;
top of page

A Barbaric Proposal Chapter 72

  • 24 Agt
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 25 Agt

※Pengasingan (1)※

Kedua anggota keluarga Kleinfelter diikat tangannya dengan tali. Perlakuan yang sama seperti narapidana biasa. Ujung tali yang mengikat tangan mereka terhubung satu sama lain, dan ujung lainnya dipegang oleh seorang Tiwakan.

Lyndon Kleinfelter berteriak-teriak marah karena perlakuan ini tidak pantas diterimanya, tapi ia diam setelah tulang keringnya ditendang beberapa kali.

Liene menyaksikan seluruh kejadian itu. Ia tidak sengaja menonton, tetapi tidak bisa tidak melihatnya. Saat itu, Liene keluar untuk mengantar Black yang akan mengawal kedua tahanan itu ke tempat Pertemuan Dewan Agung.

[Liene] "Berhati-hatilah."

Liene berpesan pada Black yang sedang menaiki kudanya. Black tersenyum tipis dan mengangguk.

[Black] "Aku tahu."

[Liene] "Pengikut keluarga Kleinfelter sangatlah setia. Mungkin akan ada orang yang datang untuk menyelamatkan mereka secara sukarela."

[Black] "Ya."

Jawabannya begitu mudah. Liene menepuk lutut Black dan menaikkan alisnya.

[Liene] "Aku serius."

[Black] "Aku tidak pernah bilang tidak percaya. Aku sudah bersiap, jadi semuanya akan baik-baik saja."

[Liene] "Tetap saja. Kau harus benar-benar berhati-hati. Jangan kembali dalam keadaan terluka."

[Black] "Haa..."

Tiba-tiba Black menghela napas, membuat Liene mengira ia terlalu cerewet. Tapi kali ini Liene asumsinya salah.

[Black] "Jangan bergerak."

[Liene] "Apa?"

[Black] "Berbahaya karena aku di atas kuda."

Black mencondongkan tubuhnya di atas kuda dan mencium Liene. Meskipun ia tahu semua orang melihat mereka, momen itu terasa begitu manis dan berharga. Liene menjinjitkan kakinya untuk membalas ciuman itu. Ciumannya berlangsung cukup lama, meskipun posisi mereka tidak nyaman.

[Black] "Jika begini, aku tidak akan bisa pergi."

Black selesai menciumnya dan dengan enggan melepaskan Liene.

[Liene] "Tunggu sebentar."

Sebelum Black menjauh, Liene berdiri di atas ujung kakinya dan mengusap air di sekitar bibir Black.

[Liene] "Bagaimanapun, kau sudah berjanji. Jangan terluka."

[Black] "Akan kulakukan."

Pupil mata Black tampak menjadi lebih gelap. Tubuh Liene langsung mengenali tatapan itu. Jantungnya berdebar, dan ia ingin menciumnya lagi.

...Aku benar-benar gila.

[Liene] "Selamat jalan."

[Black] "...Aku akan bergegas."

Black menunggu Liene untuk menjauh lebih dulu sebelum ia memacu kudanya. Liene berdiri di sana, mengawasi Black hingga melewati gerbang kastil.

Di depan Liene, Laffit yang bergerak lebih lambat daripada Black melintas.

[Laffit] "Liene."

[Liene] "..."

Liene memalingkan wajahnya. Ia merasa tidak perlu menanggapi.

[Laffit] "Jika kau sengaja melakukan ciuman dengan pemimpin Tiwakan ini untuk menunjukkannya padaku, itu tidak ada gunanya. Aku tidak akan percaya. Kau akan selalu menjadi kekasihku."

[Liene] "Hah."

Kelakuannya benar-benar tidak bisa ditoleransi.


Baca Novel A Barbaric Proposal Bahasa Indonesia Chapter 72: Pengasingan (1) Baca Novel A Savage Proposal Bahasa Indonesia oleh Lee Yuna. Baca  Novel Terjemahan Korea

[Liene] "Laffit Kleinfelter. Dengarkan baik-baik. Kau sakit jiwa. Aku tidak merasa kasihan padamu karena sikap tidak sopanmu membuatku sangat muak. Sadarlah, dan pikirkan cara untuk menyelamatkan dirimu sendiri."

