A Barbaric Proposal Chapter 64
- 18 Agu
- 9 menit membaca
Diperbarui: 25 Agu
~ Panggilan Pulang (2) ~
Raja terakhir keluarga kerajaan Gainers begitu gembira saat seorang putri lahir di keluarga Arsak. Pada hari kelahirannya, Sang Raja bergegas ke kediaman Arsak dan mengumumkan upacara pertunangan harus segera diadakan. Saking bersemangatnya, ia sampai membuat orang tua bayi kelelahan saat mereka mempersembahkan putri mereka yang baru lahir.
Meski putri keluarga Arsak dalam kondisi sehat, pertunangan terus tertunda tanpa kejelasan karena putra Gainers sering sakit-sakitan. Namun, suatu hari yang penuh takdir, enam keluarga menusukkan pedang ke punggung sang raja.
Sejak saat itu, pertunangan mereka berakhir.
Putri Lienne tidak lagi menjadi tunangannya sejak lahir, melainkan penguasa baru Nauk. Bahkan kabar sampai kepadanya bahwa Lienne memiliki kekasih, putra tertua dari keluarga lain. Ia tidak punya pilihan lain selain menerima kenyataan pahit itu.
Setidaknya, itulah yang dikatakan oleh logikanya. Namun ternyata, jauh di dalam hatinya, gagasan untuk kembali ke sisi tunangannya selalu menjadi pemikiran yang terus-menerus terbayang.
Baginya, Lienne adalah rumahnya. Lienne adalah tempat yang tetap di sana, tidak pernah pergi, seolah-olah menjadi jangkar baginyaāmemberinya alasan untuk kembali, seolah ia tidak pernah pergi sama sekali. Tanpa Lienne, kembali ke Nauk tidak akan terasa seperti pulang ke rumah.
Akan gila rasanya jika ia melepaskan perasaan ini sekarang setelah berhasil menggapainya.
[Black] "Niatku tidak berubah. Aku akan hidup sebagai suami sang Putri dan Ksatria Pelindungnya. Aku tidak punya keinginan untuk menumpahkan darah hanya untuk mendapatkan sesuatu lebih dari itu."
[Fermos] "Jadi...itu sebabnya Anda berhati-hati mematahkan tulang para bangsawan itu. Saya mengerti sekarang."
Setelah tiba di Nauk, Fermos merasa Tuannya menjadi sangat lunak dan lembut, sampai-sampai aneh. Namun setidaknya sekarang ia lebih memahami alasannya.
[Fermos] "Saya akan mencari pelayan itu dan membawanya ke sini."
[Black] "Sekarang."
[Fermos] "Oh, sekarang? Maksud Anda, sekarang juga?"
Black mengangguk, menggerakkan tangannya seolah terlalu malas untuk mengulangi perkataannya.
[Black] "Lakukan saja secepat mungkin."
[Fermos] "....Baik, Tuanku."
Setelah itu, Fermos membungkukkan kepalanya, lalu segera keluar dari ruangan.
[Arland] "Dua hari lagi."
Berkat kerja keras penasihat kerajaan yang baru, Tuan Arland, pertemuan Dewan Agung akhirnya ditetapkan. Keenam keluarga telah mengirimkan formulir persetujuan untuk hadir, dan Arland dengan hati-hati menyalinnya ke perkamen, menjadikannya proklamasi formal yang akan diumumkan di alun-alun.
Tempat diadakannya Dewan Agung adalah Aula Besar, yang terletak di pusat Alun-Alun Dewa.
Aula Besar itu dulunya sangat elegan, dihiasi dengan sembilan air mancur yang meniru sembilan air terjun simbol Nauk. Tapi sekarang, semuanya terlihat sangat kotor dan tidak terawat, sama seperti bagian lain dari negeri itu.
Mengelola Aula Besar adalah salah satu tugas keenam keluarga, tapi keluarga Kleinfelter menyerahkan pekerjaan itu kepada keluarga kerajaan dengan alasan 'terlalu banyak menghabiskan uang'.
Saat Lienne pertama kali berkuasa, ia masih muda dan kurang pengalaman, jadi ia mengelola anggaran untuk Aula Besar seperti yang diberitahukan. Namun di tahun-tahun berikutnya, uang harus dialokasikan untuk hal-hal lain, sehingga perawatannya jadi terbengkalai.
