;
top of page

Bastian Chapter 91

  • 7 Sep
  • 5 menit membaca

※Kesempatan Terakhir※

Cahaya hangat matahari terbit membanjiri ruangan, melukis setiap sudut dengan rona cerahnya, dan bahkan tirai yang tertutup rapat pun tidak bisa meredam keceriaan pagi yang cerah ini.

Bastian menegakkan dirinya, menggeser berat badannya dari sandaran kursi bersayap. Ia membuka kotak rokok tanpa mengalihkan pandangannya dari Odette, yang duduk di ujung sofa yang berlawanan.

Ia akan mengagumi Odette dalam pancaran cahaya malaikat yang menyelimutinya, jika ia tidak mengetahui bahwa wanita itu telah mengkhianatinya tadi malam. Hanya ketika ia mengambil sebatang rokok dari kotak, Odette mengangkat kepalanya untuk menatapnya. Wajahnya pucat pasi, ditekankan oleh kemerahan mata Bastian.

Bastian tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatapnya saat menyalakan rokoknya. Yang bisa Odette lakukan hanyalah menanggung tatapan tajamnya, menanggung hukuman yang berlangsung.

Meskipun ia dipenuhi dengan kesedihan, Odette menolak untuk meneteskan satu pun air mata. Memohon belas kasihan atau pengampunan sia-sia, jadi ia tidak menyia-nyiakan napas.

Yang Odette inginkan sekarang hanyalah penundaan sementara, untuk menunda hukuman sampai urusan Bastian dengan Kaisar selesai. Setelah itu, ia akan menerima takdir apa pun, selama ia bisa mempertahankan perlindungannya terhadap Tira.

Tolong, ia memohon dalam diam.

Tepat saat tatapan Odette mulai goyah, Bastian menjentikkan abu dari rokoknya ke asbak, menambah tumpukan yang terus bertambah.

"Andai saja kau tidak ketahuan." Bastian menghembuskan gumpalan asap, yang menggantung di udara di atas kepala mereka. Ia tidak meninggikan suaranya, tetapi kemarahan masih jelas. "Berapa lama kau berencana untuk menipuku, hah?"

Odette merasa ini mungkin kesempatan terakhirnya, tetapi ia kesulitan menemukan kata-kata. Tidak ada kebohongan yang akan bertahan lama di bawah pengawasannya, jadi kejujuran tampaknya menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa baginya. Bagaimanapun, Bastian Klauswitz adalah pria praktis, kesepakatan Kaisar mengikat mereka dengan kuat dalam pernikahan.

"Aku pikir aku bisa menyembunyikannya sampai kau pergi berperang," ia mengaku, suaranya bergetar. "Kontrak kita berakhir ketika kau kembali, jadi aku pikir jika aku bisa melewatinya, aku bisa dengan aman meminta perceraian."

"Ah, perceraian." Bastian tetap pendiam, sampai senyum perlahan merayap di wajahnya.

Odette mungkin pandai berakting sebagai istri yang baik di depan umum, tetapi secara diam-diam ia adalah mata-mata yang berniat mengkhianatinya.

Bastian mengangguk setuju, mengakui rencana Odette. Yang harus Bastian lakukan hanyalah membebaskan dirinya dari gagasan sia-sia dan bodoh untuk melihat wanita itu apa adanya, seorang wanita yang dingin, licik, dan sombong.

Meskipun darah biru mengalir melalui nadinya, Odette kejam dan vulgar. Ia telah membiarkan dirinya dibutakan oleh kecantikan dan pesonanya, tetapi pada akhirnya, Odette tidak berbeda dengan ibu tirinya.

Saat Bastian mengingat kembali waktu mereka bersama, sifat asli Odette jelas bagi siapa pun yang memiliki kecerdasan untuk melihatnya. Berjalan dari satu titik rendah, ke titik rendah lainnya, mencari pernikahan yang akan mengangkat Odette jauh di atas apa yang pantas ia dapatkan. Ia mampu menyamarkan keserakahannya dengan cukup baik.

Yang benar-benar mengganggunya adalah ia bahkan tidak perlu mencoba. Ia begitu terpikat oleh fantasinya, sehingga ia rela membiarkan dirinya ditipu.

Membuang puntung rokok, Bastian bangkit dari tempat duduk. Ia melangkah menuju jendela kereta dan menarik tirai terbuka, membuat dirinya sementara buta oleh matahari yang cerah.

Aku mencintaimu, ayo kita pergi bersama.

Bibir Bastian melengkung menjadi seringai saat ia mengingat pengakuan cinta yang sia-sia itu. Ia merasakan sedikit penghargaan atas ibu tirinya yang mengungkap kebohongan apa adanya. Paling tidak, dapat menghentikannya melakukan kesalahan fatal, meskipun ia sudah membuat dirinya bodoh.

Ia melonggarkan dasi kupu-kupunya, rasanya seperti perlahan-lahan mencekiknya. Jam tangannya menunjukkan pukul delapan pagi, saatnya telah tiba untuk memulai persiapan. Waktunya untuk memulai perjalanannya menjadi pahlawan.