[Laffit] "Liene!"

[Liene] "Jangan pernah memanggil namaku lagi. Aku adalah pemimpinmu, dan kau hanyalah seorang tahanan yang melakukan pengkhianatan padaku. Sekarang, singkirkan orang ini dari pandanganku."

Kata-kata terakhirnya ditujukan pada Tiwakan yang memegang tali.

[Tiwakan] "Baik, Putri."

Tiwakan itu menarik tali yang mengikat Laffit tanpa ampun.

[Laffit] "Ugh! Liene!"

[Liene] "Jika ia mengucapkan namaku lagi, suruh dia tutup mulut."

[Tiwakan] "Tentu saja, Putri."

Bug! Begitu Tiwakan selesai bicara, tentara bayaran lainnya menendang tulang kering Laffit.

[Laffit] "Uh!"

Ia terhuyung dan hampir jatuh, tetapi tali kembali ditarik dengan kencang.

[Liene] "Aku tidak seharusnya mengatakan ini, tapi tolong jangan lengah demi pemimpin kalian. Selamat sampai tujuan."

[Tiwakan] "Terima kasih, Putri."

Para Tiwakan menunduk sebagai tanda hormat, lalu menyeret Laffit pergi.

[Liene] "...Apa aku terlalu kasar?"

Liene bergumam saat Laffit, yang tampak linglung dan diseret seperti boneka kertas, sudah menjauh.

[Liene] "Tidak, karena jika aku berbicara dengan sopan, ia tidak akan mengerti. Sampai akhir pun, ia masih akan mengatakan hal seperti itu."

Liene menggelengkan kepalanya. Ia tidak perlu memedulikan Laffit. Laffit Kleinfelter hanya terobsesi karena tidak bisa menerima penolakan, hal yang baru pertama kali ia alami dalam hidupnya.

[Liene] "Semoga orang itu bisa menjadi dewasa. Jika tidak, akan sulit baginya untuk bertahan hidup di masa depan."

Hatinya terasa damai, bagaikan kebohongan. Liene berbalik dan bergegas kembali ke dalam kastil. Ia akan sibuk hari ini. Setelah Pertemuan Dewan Agung selesai, hal berikutnya adalah upacara pernikahan. Mereka juga akan mengadakan upacara pengangkatan Black dan tentara bayaran Tiwakan sebagai bangsawan dan ksatria. Ada begitu banyak hal yang perlu dipersiapkan.

"Masih banyak uang dari penjualan perhiasan, jadi aku harus mendekorasi ulang kamar tidur. Seharusnya aku bertanya warna apa yang ia sukai."

Sudah menjadi kebiasaan untuk mendekorasi ulang kamar tidur untuk pasangan kerajaan yang baru. Berbagai hal terus bermunculan di benak Liene saat ia menaiki tangga.

[Bangsawan] "Bagaimana mungkin kesucian Pertemuan Dewan Agung..."

Tiga dari lima keluarga bangsawan yang tersisa (tidak termasuk Kleinfelter) gemetar dengan tangan terkepal. Dua keluarga lainnya tidak bisa melakukannya. Keluarga Rosadel tidak bisa karena tangan kirinya patah, dan ia tahu persis kegunaan tangan kanannya sekarang, yaitu untuk menandatangani dokumen. Ia tidak bisa mengepalkan tangan dan gemetar.

[Rosadel] "Tenanglah, ayo kita duduk."

Rosadel melambaikan tangan kanannya untuk menenangkan bangsawan lain. Namun, sayangnya mereka belum pernah bertemu langsung dengan pemimpin Tiwakan.

[Bangsawan] "Hak untuk menghadiri Pertemuan Dewan Agung telah diberkahi oleh Dewa dan Perjanjian Risebury, jadi orang luar tidak boleh masuk. Pergi sekarang juga!"

Orang yang berteriak dengan lantang adalah Burrhey. Ia orang yang membawa pasukan pribadi terbanyak yang ditempatkan di luar ruangan Pertemuan Dewan Agung.