Akibatnya, langit-langit retak dan dinding pun lapuk.
[Arland] "Saya pergi mengunjungi Aula Besar....tapi mungkin kita harus membersihkannya sedikit."
Lienne mendengarkan perkataannya dengan ekspresi tak tertarik.
[Lienne] "Keluarga perwakilan akan mengurusnya. Biarkan saja."
[Arland] "A-apa memungkinkan?" Terkejut, Arland cepat bertanya balik.
[Lienne] "Jika mereka tidak membersihkannya sendiri, mereka akan menghirup banyak debu saat rapat. Mereka sangat sombong, jadi aku rasa mereka tidak akan tahan."
[Arland] "Kalau begitu saya akan memberi tahu mereka."
[Lienne] "Tidak mendesak, jadi santai saja. Cukup beri tahu mereka sebelum pertemuan."
[Arland] "Baiklah....Saya akan lakukan sesuai permintaan Anda."
Arland mengangguk canggung. Ia masih belum sepenuhnya menyadari hubungan aneh antara keluarga kerajaan Arsak dan keenam keluarga bangsawan. Tapi sebelum Arland pergi, Lienne menghentikannya.
[Lienne] "Ada pergerakan dari pihak Kleinfelter?"
[Arland] "Apakah ada hal khusus yang ingin Anda dengar?"
[Lienne] "Apa saja boleh. Mungkin ada rumor gejolak amarah dari mereka beberapa hari terakhir?"
Arland menundukkan kepalanya, berpikir.
[Arland] "Yah, ketika saya berkunjung beberapa hari lalu, semuanya terlihat normal. Seandainya saya bukan penasihat kerajaan dan tidak tahu Tuan Kleinfelter sudah ditahan, saya tidak akan pernah mengira bahwa ia sedang tidak ada."
[Lienne] "Ahā¦..begitu. Baiklah kalau begitu. Kau boleh pergi."
[Arland] "Silakan panggil saya jika Anda butuh yang lain."
Arland memberi Lienne hormat, lalu berbalik dan pergi.
[Lienne] ".....Ini agak aneh."
Duduk sendirian di Kantor Raja, Lienne menopang sikunya di ujung meja, tenggelam dalam pikirannya.
[Lienne] "Tiwakan berhasil membawa Nyonya Henton, tapi tidak ada reaksi? Bagaimana mungkin?"
Hilangnya ibu Klimah berarti keluarga Kleinfelter tidak lagi memiliki pengaruh apa pun untuk memerintah Klimah.
Klimah adalah sumber informasi, bukti hidup dari semua perbuatan keji yang ia lakukan atas nama keluarga Kleinfelter. Jika Liene adalah mereka, ia pasti ingin membunuh Klimah atau mencari cara lain untuk membungkamnya. Jadi, keheningan mereka terasa sangat ganjil.
[Lienne] "Apa ketidakhadiran Lyndon Kleinfelter begitu berpengaruh? Apa tidak ada orang lain yang mampu mengambil alih saat ia tidak ada?"
Tapi itu juga tidak masuk akal.
Keluarga Kleinfelter adalah keluarga terbesar di Nauk. Karena kekayaan dan properti mereka melimpah, mereka memiliki banyak orang yang bekerja untuk mereka.
[Lienne] "Lyndon Kleinfelter tidak mungkin mampu melakukan semua kejahatan itu sendirian...pasti ada orang lain yang terlibat."
Lienne frustrasi karena tidak tahu.
Ia bangkit dari tempat duduknya, berjalan ke jendela, dan menatap pemandangan di luar sambil menyandarkan kepala ke kaca.
[Lienne] "Aku tidak pernah tahu sedalam ini cara kerja kerajaan."
Keluarga Kleinfelter adalah kekuatan yang begitu besar di Nauk, dan musuh terbesar keluarga kerajaan. Namun, ia tidak pernah tahu rencana busuk macam apa yang mereka rencanakan di belakangnya.
Ini menyedihkan dan sekaligus memalukan.
[Lienne] "Aku hanya begitu fokus untuk bertahan hidup sampai hari esok."
