A Barbaric Proposal Chapter 56
- Crystal Zee
- 6 hari yang lalu
- 8 menit membaca
~ 9 Air Terjun~
Black merendahkan suara, berlutut dan menatap tajam wanita malang itu.
[Black] "Semakin cepat kau bicara, semakin baik. Putramu menculik Putri Liene, tapi Putri Liene pasti masih hidup."
Suaranya rendah dan tidak banyak emosi, seperti biasa, tetapi tentara bayaran yang berdiri di sampingnya saling pandang saat mendengarnya. Black terdengar gugup.
[Ny. Henton] "P, Putri…..Liene….?"
[Black] "Jika Sang Putri hidup, aku tidak akan membunuh putramu."
[Ny. Henton] "T, tapi…m, mengapa….."
[Black] "Aku tidak punya waktu untuk itu."
[Ny. Henton] "Ah….."
Wanita itu tersentak, seolah akhirnya menyadari bahwa putranya telah menculik Putri Liene.
[Ny. Henton] "D, dia tidak ada di sini…..Saya tidak tahu apa-apa…..Dia sempat di sini sebentar lalu pergi…..Saya belum mendengar kabar apa pun sejak itu..."
[Black] "Ada tempat lain yang akan ia tuju?"
[Ny. Henton] "Tidak ada tempat seperti itu... Ah."
Namun kemudian ia tiba-tiba teringat sesuatu.
Hal terakhir yang suaminya katakan sebelum meninggalkan jasad putra kedua mereka. Wasiat terakhir sang suami dan bukti kasih sayangnya.
Alasan mengapa ia tidak bisa mengutuk suaminya, meskipun suaminya telah mengorbankan putra kedua mereka untuk menyelamatkan darah bangsawan Gainers, atau bagaimana suaminya bahkan mengorbankan dirinya sendiri.
[Henton] –'Ada jalan yang tak seorang pun tahu. Akses hanya diizinkan bagi mereka yang berdarah Gainers.'
Melanggar sumpahnya sebagai ksatria terhormat, ia memberitahunya tentang jalan yang bisa ia ambil untuk melarikan diri.
Dan layaknya ksatria yang baik, melakukan itu pasti akan menghancurkan jiwa suaminya. Betapa hancurnya jiwanya, sama seperti saat ia melihat mayat putra keduanya yang hancur.
[Henton] –'Kau akan aman di sana.'
Tapi kini suaminya telah tiada.
Putra pertamanya merusak tubuh putra keduanya, demi memenuhi permintaan terakhir sang suami. Itulah kenangan terakhirnya tentangnya.
[Ny. Henton] "Sembilan air terjun."
Perlahan, Nyonya Henton membisikkan sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang berdarah Gainers.
[Ny. Henton] "Hanya itu yang saya tahu. Jadi tolong, selamatkan putra saya. Tolong jangan bunuh dia. Apa pun yang telah ia lakukan, jika Anda bisa menyelamatkannya..."
Wanita itu menggigit bibirnya yang gemetar, bahunya bergetar. Sepertinya, berbicara saja sudah sangat membebaninya.
[Ny. Henton] "Saya tidak bisa melalui hal yang sama dua kali..."
[Black] "Seperti yang kukatakan. Selama Putri Liene aman."
Saat Nyonya Henton mengulurkan tangan dan meraihnya, Black melepaskan tangan wanita itu, lalu berdiri.
[Fermos] "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Fermos bertanya sambil menunjuk ke arah wanita itu. Ia ingin tahu apa niat Tuannya terhadap wanita itu.
Mendengarkan percakapan mereka, jelas mereka saling mengenal, meskipun tidak terdengar akrab. Namun, jelas berhubungan dengan masa lalu Black.
Dan dari nada bicaranya, Black sepertinya tidak mencoba sepenuhnya menghancurkan masa lalu. Jika iya, maka ia tidak akan mengampuni nyawa siapa pun.
[Black] "Bawa ia dan beri tempat tinggal sementara. Jangan campurkan ia dengan orang-orang dari keluarga Kleinfelter."
[Fermos] "Baik, Tuanku."
[Black] "Bergegaslah dan kembali ke kastil setelah selesai. Siapkan pertahanan jika ada yang mencoba membalas dendam atas semua ini."
[Fermos] "Pertahanan?"
[Black] "Lihat apa yang sudah terjadi. Jelas tidak terlalu sulit bagi seseorang untuk menyelinap masuk dan melakukan apa pun yang mereka inginkan. Saat ini, prioritasnya adalah mempertahankan kastil. Ada terlalu banyak jalan belakang dan celah yang bisa dilewati tikus, jadi jangan lengah."
[Fermos] "Saya akan mengingatnya. Anda akan bergerak sendiri?"
