A Barbaric Proposal Chapter 96
- 9 Sep
- 7 menit membaca
※Ternan Kleinfelter※
[Black] "Kerja bagus."
Itulah kata yang diucapkannya saat melihat Ternan Kleinfelter diseret oleh prajurit. Wajar jika pria itu terlihat lusuh. Dengan tubuh tua dan rapuh bertumpu pada tongkat, ia melompat keluar jendela. Namun, usahanya sia-sia. Pria itu tertangkap oleh prajurit Tiwakan yang sudah menunggu di luar jendela. Kenyataan itulah yang mungkin paling membuatnya kesal.
Dari sudut pandang prajurit Tiwakan, lebih aneh lagi jika Kleinfelter mengira tidak ada yang akan menjaga jendela. Pria tua itu pasti menjalani hidup yang terlalu nyaman. Begitu juga dengan anak buahnya yang melompat bersamanya. Para pekerja Kleinfelter yang ikut diseret memiliki luka gores di tangan dan wajah mereka.
[Black] "Kenapa tidak diam saja di dalam? Bagaimanapun, tidak ada jalan untuk melarikan diri dari tempat setinggi ini."
Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Cahaya lilin di dinding menciptakan bayangan seram pada wajah pria yang telah kembali dari kematian.
[Ternan] "Raja Pembrovin tidak waras."
Ternan Kleinfelter mulai berbicara. Jenggotnya yang kotor bergoyang mengikuti gerak bibirnya.
[Ternan] "Itu adalah penyakit yang menurun dalam darah keluarga Gainers. Mereka ditakdirkan untuk gila di usia muda, tenggelam dalam alkohol, dan mati lebih awal. Sama seperti raja sebelumnya, dan raja sebelum itu. Kami semua harus menyaksikannya. Darah Gainers tidak seharusnya menjadi raja."
Suaranya yang seperti lelehan besi yang mendidih terasa serak dan suram. Apa pun yang ia katakan, suaranya terdengar seperti kutukan.
[Ternan] "Kau juga akan seperti itu. Karena kau mewarisi darah yang sama. Kau tidak akan bisa lepas dari takdir terkutuk. Tujuh keluarga berkumpul karena alasan itu. Aku berusaha menyelamatkan Nauk. Darah Gainers tidak bisa dibiarkan mengalir di tanah ini lagi."
...Sebagian dari perkataannya mungkin benar. Black juga ingat bahwa ayahnya, sang raja, terkadang bertingkah seperti orang gila. Ia bisa mengunci diri di kamar selama berhari-hari, tidak makan atau tidur, atau bergumam sepanjang hari dengan kata-kata yang tidak bisa dimengerti. Terkadang, ia juga akan meledak dalam amarah tanpa alasan yang jelas, dan di lain waktu, ia akan terbenam dalam depresi tanpa akhir.
Dalam ingatan Black, ayahnya bukanlah raja yang baik. Mungkin, sebagian dari dirinya memahami alasan di balik pemberontakan. Liene pernah berkata bahwa tidak ada orang di dunia ini yang bisa melupakan dendam yang terikat dengan garis keturunan. Mungkin perkataan Liene benar. Mungkin, ia tidak bisa melupakan, melainkan menerima.
[Black] "Lalu?."
Black menatap Ternan Kleinfelter yang berlutut di depannya dengan wajah kotor, tanpa ekspresi.
[Ternan] "Lalu? Kau bertanya?"
Ternan Kleinfelter mengangkat kepalanya dengan kaku.
[Black] "Lalu kalian melakukan pemberontakan, memilih keluarga Arsak yang akan memerintah dengan baik untuk didudukkan di takhta, dan di belakang layar, kalian membagi mahkota di antara kalian sendiri. Jadi, apa? Apakah Nauk menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali?"
[Ternan] "...Lebih baik daripada memiliki raja gila."
