana hari kita berlangsung."

[Black] "Apa yang harus kau lakukan sampai harus melepaskan waktu itu?"

[Liene] "Itu... Hmm... Kuharap kau bisa berpura-pura tidak tahu. Ini sedikit memalukan."

Karena jubah pernikahannya rusak, Liene merasa canggung untuk membicarakan hal itu dengannya. Mungkin karena ia merasa bersalah.

[Black] "Aku harap tidak ada yang membuatmu malu di depanku."

[Liene] "Hanya kali ini saja. Tidak akan ada lagi setelah ini."

[Black] "Baiklah, jika kau berkata begitu."

Black menepuk pipinya.

[Black] "Karena aku telah melakukan sesuatu untukmu, aku ingin mendapat ciuman."

[Liene] "Saat kita sedang makan?"

Liene bertanya dengan mata terbelalak. Sebenarnya, ia sedang berpikir bahwa hidangan kacang polong sangat lezat.

[Black] "Aku sudah selesai makan. Cium sebentar saja, lalu lanjutkan makanmu."

[Liene] "Kalau begitu... Ah, pejamkan matamu."

Black dengan patuh memejamkan mata dan mencondongkan pipinya. Liene, yang memiliki kacang polong di mulutnya, tersenyum nakal dan mendorong kacang polong itu ke bibir Black.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 77: Malam Sebelumnya (4). Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea. Baca Light Novel Korea. Baca Web Novel Korea

[Black] "...Hmm."

Black, yang secara tidak sengaja memakan kacang polong itu, membuka matanya dan bertanya.

[Black] "Kenapa kau memberiku kacang ini?"

[Liene] "Karena kacangnya enak."

Bibir Black yang terkena anggur menjadi lebih merah dari biasanya. Liene menjilati bibirnya sendiri, berpikir betapa tampannya Black. Bibir Liene juga merah seperti anggur hari itu.

[Liene] "Aku khawatir Lord Tiwakan kehilangan nafsu makan. Kau makan sangat sedikit. Karena kau sudah mencobanya, bagaimana kalau makan lebih banyak?"

[Black] "Ide yang bagus."

Black menarik dagu Liene dan menyatukan bibir mereka. Ia mencicipi bibir Liene terlebih dahulu.

[Black] "Enak."

[Liene] "Eh, bukan itu..."

[Black] "Selamat makan."

Ciuman pun dimulai. Mungkin karena Liene baru saja mendengar kata "selamat makan," kepalanya terasa lebih kosong saat bibir mereka bertemu, seperti sedang dihisap.

[Nyonya Flambard] "Putri!"

Ini sudah ketiga kalinya.

[Liene] "Ah, aku akan berhati-hati."

Liene segera meletakkan kainnya. Ia khawatir setetes darah dari jari yang tertusuk jarum akan mengotori kain.

[Nyonya Flambard] "Astaga, kenapa Anda terus melukai diri sendiri?"

[Liene] "Bukan karena aku ingin..."

Pikiranku terus melayang ke tempat lain. Ke kamar tidur dimana  pria itu sendirian, ke pelukannya, ke dalam selimut yang sama.

[Nyonya Flambard] "Apa Anda sudah lelah?"

[Liene] "Bukan. Aku rasa tanganku lemas karena memegang pena terlalu lama hari ini. Dan tanganku masih belum sembuh sepenuhnya."

Memang ada alasan itu juga. Menulis semua dokumen pengangkatan sama sekali tidak mudah. Luka dari gunting beberapa waktu lalu belum sepenuhnya sembuh, dan terkadang terasa sakit. Meskipun begitu, Liene tidak punya keinginan sedikit pun untuk menunda pernikahan yang menunjukkan betapa ia menyukai pernikahan ini.

[Liene] "Aku juga sedikit mengantuk. Aku akan membasuh wajahku dengan air dingin."

Liene meletakkan jarumnya dan bangkit. Ada baskom berisi air di dekat jendela di kamar Nyonya Flambard. Ia menuangkan sedikit air ke tangannya dan mulai membasuh wajahnya. Air dingin menyegarkannya, tetapi memikirkan sulaman yang masih tersisa membuat matanya terasa berat.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page