Bahkan hidup sehari-hari pun sulit di Nauk. Mendapatkan mahkota di usia yang begitu muda, Lienne tidak tahu seperti apa rasanya menjalani kehidupan seorang raja tanpa perjuangan.
[Lienne] "Tapi ini tidak bisa berlanjut."
Ia membutuhkan lebih banyak mata dan telinga. Sesuatu yang bisa memberinya pandangan yang lebih baik tentang setiap sudut kerajaannya, sekecil apa pun itu.
Kesadaran ini sudah lama datang, dan ia hanya senang tekadnya menguat sebelum semuanya terlambat. Jika terus hidup sebagai kekasih Laffit, lalu diam-diam menikahinya untuk melunasi utang ketika sudah tidak tertahankan, ia tidak akan pantas disebut seorang bangsawan.
Setelah Black masuk ke dalam hidupnya, semua berubah.
[Lienne] "Ia benar-benar...sudah memberiku terlalu banyak."
Lienne menarik diri dari jendela.
Jadi aku juga akan memberikan segalanya yang aku bisa untuk hubungan ini. Segala yang mungkin aku bisa.
Setelah meninggalkan kantor, Lienne menuju menara utara, membawa salah satu dari perhiasan kerajaan yang tersisa.
[Lienne] ". . ."
[Nyonya Henton] ". . ."
Ekspresi Nyonya Henton sekarang tenang, tetapi matanya tetap sama. Mata yang sangat lembut, tetapi entah bagaimana juga terlihat hancur. Tatapan yang menyakitkan hati Lienne untuk melihatnya.
[Lienne] "Aku datang untuk melihat apakah kau baik-baik saja. Aku harap tempat tidurmu nyaman."
[Nyonya Henton] "...Baik-baik saja."
Setelah kunjungan mendadak Lienne, Nyonya Henton bahkan tidak menyapanya. Meskipun itu wajar, Lienne tetap merasa tidak enak.
[Lienne] "Aku senang mendengarnya. Aku...membawakan beberapa buah. Apa kau mau?"
Dalam perjalanan ke menara utara, Lienne mampir ke dapur dan menyiapkan keranjang yang diisi dengan bermacam-macam buah, yang sekarang ia sodorkan.
[Nyonya Henton] "Mengapa Anda melakukan ini?"
Nyonya Henton menatap lurus ke arah Lienne, bahkan tidak melirik keranjang itu, apalagi mengambilnya.
[Nyonya Henton] "Anda tahu siapa saya, kan? Saya tidak akan pernah menerima apa pun yang Anda berikan kepada saya, Putri."
[Lienne] ".....Aku pikir kau mungkin merasa sedikit pengap tinggal di sini. Aku tahu ruangan ini bisa sedikit gelap dan suram, tapi aku dengar makanan manis bisa membantumu menjadi ceria."
[Nyonya Henton] "Jika pikiran seseorang ada di neraka, apa gunanya mendapatkan sinar matahari?"
[Lienne] ". . ."
Lienne tidak bisa mengatakan apa-apa.
Peristiwa yang telah dilalui Nyonya Henton terlalu mengerikan untuk diulang.
Salah satu putranya terbunuh, dan yang satu lagi benar-benar hancur. Suaminya sendiri yang membunuh putranya, hanya karena ingin menyelamatkan darah raja yang ia layani daripada keluarganya sendiri. Nyonya Henton disandera oleh orang-orang yang membunuh suaminya, keberadaannya berubah menjadi seorang budak, tidak hidup maupun mati.
Semua beban berat itu pasti membuatnya ingin menyerah pada hidup. Bagaimana seseorang bisa menanggung keberadaan seperti itu?
[Lienne] "Lalu....apa ada makanan lain yang ingin kau makan?"
[Nyonya Henton] "Saya tidak butuh."
[Lienne] "Aku akan datang untuk memberimu seprai baru sebelum malam tiba. Semua barang di ruangan ini sudah tua, jadi aku tidak tahu seberapa lama bisa bertahan."
[Nyonya Henton] "Jangan memaksakan diri."
[Lienne] "Maafkan aku. Aku tidak tahu apa hal terbaik yang bisa kulakukan untukmu sekarang, jadi tolong beri tahu aku jika ada sesuatu yang kau butuhkan, Nyonya. Aku akan tinggalkan buah ini di sini, jadi tolong makan nanti jika nanti berselera."
