A Barbaric Proposal Chapter 20
- Crystal Zee
- 19 Mei
- 8 menit membaca
Diperbarui: 25 Mei
~Jebakan (4)~
[Black] “Tidak.”
Jawaban Black begitu cepat, Fermos sempat bingung sejenak.
[Fermos] “Lalu mengapa….?”
[Black] “Dia masih ada di hati Sang Putri.”
Mempertimbangkan segala yang terjadi hari itu, begitulah Black melihat situasinya.
Meskipun Liene tidak memanggilnya sendiri, mantan kekasih Liene tetap datang menemuinya. Dan Liene jelas panik berusaha menyembunyikan kehadiran pria itu dari Black.
Ia bahkan melakukan upaya yang sangat tidak biasa dengan mencoba merayu Black hanya untuk mengeluarkannya dari ruangan.
…Meskipun bohong jika mengatakan upaya Liene tidak berhasil.
Black begitu gembira dengan ide Liene sampai ia benar-benar kehilangan akal sejenak. Sepenuhnya mengabaikan betapa semuanya mencurigakan, pikirannya hanya dipenuhi dengan keinginan untuk menyingkirkan pakaian mereka.
Namun, saat ia merasakan tubuh Liene gemetar ketakutan, ia tiba-tiba tersadar dan kabut di kepalanya menghilang.
Black tidak bisa lagi menyalahkan tindakannya karena demam, dan bukan pula karena Liene terburu-buru ingin meninggalkan ruangan.
Black hanya menginginkan Liene.
Ia menginginkan Liene, terlepas dari keinginannya untuk sekadar mempertahankan hak yang selalu menjadi miliknya (Nauk).
[Black] “Wanita itu….”
Tiba-tiba Black mulai berbicara. Membuat Fermos cepat-cepat menutup mulut dan mendengarkan.
[Black]“Aku pikir dia adalah bagian dari Nauk.”
Black selalu berpikir bahwa mendapatkan salah satu secara alami berarti juga mendapatkan yang lainnya. Bahwa Sang Putri dan Nauk tak terpisahkan.
Namun hari ini, mulai terpikir olehnya betapa tidak benar anggapan itu.
Ia menyadari bahwa ia menginginkan Liene terlepas dari hubungannya dengan Nauk. Ia ingin Liene seutuhnya kembali padanya, seolah ia tidak pernah direnggut dari Black sejak awal.
[Fermos] “Maksud Tuan, keadaannya berbeda dari yang Anda kira sebelumnya?”
Setelah berpikir lama, Black mengangguk berat.
[Black] “Ya.”
[Fermos] “Bolehkah saya bertanya bagaimana perbedaannya?”
[Black] “Kali ini, aku akan mengambil kembali semunya.”
‘Mengambil’ sesuatu yang sangat berbeda dari sekadar ‘memiliki’nya. Apa yang ingin Black lakukan sekarang adalah apa yang seharusnya ia lakukan sejak awal.
Tidak menyisakan ruang bagi pria lain untuk ikut campur… lalu menghancurkan semua jejak orang lain yang telah ikut campur.
Artinya ia perlu mengambil kembali apa yang telah dicuri oleh Laffit Kleinfelter—yaitu, hati Liene.
[Fermos] “Saya mengerti.”
Fermos menahan keinginan untuk menghela napas.
Yah… bukan berarti ia tidak menduga hal ini akan terjadi.
[Fermos] “Jika memang demikian yang Anda rasakan, Tuan… maka saya akan melakukan semampunya.”
Tidak peduli seberapa enggan Putri Liene, kehendak Black adalah mutlak, dan Fermos tidak berhak memberikan komentar apa pun tentang wanita pilihan Tuannya.
“Kita harus menjaga Putri dengan baik agar hal seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.”
Dengan kepala menunduk dan alis berkerut, Black mengangguk. Ia akan memastikan tidak akan ada ‘kemudian hari’.
Sebab, Laffit Kleinfelter tidak akan pernah bertemu Putri Liene lagi.
Setelah terjaga semalaman, Liene akhirnya bangkit dari tempat tidur saat fajar menyingsing. Kejadian kemarin begitu mengganggu pikirannya hingga benar-benar menghancurkan segala kemungkinan untuk tidur nyenyak.
Mengapa pria itu berpura-pura tidak tahu apa-apa padahal dia tahu yang sebenarnya? Apa yang dia pikirkan?
Apakah ia mempermainkanku?
Jika tidak, apakah ia benar-benar akan mengabaikannya kali ini? Hanya karena Liene menyentuhnya?