[Black] "Lalu, bagaimana dengan mereka?"

Black tidak membalas dengan kata-kata, ia hanya menunjuk kedua anggota keluarga Kleinfelter dengan dagunya.

[Black] "Harus ada orang untuk mengawasi para tahanan."

[Burrhey] "Kurang ajar...! Beraninya seorang tentara bayaran sepertimu menjawab dengan tidak sopan pada tetua Nauk!"

Ketika Burrhey mengatakan itu, Rosadel menghela napas, sementara Ellaroiden dengan gelisah menggerakkan matanya sambil menggenggam tongkatnya yang sudah rapuh.

[Black] "Kurang ajar atau tidak."

Black dengan ringan mendorong Burrhey yang menghalangi pintu.

[Black] "Minggir dulu. Aku harus memindahkan tahanan."

[Burrhey] "Beraninya kau menyentuhku!"

Burrhey berteriak dengan marah dan bertepuk tangan ke arah pasukan pribadinya di luar.

[Burrhey] "Tunggu apa lagi! Hukum mereka!"

Tiga keluarga bangsawan lainnya tidak sebodoh itu. Mereka sudah berkoordinasi dengan keluarga Kleinfelter yang saat ini dipimpin oleh sepupu kepala keluarga sebelumnya dan kepala pelayan yang berpengalaman. Mereka sepakat untuk mengirimkan pasukan pribadi jika terjadi keributan di Pertemuan Dewan Agung.

Mereka sudah memasang mata-mata di sekitar Kastil Nauk. Hanya ada delapan tentara bayaran yang menuju tempat Pertemuan Dewan Agung. Jumlah yang tidak terlalu banyak untuk dikalahkan, tidak peduli seberapa buruk reputasi mereka. Burrhey membawa tiga puluh pasukan pribadinya, dan keluarga Kleinfelter berjanji untuk mengirim lima puluh pasukan. Jumlah yang sepuluh kali lebih besar akan membuat perbedaan kekuatan menjadi tidak berarti. Itulah yang mereka yakini.

[Black] "Bagaimana ia bisa tahu?"

Black bergumam pada dirinya sendiri.

[Burrhey] "Apa? Apa yang aku tahu?"

[Black] "Bahwa suasana hatiku sedang baik hari ini. Kau yang memberitahunya?"

Kata-kata terakhirnya ditujukan pada Rosadel. Rosadel yang tiba-tiba menjadi sorotan, melambaikan kedua tangannya dengan panik, melupakan fakta bahwa pergelangan tangannya patah.

[Rosadel] "A-apa yang kau katakan! Aku tidak mengatakan apa-apa!"

[Black] "Kalau begitu, kau?"

Kali ini giliran Ellaroiden. Ia juga menggelengkan kepalanya seolah akan patah.

[Ellaroiden] "T-tidak mungkin! Aku disuruh diam, dan aku sudah diam sampai hari ini!"

[Black] "Aneh."

Black memiringkan kepalanya.

[Black] "Biasanya, tidak ada yang berani berteriak di depanku. Apakah bangsawan Nauk sangat bodoh?"

[Burrhey] "Apa! Apa yang kau bicarakan!"

[Black] "Maksudku, perhatikan sekelilingmu."

Black menjawab dengan tenang dan mencengkeram tangan kiri Burrhey. Gerakannya begitu ringan sehingga Burrhey tidak menyadari tangannya sudah digenggam sampai ia terkejut dan menggerakkan bahunya.

[Black] "Terlambat. Jika kau sudah tertangkap, semuanya sudah berakhir."

Suara yang sangat familiar bagi Rosadel dan Ellaroiden itu terdengar.

[Burrhey] "Aaaak!"

Burrhey mengamuk sambil memegangi pergelangan tangannya yang patah.

[Burrhey] "Apa yang kau lakukan pada tubuhku! Hei! Apa yang kalian semua lakukan! Apa kalian hanya akan menontonku seperti ini!"

Black menendang bagian bawah lutut Burrhey.

[Burrhey] "Ugh!"

Burrhey berlutut dan merintih sambil menangis. Lututnya terasa sakit, tidak kalah dengan pergelangan tangannya yang patah.