Lienne meletakkan keranjang buah di meja kecil di samping tempat tidur dan berbalik.
Plakā
Namun, langkahnya terhenti mendengar suara.
Ia menoleh, hanya untuk melihat Nyonya Henton menjatuhkan keranjang buah ke lantai. Lalu, seolah tidak cukup, ia menginjak buah terdekat dengan kakinya.
[Lienne] "...Tolong hati-hati. Ada lebih dari sekadar buah di sana. Jika salah melangkah, kau bisa terluka."
[Nyonya Henton] "...?"
Saat menghancurkan buah dengan kakinya seolah-olah sedang menghancurkan kepala Lyndon Kleinfelter, Nyonya Henton mengangkat kepalanya dan menatap Lienne. Ia tampak tak bisa berkata-kata.
[Nyonya Henton] "Apa...yang Anda katakan?"
[Lienne] "Ini."
Lienne mendekat, berjongkok di dekat lantai dan mencari di antara sisa-sisa buah yang hancur.
[Lienne] "Aku juga membawa ini."
Mengambil benda keras di tangannya, Lienne membersihkannya dari noda buah dengan lengan baju, lalu dengan hati-hati menyodorkannya kepada wanita itu.
[Lienne] "Ini adalah satu-satunya benda yang ibu saya bawa saat menikahi keluarga Arsak. Ini salah satu barang paling berharga yang masih kumiliki."
Setelah kekacauan buah dibersihkan, yang terungkap adalah liontin berbentuk mawar elegan terbuat dari rubi yang memancarkan cahayanya sendiri.
[Nyonya Henton] "Mengapa Anda melakukan ini.....?"
[Lienne] "Seperti yang kukatakan, ini sangat berharga."
[Nyonya Henton] ". . ."
Wajah wanita itu berubah pucat.
Nyonya Henton adalah orang yang lembut, seperti terlihat dari sorot matanya. Meskipun dipenuhi amarah, hal terburuk yang mampu ia lakukan hanyalah menghancurkan beberapa buah. Namun, sikapnya berubah saat rona di wajahnya menghilang.
[Nyonya Henton] "Anda pikir saya akan melupakan segalanya hanya karena Anda memberi saya perhiasan? Membuang semua ingatan orang-orang yang terbunuh, lalu saya mendapatkan ini? Apakah begitu?"
[Lienne] "Tidak."
[Nyonya Henton] "Bisakah Anda melupakan hal seperti itu hanya demi sebuah permata? Apa permata ini begitu menakjubkan sampai bisa membuat Anda melupakan kematian?"
[Lienne] "Bukan itu yang aku maksudkan."
[Nyonya Henton] "Lalu apa!?"
Nyonya Henton bergegas maju, merebut kalung dari tangan Lienne dan melemparkannya dengan keras kembali ke tanah.
Splatā!
Liontin yang elegan itu sekali lagi terkubur di bawah buah yang hancur.
[Lienne] "Aku membawa ini karena....."
Lienne dengan tenang berlutut, sekali lagi mengambil liontin itu dan membersihkan kekacauan dengan lengan bajunya.

[Lienne] "Karena liontin ini indah."
[Nyonya Henton] ".....Apa?"
[Lienne] "Jadi aku pikir memilikinya mungkin memberimu sedikit ketenangan."
[Nyonya Henton] ". . ."
Tap.
Lienne berdiri, dengan lembut meletakkan liontin yang bersih itu di atas meja.
[Lienne] "Aku mendengar apa yang terjadi padamu. Aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa sulitnya itu. Bagimu, aku tidak berbeda dengan Kleinfelter. Melarikan diri dari mereka adalah satu hal, tetapi berada di Kastil Nauk sama menyakitkannya. Aku tahu itu, tetapi aku tidak tahu apa lagi yang bisa kulakukan. Aku⦠tidak memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali orang mati."
Kata-kata yang Lienne ucapkan keluar dengan lambat dan penuh makna. Setiap kata terasa dipikirkan mendalam, sama seperti rasa bersalah yang seharusnya menjadi miliknya selama dua puluh satu tahun terakhir.