Mungkinkah sesuatu yang sesederhana itu… benar-benar cukup berarti untuk mengambaikan masalah kemarin?
Liene sangat menyadari betapa berbahayanya kemarin. Bukan saja ia membiarkan pria lain menyelinap ke kamarnya, tetapi di atas semua itu, identitas Laffit bisa saja terbongkar. Akan terungkap bahwa ia telah berusaha menyembunyikan dirinya selama ini.
Namun, terlepas dari itu, faktanya yang tak dapat disangkal adalah Liene telah mengkhianati tunangannya.
Liene tak bisa percaya Black bersedia menutup mata akan masalah kemarin. Tidak mungkin Black tidak mengetahui fakta tersebut, jadi mungkin ia hanya memilih untuk mengabaikannya demi Liene atau karena kebaikan hati?
…Tidak mungkin.
Tidak ada pria di dunia ini yang akan melakukannya. Dan bahkan jika ada pria seperti itu, pasti bukan Lord Tiwakan.
Apakah ia perlu mengingatkan diri sendiri bagaimana Black melamarnya? Saat ia mengepung kastil, ia membunuh ratusan orang dalam proses tersebut.
Liene memejamkan mata dan menghela napas panjang.
[Liene] “Aku tidak tahu… Aku harus segera bersiap-siap.”
Hari ini adalah hari pemakaman.
Pemakaman akan diadakan di Kuil, tetapi Liene tetap harus hadir.
[Liene] “Aku pikir yang lain sudah bangun sekarang… tapi sepertinya belum.”
Liene merasa beruntung ada banyak hal yang bisa ia lakukan untuk menyibukkan pikirannya. Ia perlu menyiapkan pakaian hitam, sarung tangan, dan kerudung untuk menutupi wajahnya. Namun, ia bangun terlalu pagi, sehingga semua orang masih tidur.
Tidak ingin mengganggu siapa pun, Liene memutuskan untuk mengambil sendiri air untuk membasuh wajah.
[Liene] “Setelah pemakaman selesai…”
Laffit Kleinfelter akan secara resmi menjadi orang mati, dan labirin masalah yang perlu Liene tangani akan sedikit mereda.
Mengenakan gaun berkabung di atas pakaian dalamnya, Liene menuju gudang bawah tanah dengan pot air.

Mereka memiliki sumur, tetapi penggunaannya harus hemat. Setelah menderita kekeringan selama bertahun-tahun, Nauk belajar menghargai setiap tetes air yang mereka miliki.
Sekali sehari, air yang mereka butuhkan untuk digunakan di kastil akan diambil dari sumur dan disimpan di bak penampungan di gudang bawah tanah. Jika ada yang membutuhkan air tambahan, mereka memerlukan izin Liene, dan Liene akan secara pribadi memastikan penggunaannya.
Syuut.
Suasana di gudang bawah tanah hening saat fajar.
Meskipun gelap gulita, Liene sudah pernah ke sana untuk mengambil air sendiri sebelumnya, jadi ia dengan mudah menemukan jalan menuju bak penampungan.
“Yang Mulia.”
[Liene] “…..!”
Namun, keberadaan seseorang yang menunggu di balik bayangan tidak terduga. Liene begitu terkejut hingga hampir menjatuhkan pot yang ia bawa.
“Ah, sudah kudapat!”
Orang itu dengan cepat masuk dan menahan pot yang tidak stabil dengan telapak tangannya.
[Liene] “Apa—Hyde?”
[Hyde] “Ya, Yang Mulia. Mohon maaf sudah mengejutkan Anda.”
[Liene] “Apa yang kau lakukan di sini?”
[Hyde] “Oh, itu… Ah, tapi saya tidak boleh ketahuan.”
Hyde adalah salah satu pengawal yang dulu dirawat Weroz, tetapi sayangnya ia tidak memiliki kualitas seorang ksatria yang kuat. Karenanya, Hyde dipulangkan tak lama setelah tiba di kastil.
Mata Hyde melirik ke sana kemari dalam kegelapan saat ia merendahkan suaranya sebisa mungkin.
[Hyde] “Saya punya pesan dari Tuan Weroz untuk Anda, Yang Mulia. Tapi ia menyuruh saya merahasiakan hal ini dari siapa pun, jadi saya bersembunyi di sini menunggu.”
[Liene] “Bagaimana kau tahu aku akan turun ke sini?”
[Hyde] “Hah? Oh, saya tidak tahu. Saya akan menanyakannya begitu dayang turun ke sini. Saya pikir seseorang yang dekat dengan Anda akan segera mengambilkan air untuk membasuh wajah Anda di pagi hari.”