Bastian menjalani rutinitas pagi secara robotik. Ia mencuci, mencukur, dan berganti pakaian baru. Gerakan lincahnya bergerak tanpa berpikir, menyusun rupa yang tidak menunjukkan sedikit pun betapa lelah dirinya karena malam tanpa tidur. Ia menyelesaikannya dengan menyisir rambutnya dengan rapi dan mengoleskan pomade.

Odette tidak bergerak dari ujung sofa, mengawasinya menjalani rutinitas. Rasanya Odette lumpuh dalam mimpi buruk. Ia rindu untuk memohon penghukumannya, menunggu terasa seperti hukuman itu sendiri.

"Siapkan dirimu, Nyonya," Bastian akhirnya berkata padanya.

Ia menyesuaikan medali-medalinya dengan perhatian yang cermat terhadap detail, lalu perlahan berbalik untuk menghadapi Odette. Saat wanita itu menatapnya dengan mata sedih, rasanya seperti tirai terangkat, mengungkapkan wanita yang telah memikatnya sejak hari mereka bertemu.

"Kau bilang kau ingin menebus dosamu, bukan?" Suaranya tenang. Ia berbalik dan menyaksikan air Danau Lausanne yang tenang mengalir lewat. Ia masih menginginkan wanita ini.

Itu membuatnya gila, terutama ketika ia bermain-main dengan ide untuk membuat kesepakatan dengan Kaisar dan memaksa Odette menikah. Mengikat janji dan membuatnya berkomitmen padanya seumur hidup. Rasanya seperti ia berada di bawah pengaruh mantra.

Ia terkekeh saat mengambil langkah terukur ke arahnya. Wanita itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Secara bertahap pikirannya bersih dari kabut merah muda dengan setiap langkah.

Ia memahami niat Theodora Klauswitz kenapa mengungkap sang mata-mata. Theodora tidak berniat menyebabkan skandal, ia tidak cukup bodoh untuk menantang Kaisar secara langsung, namun jelas bahwa ia sengaja menggunakan Odette sebagai senjata untuk memprovokasi Bastian. Dan ia jatuh tepat ke dalam perangkap wanita itu.

Walaupun bukan kesalahannya, Bastian telah mengganggu skema teliti untuk membuat janji-janji di masa depan, ia harus menginvestasikan banyak waktu dan uang sekali lagi. Jelas bahwa pertempuran yang akan datang akan jauh lebih menantang daripada yang pernah ia lawan sebelumnya.

Semuanya karenamu.

Begitu ia berdiri tepat di depan Odette, ia meraih dan mencengkeram dagunya, mencatat kecantikannya yang abadi. Bahkan pada saat itu, ketika yang Bastian inginkan hanyalah merasakan kebencian terhadap pengkhianat, tapi ia tidak bisa menahan diri untuk merasakan hatinya terangkat ketika Odette menatap matanya.

"Tetap lah bersikap anggun, Nyonya Klauswitz." Bastian memerintahkan, tetapi dengan kekuatan dalam cengkeramannya. Tentu saja Bastian akan membuat kesepakatan dengan Kaisar.

Menarik napas dalam-dalam, ia tahu ia harus memenuhi perjanjian pernikahan yang ia buat untuk mengkompensasi kerusakan yang telah Odette sebabkan. Ia tidak punya pilihan selain mentolerir wanita ini selama itu diperlukan.

Setelah festival selesai, ia akan pergi ke Pulau Trosa, di mana ia bisa merebut peluang menguntungkan untuk beberapa hari penuh kesabaran, terutama jika ia harus berurusan dengan wanita ini.

"Aku tahu kau tidak ingin berakhir di penjara, jadi kau harus ikut bermain, jika tidak kau akan diekspos sebagai penjahat yang mencoba membunuh ayahnya sendiri. Apa itu terdengar seperti alasan yang lebih menarik daripada perzinahan?"

"Bastian...?"

"Terserah padamu, hiduplah sebagai istri kecil yang sempurna sampai akhir kontrakmu, atau aku akan memenjarakanmu. Kau pandai berpura-pura dan menipu semua orang, itu benar adanya." Odette mengerang saat ia menarik dagunya. "Cukup dengan kebodohanmu, Odette, utang-utangmu akan ditanggung oleh Tira Bryller." Bastian memperingatkan.

"Tidak, dia tidak ada hubungannya dengan ini!" Untuk pertama kalinya, emosi berkedip di wajah Odette. Bastian terkejut, tetapi dengan cepat mengganti keterkejutannya dengan tawa mengejek.

"Tira, tolong, lepaskan dia. Ini semua salahku, tolong..."

"Diam, Odette," Bastian mengerutkan kening padanya. "Yang perlu kau lakukan hanyalah mematuhiku yang jelas-jelas tercantum dalam kontrak yang kau tandatangani. Tersenyumlah seolah-olah kau adalah wanita paling bahagia di dunia." Ia mengusapkan ibu jari bersarung tangannya di sekitar bibir Odette dan tersenyum padanya dengan elegan. "Jika kau ingin melindungi kehidupan adik perempuanmu, kau harus tampil dengan baik."

JANGAN DI-REPOST DI MANA PUN!!!


Postingan Terkait

Lihat Semua

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Donasi Pembelian Novel Raw untuk Diterjemahkan

Terima kasih banyak atas dukungannya 

bottom of page