[Lienne] "Ini menyakitkan. Sangat menyakitkan sampai kau tidak takut mati, dan mungkin begitulah perasaamu. Aku tahu kata-kataku tidak berarti banyak, tetapi jika melihat sekeliling, aku harap kau akan menemukan potensi untuk hal-hal baik terjadi. aku harap bisa memberimu kesempatan untuk memikirkannya."
[Nyonya Henton] "Hal baik? Apa kebaikan yang mungkin bisa ditemukan seorang ibu yang kehilangan anaknya?"
[Lienne] "Kau masih punya satu. Ia tidak harus menuruti keluarga Kleinfelter lagi."
[Nyonya Henton] ". . ."
Nyonya Henton menatap Lienne.
Lienne terlihat sangat mirip Klimah. Klimah juga menatapnya dengan mata sedih namun tulus yang tenggelam dalam lautan kebingungan dan luka. Nyonya Henton marah, tetapi di mata Lienne, ia hanya terlihat menyedihkan.
[Nyonya Henton] "Ia....melakukan begitu banyak hal. Ia pikir saya tidak tahu, tapi saya tahu....Saya pikir.....Saya pikir ia akhirnya akan terbunuh....."
[Lienne] "Aku tahu ia tidak ingin melakukan semua itu. Kesalahan ada pada keluarga Kleinfelter."
[Nyonya Henton] "Bagaimana...putri Arsak bisa mengatakan itu.....?"
Wanita itu mengalihkan pandangannya ke lantai, tatapannya berat dengan kebingungan. Yang terpantul di matanya adalah buah yang hancur dan lantai yang kotor.
[Lienne] "Aku berusia empat tahun pada saat itu."
Duduk di lantai, Lienne dengan tenang mulai mengumpulkan buah-buahan yang tidak hancur, memasukkannya kembali ke dalam keranjang. Meskipun tahu jika ia tidak melakukannya, Nyonya Henton akan melakukannya sendiri.
[Lienne] "Aku terus memikirkannya. Jika aku sedikit lebih tua, apakah segalanya akan berubah? Bisakah aku menghentikan ayahku melakukan apa yang ia lakukan? Apakah Tuan Henton akan tetap hidup? Akankah ia...?"
Akankah ia tidak kehilangan rumahnya?Ā Bisakah aku tetap bersamanya tanpa merasa gugup tentang waktu saat aku akan kehilangannya?
Sejak ia berbicara dengan pelayan itu, ia tidak pernah berhenti memikirkannya. Itu seperti mimpi buruk tak berujungāyang menghantuinya saat terjaga.
[Nyonya Henton] "....Putra kedua saya berusia enam tahun."
Tidak ingin lagi melihat Lienne membersihkan kekacauan, wanita itu duduk di lantai, tanpa sadar memainkan salah satu buah yang ada di tanah.
[Nyonya Henton] "Ia tinggi dan memiliki tubuh kuat dibandingkan anak laki-laki lain seusianya, jadi tidak ada yang pernah percaya ia baru enam tahun. Ia mirip ayahnya, jadi ukurannya sangat mirip dengan pangeran yang berusia delapan tahun. Ketika suami saya mengangkat pedangnya, anak saya bahkan tidak sempat berteriak sebelum ia meninggal."
[Lienne] ". . ."
Lienne tidak bisa mengatakan apa-apa, menggigit bibirnya. Ia tidak bisa membiarkan dirinya menangis.
Dibandingkan dengan Nyonya Henton atau Black, Lienne tidak kehilangan apa pun. Ia tidak pantas meneteskan air mata.
[Nyonya Henton] "Tidak peduli seberapa tak termaafkan dosa keluarga Arsak, saya tahu seorang gadis berusia empat tahun tidak bisa melakukan apa pun. Sama seperti anak laki-laki itu tidak bisa. Dan putra saya, iaā¦."
Buk.
Buah yang akan ia kembalikan ke keranjang jatuh dari tangan Nyonya Henton.
[Nyonya Henton] "...Hnnn!"
Lalu wanita itu roboh ke lantai kotor, isak tangis keras bergema di ruangan. Lienne ingin menghiburnya, ingin memberitahunya bahwa ia bisa menangis sepuasnya sampai benar-benar kelelahan. Namun ia tidak bisa. Yang bisa ia lakukan hanyalah tetap berada di sisi wanita itu, menggigit bibirnya dan menahan air matanya sendiri.
Komentar