Ia berpikir ia harus menunggu lama sebelum bisa menyampaikan pesannya. Kedatangan Liene merupakan keberuntungan.
[Liene] “Dan bagaimana dengan Tuan Weroz? Apakah dia baik-baik saja? Apa kau tahu di mana dia berada?”
Atas pertanyaan Liene, Hyde menggelengkan kepala.
[Hyde] “Saya tidak yakin.”
[Liene] “Apa? Lalu di mana kau bertemu Tuan Weroz ketika menerima pesan ini?”
[Hyde] “Dia tiba-tiba datang ke tempatku bekerja. Saya juga terkejut melihatnya…”
Karena Weroz dilaporkan menghilang dari Kediaman Kleinfelter, Liene berpikir ia mungkin terluka. Kini ia mendengar bahwa Weroz rupanya kabur atas keinginannya sendiri.
Semuanya terlalu membingungkan.
[Hyde] “Tapi ia menyuruh saya menyampaikan pesan ini dengan cara apa pun.”
Lagi-lagi, Hyde melihat sekeliling ruangan, memberi isyarat agar Liene mendekat.
[Hyde] “Dengarkan saya, Yang Mulia.”
Pria mana pun yang sopan takkan melakukan seperti itu pada seorang Putri, tetapi Liene mendengarkan. Jika pesan itu dari Weroz, maka ia perlu mendengarnya apa pun yang terjadi.
Saat Liene mendekat, Hyde berbisik sepelan mungkin.
[Hyde] “Dia berkata, ‘Jangan percaya pria itu.’”
[Liene] “Apa?”
[Hyde] “ Tuan Weroz berkata alasan pria itu berada di Nauk adalah karena ia ingin balas dendam.”
[Liene] “…..!”
Mata hijau cerah Liene melebar, terlihat hampir abu-abu dalam kegelapan. Hyde tidak menyadarinya, lalu melanjutkan sisa pesannya.
[Hyde] “Dia bilang hati-hati dan tunda pernikahannya sampai ia bisa kembali. Tuan Weroz percaya ia bisa mengungkap rahasia pria itu dan membawanya pada Anda.”
[Liene] “Jadi, Tuan Weroz….”
[Hyde] “Ya. Dia sudah meninggalkan Nauk.”
Dan tak lama kemudian matanya bergetar hebat.
—’Keluarganya dibunuh oleh seseorang di Nauk.’
—’Dia di sini untuk balas dendam.’
Kisah-kisah itu cocok.
[Liene] “Bagaimana bisa…?”
Liene tanpa sadar mulai menggigit kukunya.
Bagaimana Weroz bisa tahu hal seperti itu? Ia menghilang di Kediaman Kleinfelter, karenanya Liene menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bertanya lebih lanjut saat Weroz masih berada di sana.
Balas dendam?
Awalnya Liene mengatakan ia tidak percaya cerita lemah semacam itu. Ia pikir itu hanya omong kosong yang Laffit lontarkan padanya sebagai upaya terakhir untuk membuktikan kejahatan pria itu.
Tapi…. mungkin tidak.
Sudah lama, perilaku Black adalah sesuatu yang Liene tidak pahami, tetapi menempatkannya dalam konteks balas dendam membuat segalanya sedikit lebih jelas.
Tidak bisakah dia hanya memenggal kepalaku saja dan menyelesaikan segalanya? Atau apakah dia ingin melihatku menderita akhir yang lebih kejam dan menyakitkan?
Apakah ia menahan diri untuk tidak mendobrak gerbang dan membunuhnya segera karena ia ingin menguras Nauk hingga ke akar-akarnya?
[Nyonya Flambard] “Apa itu, Yang Mulia?”
Ketika Liene bergumam pada dirinya sendiri, Nyonya Flambard menangkap bisikannya saat ia dengan cermat menyisir rambut Liene dan mengikatnya dengan pita hitam untuk pemakaman.
[Nyonya Flambard] “Ah, oh tidak, Yang Mulia! Apa yang Anda lakukan pada kuku Anda!?”
Menyadari Liene terlalu lambat, Nyonya Flambard cepat-cepat memarahi Liene.
[Nyonya Flambard] “Tidak, jangan katakan apa pun. Mengapa Anda melakukan hal ini pada diri sendiri? Bagaimana Anda bisa merusak kuku indah seperti ini? Tolong, tunggu di sini.”
Wanita itu meletakkan sisir, cepat-cepat mencari gunting kuku di kotak terdekat.