[Black] "Kurasa tidak. Dua puluh tahun yang lalu, kerajaan ini yang paling makmur di wilayah selatan, tapi sekarang menjadi yang termiskin. Oh, apa kau belum mendengarnya? Karena kau baru saja menggali kuburanmu sendiri?"
[Ternan] “...”
Ternan Kleinfelter menggertakkan giginya dalam diam.
[Black] "Dan kalian tidak melakukan pemberontakan karena alasan mulia itu."
Dengan bayangan hitam menutupi wajahnya, Black perlahan-lahan mengucapkan masa lalu.
[Black] "Kalian ingin mencuri... kekuatan! Dewa."
[Ternan] "!!!"
Mata Ternan Kleinfelter melotot, dan para pendeta di sekitarnya hanya bisa membuka mulut karena tidak mengerti apa yang Black katakan.
Melihat reaksi itu, Black semakin yakin. Sangat sedikit orang yang mengetahui tentang kekuatan dewa. Rahasia yang hanya ingin dimiliki oleh segelintir keluarga yang melakukan pemberontakan dua puluh tahun lalu.
[Black] "Kekuatan dewa mungkin terkait dengan air... dan hanya bisa diperoleh dengan sebuah kunci?"
[Ternan] "..."
Melihat ekspresi Ternan yang terdistorsi, Black yakin ia menebak dengan benar.
[Black] "Kau pasti menyiksa Manau untuk mendapatkan pengetahuan tentang kekuatan dewa. Manau beruntung tidak mati. Keluarga Kleinfelter pasti menyuruhnya untuk diam selamanya setelah menelan kerajaan ini... demi bisa bertahan hidup."
Itulah cerita yang bahkan para pendeta tidak ketahui.
[Pendeta] "Apa? Benarkah?"
Para pendeta mendekat dengan penuh semangat, tetapi para tentara bayaran dengan sigap menghalangi mereka.
[Black] "Sekarang giliranmu untuk bicara. Tentang kekuatan dewa dan kuncinya."
Bibir Black sedikit menyeringai.
[Black] "Aku akan mulai begitu Manau sadar. Aku yakin ia masih ingat penyiksaan yang ia alami dua puluh tahun lalu. Aku penasaran apa yang akan kau katakan jika aku bisa membalas penyiksaan Manau padamu."
[Ternan] "...Itu tidak akan terjadi."
Tetapi ada satu hal yang belum diketahui Black. Ternan Kleinfelter tidak bersembunyi di kuil secara kebetulan.
[Ternan] "Kau tidak akan bisa menyentuhku bahkan satu jari pun, dan kau akan meninggalkan tanah ini dengan kakimu sendiri."
[Black] "Kenapa?"
[Ternan] "Karena putri dari Arsak akan membayar akibatnya."
[Black] "Apa?"
Ternan Kleinfelter menyunggingkan senyum yang cocok untuk hantu yang tidak bisa mati.
[Ternan] "Jika kuku jariku dicabut, jari putri Arsak akan dipotong. Jika kakiku patah, pergelangan kaki putri Arsak akan dipotong."
[Black] "..."
Wajah Black mengeras, seolah akan pecah.
‘Pikiranku terasa seperti rawa. Kulitku terasa gatal seperti terbakar. Beberapa tetes air yang jatuh di bibirku terasa sangat diidamkan.’
Liene membuka mulutnya yang sulit bergerak dan meminum air itu.
'Ah... Rasanya aneh.'
Itu tidak terasa seperti air. Rasanya sangat pahit. Baunya sangat menyengat, seperti bau rumput laut.
'Apa ini... Mengapa aku...'
[Laffit] "Liene."
'Apa ini... Apakah ini mimpi buruk? Mengapa aku mendengar suara yang seharusnya tidak kudengar?'
Liene ingin membuka matanya, tetapi kelopak matanya tidak mau bergerak. Seluruh tubuhnya lumpuh. Sepertinya ia tidak akan bisa bergerak meskipun kulitnya meleleh.
[Lafitte] "Liene. Liene-ku..."