[Black] "Aku punya tempat yang harus dituju."
[Fermos] "..."
Pasti ada hubungannya dengan frasa 'sembilan air terjun'.
Fermos memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan, tetapi ia justru mundur perlahan. Lagipula, Black bukanlah tipe orang yang akan menjawab pertanyaannya. Ia akan memberitahukan sesuatu jika ia merasa orang lain perlu untuk mengetahuinya.
[Fermos] "Saya berdoa Anda dapat menyelesaikan semuanya dengan cepat."
Tanpa kata lain, Black berbalik dan berlari pergi.
[Liene] "…..Salah lagi. Bukan jalan ini."
Liene menggigit bibir.
Sekarang ia sudah sangat lelah, tapi ia terus tersesat, menuju arah yang salah setiap kali ia memeriksa.
Kini ia tahu mengapa Klimah begitu khawatir.
Matanya sudah terbiasa dengan kegelapan sekarang, tapi itu tidak banyak membantunya.
Liene berlutut, meraba-raba tanah. Ia mencari jejak kakinya sendiri, memastikan jalur dari mana ia datang.
[Liene] "Aku harus kembali ke tempat aku membuat tanda."
Tempat ini bagai labirin raksasa, sulit sekali dinavigasi. Banyak jalur rumit yang seolah tidak dirancang untuk kenyamanan.
[Liene] "Apakah aku salah belok saat di jalan bercabang tadi?"
Liene menahan desahan, memberi kesempatan kakinya yang lelah untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
Dan saat berjalan di jalan yang panjang dan suram itu, pikirannya mulai berkecamuk. Ia perlahan mulai memikirkan kemungkinan jika ia meninggal di sini tanpa pernah menemukan jalan kembali.
Jika aku meninggal…..Apa yang akan dilakukan pria itu...?
Apakah keenam keluarga akan terlibat dalam perang besar setelah ia tiada? Lalu apa yang akan terjadi pada Nauk? Begitu banyak orang akan mati.
[Liene] "..."
Tapi mengapa pria itu tidak berperang sejak awal?
Apakah benar hanya karena aku memintanya untuk tidak melakukannya…..?
Meskipun punya banyak waktu untuk memikirkannya, tak peduli seberapa banyak ia berpikir, itu tak masuk akal. Setelah mendapatkan hadiah termanis dari pemberontakan, keluarga Arsak bisa dianggap sebagai pusat konspirasi pengkhianatan.
Meskipun begitu, kenyataan yang tak terbantahkan namun bertolak belakang adalah Black yang melamarnya.
Pasti ada sesuatu yang ia lewatkan.
Pernikahan mungkin bukan tujuan akhirnya. Mungkin ia berpikir untuk melakukan sesuatu setelahnya. Sesuatu yang hanya bisa ia lakukan setelah ia menguasai bangsa ini.
Bahkan jika sikapnya terhadap Liene tiba-tiba berubah setelah mereka menikah, sebagai seorang pendosa, Liene tidak bisa menyalahkannya.
Apa pun yang ia lakukan, Liene berencana untuk menerimanya dengan tenang.
Liene berhenti sejenak, memejamkan mata perlahan.
Entah mengapa, kakinya tidak mau lagi bergerak, seolah pikirannya yang kacau menghentikannya di tempat. Dan kekuatan apa pun yang tersisa tidak cukup untuk membuatnya tetap berdiri.
[Liene] "...!"
Saat tubuhnya terhuyung, ia jatuh tak berdaya ke tanah.
Atau mungkin lebih tepat dikatakan ia ambruk.
[Liene] "Kalau begitu..."
Bukankah lebih baik jika aku tetap di sini saja.....?
Ia takut. Ia takut Black mungkin berubah setelah mereka menikah. Tapi ia tahu jika itu terjadi, ia tidak punya pilihan selain menerimanya, meskipun ia sangat tidak menginginkannya.
Ia sangat takut pada Black.
Takut kalau mungkin Black tidak menginginkannya sejak awal.
Ia tidak ingin tahu kebenarannya….
Rasanya seperti tubuhnya mulai menyerah perlahan. Matanya tak kuasa tetap terbuka dan perlahan terpejam, sementara pikiran Liene melayang, menjauh dari kesadaran.
Jalur ini bukan labirin.
Bagi mereka yang berdarah Gainers dan para pengikutnya, jalan itu sangat mereka kenal. Jalannya akan tampak seperti labirin bagi mereka yang tidak mengetahuinya atau jika mereka tidak menyadari untuk apa jalur itu digunakan.
Black sendiri baru sekali melewatinya, tapi ia sama sekali tidak merasa bingung. Jalur itu memang dibangun untuk dilalui, namun ada bagian dibuat untuk fungsi lain, bukan untuk manusia.