[Liene] “Ah…”
Tiba-tiba, Liene merasa malu melihat kondisi tangannya.
[Nyonya Flambard] “Berikan tangan Anda.”
[Liene] “….Aku minta maaf.”
Liene dengan lembut mengulurkan tangannya, wanita itu menghela napas saat ia dengan hati-hati merapikan kuku Liene.
[Nyonya Flambard] “Anda sudah merusaknya cukup parah, Yang Mulia.”
[Liene] “Tidak apa-apa, lakukan saja semampumu. Kukuku hampir tidak penting.”
[Nyonya Flambard] “Kuku memang hanya kuku tapi…. tangan Anda tetaplah tangan satu-satunya Tuan Putri kerajaan ini.”
[Liene] “…”
Nyonya Flambard tampak seolah akan menangis. Meskipun Liene sendiri merasa seperti akan mulai menangis sesaat yang lalu, ia dengan cepat menelan perasaannya.
Nyonya Flambard adalah orang yang mudah menangis simpati, jadi jika Liene meneteskan air mata, emosinya tidak akan ada habisnya.
[Liene] “Apa gunanya memiliki tangan yang indah di Nauk? Jadi jangan menangis dan lakukan yang terbaik—aduh!”
Saat ia mengatakan itu, Liene menggerakkan tangan dan tidak sengaja melukai jarinya dengan ujung gunting. Gunting kuku itu tua tapi tajam dan dengan mudah memotong daging di bawah kukunya tanpa ampun.
Nyonya Flambard terkesiap.
[Nyonya Flambard] “Oh, Yang Mulia!”
Ia terlalu terkejut melihat darah menyembur dari ujung jari Liene sehingga ia tidak bisa berhenti tergagap. Nyonya Flambard melemparkan gunting kuku ke samping, menggenggam tangan Liene dengan tangannya sendiri.
[Nyonya Flambard] “Apa yang harus kulakukan? Oh, semua ini salahku….”
[Liene] “Tidak, ini salahku. Anda tidak melakukannya, Nyonya.”
[Nyonya Flambard] “Tapi jari Anda berdarah banyak dan saya yakin pasti sangat sakit….”
Liene berusaha keras untuk tidak membuat pengasuhnya menangis, namun entah bagaimana hal itu tetap terjadi. Memaksakan senyum, Liene berusaha sekuat tenaga mengenyahkan rasa sakit.
[Liene] “Tidak benar. Sama sekali tidak sakit, jadi Nyonya bisa melepaskanku sekarang.”
[Nyonya Flambard] “Apa maksudnya? Anda terluka parah.”
[Liene] “Pemakaman akan segera dimulai. Aku tidak boleh terlambat.”
[Nyonya Flambard] “Tapi dengan luka ini….”
Ia enggan melepaskan. Wanita itu duduk di sana, memegang tangan Liene untuk waktu yang lama.
[Nyonya Flambard] “Kita setidaknya harus menghentikan pendarahannya. Saya akan mengambilkan obat, jadi tekan lukanya, Yang Mulia.”
Dengan ragu, ia bangkit dari tempat duduk dan pergi.
[Liene] “….Lukanya memang cukup dalam.”
Lukanya memang dalam. Sedikit menakutkan… melihat begitu banyak darah merembes keluar dari ujung jarinya tanpa henti.
—’Dia akan membalas dendam pada Nauk.’
Pikiran-pikiran tak berujung bercampur dengan kehilangan darah membuatnya pusing.
[Liene] “…Rasanya sakit…..”
Liene menggenggam tangannya erat-erat. Melihat luka itu dengan matanya sendiri membuatnya lebih sakit, dan pikirannya semakin bingung semakin ia mencoba memahami apa sebenarnya alasan Black melamar.
[Liene] “Sangat….sakit….”
Dan kini setelah pengasuhnya pergi, Liene akhirnya menangis.
Ia mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa tidak ada bukti di balik klaim Weroz—bahwa itu hanya kata-kata… kata-kata tanpa dasar dan tak berdasar.
Namun demikian, rasa sakit itu tak kunjung hilang. Rasa sakit yang membingungkan itu tetap ada, sama seperti rasa sakit di bawah kuku jarinya.
[Liene] “Bagaimana jika….”
Bagaimana jika ia benar-benar berusaha membalas dendam?
Lalu apa yang akan ia lakukan? Ia tidak yakin, tetapi ada satu hal yang pasti.
Aku tidak boleh lengah.
Tidak peduli seberapa baik atau lembut Black memperlakukannya, ia tidak boleh membiarkan dirinya buta.
Comments