Ia merasakan sebuah tangan menyentuh dahinya. Kemudian, tangan yang membelai pipinya menekan bibirnya.
'Singkirkan tangan itu. Apa yang... kau lakukan. Mimpi macam apa ini...'
[Lafitte] "Kau harus membuka mulutmu."
'Kenapa... Apa yang ingin... kau lakukan?'
[Lafitte] "Sedikit lagi. Sedikit lagi..."
Sebuah jari masuk ke sela-sela bibirnya, membuka gigi Liene yang terkatup rapat. Liene ingin menggigitnya untuk menyingkirkan tangan itu dari mulutnya, tetapi tubuhnya tidak mau menurut.

[Lafitte] "Sudah."
Air pahit dan amis mengalir ke tenggorokannya melalui giginya yang terbuka. Liene mencoba memuntahkannya, tetapi seseorang menutup hidungnya, membuatnya tersedak.
[Liene] "Uh... Uhuk!"
Air yang mengerikan mengalir ke tenggorokannya. Waktu yang terasa abadi akhirnya berakhir, dan ia mulai terbatuk.
[Lafitte] "Liene!"
[Liene] "..."
Tubuhnya mulai bisa bergerak. Liene menyadari suara yang hanya bisa ia dengar dalam mimpi buruk masih bergema, dan ia berpikir bahwa saat itu mungkin bukan mimpi. Saat ia berpikir, tangannya bergerak.
PLAK!
Liene mengumpulkan seluruh kekuatannya yang tersisa dan menampar wajah Lafitte Kleinfelter dengan sangat keras.
[Lafitte] "Uh...! Liene!"
Pukulannya tidak mungkin terlalu sakit. Kondisi tubuhnya terlalu parah. Hanya ada bekas tangan yang tidak sempurna di pipi kiri Lafitte. Liene merasa sangat frustrasi karenanya. Ia seharusnya menamparnya dengan benar, sampai hidungnya berdarah.
[Liene] "Apa yang... Jangan sentuh aku... hukk!"
Seluruh tubuhnya terasa sakit seperti diperas. Liene merasakan pusing yang menarik tangan dan kakinya dan ia memutar tubuhnya dengan cepat.
'Ya, ini racun. Sir Weroz meracuniku. Lalu aku pingsan. Tapi, saat aku membuka mata, Lafitte Kleinfelter sedang memberiku sesuatu. Rasanya mengerikan, tetapi tubuhku mulai bisa bergerak, jadi dia pasti memberiku penawarnya. Jika itu penawarnya, maka ada hal yang lebih buruk dari rasa pahit dan amis ini. Artinya Sir Weroz bersekutu dengan Kleinfelter dan mengkhianati keluarga kerajaan.'
[Liene] "Apa yang kau inginkan?"
Liene memaksakan dirinya untuk mengumpulkan kekuatan. Ia harus tetap sadar. Jelas sekali apa yang akan dilakukan Kleinfelter. Ia melakukan hal ini karena obsesi gila untuk mengusir Tiwakan dari Nauk. Tapi ada orang lain yang memberinya makan untuk obsesi itu. Putri Kerajaan Sharka.
[Liene] "Aku tidak ingin bicara panjang lebar. Katakan saja apa yang kau inginkan dariku. Aku akan mendengarkan, lalu aku akan memutuskan."
[Lafitte] "Sebelum itu, tidak bisakah kau memberi salam padaku?"
Lafitte Kleinfelter mengucapkan hal gila. Sekarang Liene bisa melihat sekelilingnya dengan jelas. Ia menyadari bahwa mereka berada di mulut gua seperti labirin, di balik air terjun yang kering. Tidak ada seorang pun di sekitarnya. Hanya ada Lafitte Kleinfelter. Namun, jika memperhatikan lebih saksama, ia bisa mendengar suara-suara kecil. Jelas ada orang lain di luar.
[Liene] "Tidak. Aku tidak mau."
[Lafitte] "Liene..."