Jadi tebakannya, Liene salah berbelok. Bagi Liene, tempat ini pasti tampak seperti labirin raksasa. Dan sebagai seseorang yang tidak tahu jalan, tempat luas ini berbahaya baginya.
Hatinya berdesir, seolah ada yang mendorongnya untuk melaju lebih cepat.
Black berbelok tajam, menyimpang dari jalan dan tanpa suara menuju ke tempat yang lebih tinggi.
Liene masih mengenakan gaun tidur, jadi ia akan bertelanjang kaki, membuat jejak kakinya lebih sulit terlihat. Tapi ia merasa beruntung mengetahui gaun tidurnya berwarna putih. Itu akan membuatnya lebih mudah terlihat daripada jika pakaiannya gelap.
Dan setelah satu jam mengembara melalui kegelapan yang tebal dan tak tertembus, mendorong dirinya melalui jalur berliku koridor sempit, Black akhirnya menemukan Liene.
[Black] "...!"
Melihat Liene tergeletak tak berdaya di tanah, ia merasa sangat aneh.
Pikiran bahwa apa yang ia lihat tidak benar terus menggerogotinya. Tanpa membuang waktu sedetik pun, ia mengangkat tubuhnya dari tanah, bergegas menghampiri Liene hingga terengah-engah, dengan satu pikiran itu terus berdenyut kencang di kepalanya.
Meski matanya melihat apa yang terjadi, pikirannya benar-benar menolak kenyataan, seolah ia sedang berhadapan dengan dua realitas berbeda. Ia tak sanggup menerima situasi yang jelas-jelas terpampang di hadapannya.
Liene tidak boleh mati.
Sang Putri tergeletak di tanah, tidak bergerak sedikit pun, dan ia seperti mayat. Black tahu lebih baik dari siapa pun bahwa manusia sangat mudah untuk mati. Hidup mereka rapuh, dan hal terkecil bisa mematikan dalam sekejap.
Liene tidak mungkin mati.
Mendengar Liene meninggal, rasanya sama sekali tidak masuk akal. Seperti lelucon yang mengerikan, menjijikkan, dan kejam.
[Black] "Hah…..hah…!"
Saat akhirnya Black meraihnya, paru-parunya terasa akan koyak karena tekanan, seolah satu tarikan napas lagi akan merobeknya. Ia bahkan tak menyangka bisa mengeluarkan suara sekasar itu
Thud!
Ia tahu ia tidak mungkin merasa lelah atau letih hanya karena mengembara selama satu jam, tapi entah mengapa, ia berlutut—kakinya tidak bisa lagi menopang tubuhnya.
Black tanpa sadar ambruk di samping Liene, segera merendahkan kepalanya dan menekannya ke dada Liene untuk memeriksa. Ia perlu mendengar sesuatu, apa pun untuk memastikan bahwa ia masih hidup.
[Liene] "..."
Dan meskipun lemah, ia bisa mendengar dengungan lembut napasnya.
Liene tidak mati.
[Black] "...Dia baik-baik saja."
Black dengan lemah mengulurkan tangan, mencoba memeluk Putri Liene, tetapi lengannya tidak lagi memiliki kekuatan.
Perasaan bahwa tubuhnya tidak mau bekerja sama terasa begitu asing. Bahkan saat ia berusaha keras menatap wajah Liene, matanya terus saja melirik ke arah gaun tidurnya.
[Black] "Apa..."
Tapi ia menyadari alasannya.
Gaun tidur Liene terlalu kotor. Meskipun berwarna putih sehingga membuat kotoran mudah terlihat, gaun tidurnya tetap terasa terlalu kotor.
Seolah Liene berdarah.
[Black] "…..Darah?"
Dan kemudian seluruh kepalanya benar-benar kosong, setiap pikiran berubah menjadi putih pekat.
Lengan yang tadinya lemah dan kelelahan tiba-tiba dipenuhi kekuatan baru, bergerak tanpa keinginannya bahkan sebelum ia menyadarinya. Black mengangkat Liene ke dalam pelukannya, menyingkirkan gaun tidurnya.
Ada bercak darah di kulit putih telanjangnya, tetapi ia tidak menemukan luka.
[Liene] "Ah….Mm....."
Liene bergumam, bibirnya nyaris tak bergerak saat matanya sulit terbuka.
Bergerak secara naluri, Black menangkup wajah Liene dengan tangannya, memaksa Liene untuk menatap matanya.
[Black] "Putri? Kau sudah bangun? Bisakah kau memberitahuku di mana yang terluka?"
[Liene] "Ah…Lord...."
[Black] "Aku tidak menemukan luka. Apakah kau merasa sakit?"
[Liene] "..."