[Bangsawan] "A-apa ini..."

Para bangsawan lain, yang awalnya hanya berdiri terkejut tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan mata mereka, perlahan mundur. Bangsawan yang telah terbiasa dengan status mereka sejak lahir masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ada orang yang berani melakukan hal seperti itu.

[Bangsawan] "B-bagaimana... Bagaimana bisa..."

[Black] "Berisik. Duduk saja. Kita harus memulai Pertemuan Dewan Agung."

[Bangsawan] "Di luar... ada pasukan pribadi keluarga Burrhey..."

[Black] "Tadinya mereka ada."

[Bangsawan] "Apa...?"

[Black] "Sekarang tidak ada."

[Bangsawan] "Apa yang kau bicarakan... Kenapa tidak ada? Kenapa..."

[Black] "Jika penasaran, periksa sendiri."

Black dengan santai menyingkir. Kedua bangsawan itu saling menatap, lalu bergegas keluar. Sementara itu, Black dengan tenang duduk di kursi utama yang seharusnya diduduki oleh keluarga Kleinfelter. Kedua tahanan secara alami berlutut di bawahnya.

[Black] "Mulai."

Rosadel dengan cepat mengambil alih.

[Rosadel] "Kalau begitu, mari kita mulai. S-semua, duduklah."

Tidak ada yang membantu Burrhey berdiri. Burrhey tetap duduk di lantai, menunggu pasukannya datang, tetapi tidak ada yang datang meskipun waktu berlalu. Ketika ia akhirnya mencoba bangkit, kedua bangsawan yang pergi keluar kembali dengan wajah pucat pasi.

Pasukan pribadi tidak ada. Hanya ada senjata yang mereka tinggalkan, sedikit noda darah, dan tentara bayaran Tiwakan yang berdiri dengan tenang. Black dengan patuh mengikuti perintah Liene untuk menghindari pertumpahan darah. Sayang sekali para bangsawan lain tidak tahu itu.

Selain itu, perbandingan jumlah pasukan tidak ada artinya. Ada perbedaan yang tak dapat dijembatani antara pasukan pribadi bangsawan, yang hanya mengayunkan pedang untuk latihan, dan tentara bayaran yang pernah menganggap medan perang sebagai rumah mereka.

[Arland] "...Selesai."

Hari itu, Pertemuan Dewan Agung diadakan atas permintaan keluarga kerajaan, jadi Aland hadir sebagai juru bicara mereka. Ia telah menyiapkan dokumen semalaman dan membagikannya kepada para bangsawan. Dokumen itu menjelaskan secara rinci kejahatan yang telah dilakukan oleh Lyndon Kleinfelter dan Lopez Kleinfelter (yang mengaku sebagai anak tidak sahnya), serta menjelaskan tindakan mereka termasuk kategori pengkhianatan. Dokumen itu ditulis dengan sangat teliti, sehingga tidak ada yang bisa membantah bahwa keluarga kerajaan melakukan kesalahan.

[Arland] "Oleh karena itu, hukuman yang pantas adalah hukuman gantung."

Begitu kata "hukuman gantung" diucapkan, keributan pun dimulai.

[Bangsawan] "I-itu... itu tidak mungkin terjadi, kan?!"

Salah satu dari dua bangsawan yang pergelangan tangannya tidak patah berteriak keras. Lyndon Kleinfelter juga melakukan hal yang sama.

[Lyndon] "Kau akan menggantungku? Siapa yang berani?"

Black menoleh dan meliriknya. Tatapan acuh tak acuh itu menyiratkan, 'Apa kau pikir itu sulit?'.

[Lyndon] "Menurutmu hal itu bisa terjadi di tanah ini?"

Lyndon Kleinfelter membalas tanpa menyerah. Meskipun ia takut pada Black, ia tidak akan pasrah digantung. Jika ia berdiri di tiang gantungan, pasukannya pasti akan datang untuknya. Lalu akan menjadi awal dari perang.

Seorang bangsawan mengangkat tangan dan berkata:

[Bangsawan] "Aku menolak."


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page