Wajah Lafitte hancur, seolah ia akan menangis.
[Lafitte] "Aku mempertaruhkan nyawa untuk menyeberangi perbatasan demi menyelamatkanmu. Aku menjejalkan diriku ke dalam kursi kereta kuda, menahan rasa sakit sampai leherku hampir patah! Apa kau tidak penasaran mengapa aku kembali ke Nauk setelah melalui semuanya?"
[Liene] "Sama sekali tidak. Akan lebih baik jika lehermu patah saat itu."
[Lafitte] "Liene! Bagaimana kau bisa mengatakannya!"
[Liene] "Kau seharusnya dihukum gantung, bukan diasingkan!"
Liene ingin berteriak, tetapi tenggorokannya terasa seperti terbakar. Meskipun ia mengerahkan seluruh kekuatannya, suaranya tidak bisa menembus kegelapan.
'Tahan sebentar saja. Begitu penawar mulai bekerja, aku akan bisa bergerak. Aku akan berteriak saat itu.'
Tempat ini tidak jauh dari kastil. Tiwakan pasti sudah tahu ia hilang dan sedang mencarinya. Jika ia lari sambil berteriak, ia akan segera ditemukan.
[Liene] "Aku bodoh sekali karena bersikap baik padamu waktu itu. Pria itu memberiku pedang paling menakutkan di seluruh benua! Dan aku tidak mengayunkannya dan harus mengalami hal ini lagi... Tidak akan ada orang sebodoh diriku."
[Lafitte] "Liene!"
Lafitte berteriak tidak sabar, dan seseorang mendekat dari arah lain.
[Weroz] "Tenang! Apa kau sengaja memberitahukan di mana kita bersembunyi?"
Sosok yang menyatu dengan kegelapan itu dapat dikenali. Ia adalah Weroz.
[Weroz] "Maafkan saya, tetapi saya akan membungkam mulut Anda. Putri membutuhkan waktu untuk menyadari kebenarannya."
[Liene] "Aku tidak butuh waktu! Cepat kembalikan aku ke kastil. Kalau begitu, setidaknya aku akan membiarkanmu mati dengan tenang... Uh!"
Weroz dengan tegas mengikat kain ke mulut Liene. Meskipun Liene bisa berteriak, ia tidak memiliki kekuatan untuk menyingkirkan ksatria yang tegap. Ia memutar kepalanya dan berusaha menghindari Weroz, tetapi usahanya sia-sia dan mulutnya dibungkam.
[Weroz] "Sepertinya penawarnya bekerja lebih cepat dari yang saya duga. Maaf, tapi saya akan mengikat Anda, Putri."
Weroz mengambil tali dari gerobak dan mengikat tangan Liene ke belakang.
'Aku harus berpura-pura tidak berdaya. Kalau tidak, kakiku juga akan diikat.'
Liene meletakkan kepalanya di lantai, tidak berdaya.
[Lafitte] "Sialan."
Lafitte menggenggam kedua tangannya dan menggertakkan gigi.
[Lafitte] "Kau tidak bisa melakukan ini padaku... Setelah semua yang kulakukan untuk mendapatkanmu kembali."
'Seandainya kau tidak melakukan apa-apa. Bodoh sekali kau ini.'
[Lafitte] "Aku bahkan... harus melacurkan diri..."
'Apa lagi ini?'
Mendengarnya, Liene merasa kesal.
'Kau melakukannya karena diriku? Apa aku yang menyuruhmu? Benar-benar tidak masuk akal.'
Lafitte membungkuk ke arah Liene yang tergeletak di lantai.
[Lafitte] "Lihat aku, Liene. Apa kau tahu bahwa aku telah memberikan segalanya untukmu? Aku tidak punya harga diri lagi. Kau adalah satu-satunya yang kumiliki. Lihat aku. Kasihanilah aku."
Pria itu mengucapkan omong kosong dan mendekat seolah ingin mencium kening Liene.
Komentar