Dalam momen singkat itu, ketika mata mereka bertemu, ekspresi Liene berubah. Alih-alih senang melihatnya, ada campuran kekhawatiran, keraguan, dan ketakutan di matanya.
[Black] "Beritahu aku di mana yang terluka."
[Liene] "Aku…..tidak….terluka...Tapi, aku ingin…memberitahumu…sesuatu…"
Suaranya begitu pelan, seperti hembusan udara, membakar hati Black saat ia mendengarnya.
[Black] "Apa pun itu, kau bisa memberitahuku nanti. Jika tidak merasakan sakit, kita harus segera pergi."
Black mengaitkan lengannya di bawah kaki Liene, mengangkatnya dari tanah. Ia khawatir punggungnya mungkin terluka seperti yang terjadi sebelumnya, tetapi mereka tidak bisa berlama-lama di sana sampai Liene sadar kembali.
Drap, Drap, Drap!
Bahkan suara langkah kakinya yang cepat terdengar di atas tanah batu seolah tidak nyata.
Namun hal yang paling tidak nyata dari semua itu adalah Liene yang sekarang terlihat sangat lemah, wajahnya pucat tanpa darah. Hal itu membuatnya gelisah dan tertekan, dan perasaan-perasaan itu hanya memperparah kegelisahannya.
Ia tidak tahan dengan perasaan tidak nyaman yang bergejolak di dalam dirinya.
Mengapa ini harus terjadi pada Sang Putri…..
Aku tidak kembali untuk melihat ini. Bukan ini yang ingin akan kudapatkan!
[Liene] "Aku…harus memberitahumu..."
Liene mengulurkan tangan dan meraih kerah Black, tangannya sedingin mayat dan suaranya rendah—penuh kelelahan.

[Liene] "Aku ingin… mengatakannya, tapi aku…..terus menghindar….."
Mendengar suaranya yang terengah-engah, Black berhenti. Bergerak ragu-ragu, ia mendekatkan telinganya ke bibir Liene.
Dan kemudian, dengan suara lembut dan ketakutan, ia berkata—
[Liene] "Aku ingin… memberitahumu...tidak ada….anak...."
[Black] "....?"
Meninggalkan Black dalam kebingungan, tangan Liene jatuh tak berdaya saat ia memejamkan mata, kembali tak sadarkan diri seolah ia telah melakukan satu hal yang sangat ia inginkan.
Liene tidak terluka.
Ia hanya lelah setelah berjalan begitu lama dengan perut kosong. Dan sebagai ganjaran atas kelelahannya, Liene tidur sangat lama. Tenang dan diam seperti orang mati.
[Liene] "….Mm…."
Dan lucunya, hari sudah subuh lagi ketika Liene terbangun. Meskipun masih agak pagi, jadi kebanyakan orang mungkin masih tidur.
Seperti Nyonya Flambard.
Satu-satunya perbedaan adalah Nyonya Flambard tidak tidur di kamarnya sendiri, melainkan tertidur bersandar di sudut tempat tidur, mengawasinya dari samping.
[Ny. Flambard] "....Ah, Putri! Anda sudah bangun?"
Mendengar Liene bergerak bangun, Nyonya Flambard bergegas ke sisinya, matanya membelalak.
Liene menahan kelopak matanya yang bergetar, memaksakan matanya terbuka dengan susah payah.
[Ny. Flambard] "Bagaimana keadaan Anda? Apakah Anda merasa baik-baik saja?"
[Liene] "Ah…Ya, aku rasa begitu."
[Ny. Flambard] "Hah, saya sangat senang. Saya sungguh, sungguh senang."
Wanita itu menggenggam kedua tangannya, membuka dan menutupnya sambil menghela napas panjang.
[Ny. Flambard] "Ketika saya diberitahu apa yang terjadi, saya kira sesuatu yang mengerikan telah menimpa Anda, Putri. Saya sangat terkejut sampai hampir lupa memanggil dokter."
[Liene] "Dokter...?"
Sebelum ia kehilangan kesadaran, Liene berusaha mengingat apa yang terjadi, menyortir ingatannya yang kacau.
[Liene] "Bagaimana aku bisa kembali ke sini? Kurasa aku tersesat tapi…..Aku tidak ingat apa yang terjadi setelahnya."
[Ny. Flambard] "Ah, Anda tidak ingat? Seseorang menggendong Anda kembali, Putri."
[Liene] "Lord Tiwakan…..? ...Ah."
Sebuah ingatan samar dan kabur datang kembali.
Tersesat dan bingung, lelah dan terkuras, Liene ditemukan oleh Black.
Ia mengira ia hanya bermimpi ketika melihat Black, jadi ia mengatakan semua hal yang tidak berani ia katakan di kehidupan nyata.
Dan saat itulah Liene memberitahu Black bahwa tidak ada anak.
Comments